BID’AHNYA
IMSAK ADALAH SYARIAT BARU , BERPUASA TIDAK TEPAT WAKTU
[Kita
tidak mengenal waktu ‘imsak’ ala Indonesia]
Oleh H.
Zulkarnain El-Madury]
Firman
Allah Swt.:
]وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ
مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ[
dan makan minumlah hingga jelas bagi kalian benang
putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
malam. (Al-Baqarah: 187)
أَبَاحَ تَعَالَى
الْأَكْلَ وَالشُّرْبَ ، مَعَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ إِبَاحَةِ الْجِمَاعِ فِي أَيِّ اللَّيْلِ
شَاءَ الصَّائِمُ إِلَى أَنْ يَتَبَيَّنَ ضِيَاءُ الصَّبَاحِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ
، وَعَبَّرَ عَنْ ذَلِكَ بِالْخَيْطِ الْأَبْيَضِ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ ، وَرَفَعَ
اللَّبْسَ بِقَوْلِهِ : “مِنَ الْفَجْرِ”
Allah Swt.
memperbolehkan pula makan dan minum di samping boleh menggauli istri dalam
malam mana pun yang disukai oleh orang yang berpuasa, hingga tampak jelas
baginya cahaya waktu subuh dari gelapnya malam hari. Hal ini diungkapkan di
dalam ayat dengan istilah 'benang putih' yang berbeda dengan 'benang hitam',
kemudian pengertian yang masih misteri ini diperjelas dengan firman-Nya: “مِنَ الْفَجْرِ”
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: أُنْزِلَتْ: {وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ}
وَلَمْ يُنزلْ {مِنَ الْفَجْرِ} وَكَانَ رِجَالٌ إِذَا أَرَادُوا الصَّوْمَ، رَبَطَ
أحدُهم فِي رِجْلَيْهِ الْخَيْطَ الْأَبْيَضَ وَالْخَيْطَ الْأَسْوَدَ، فَلَا يَزَالُ
يَأْكُلُ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُ رُؤْيَتَهُمَا، فَأَنْزَلَ اللَّهُ بَعْدُ: {مِنَ
الْفَجْرِ} فَعَلِمُوا أَنَّمَا يَعْنِي: اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
dari Sahl ibnu Sa'd yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut ini
diturunkan: Dan makan minumlah hingga jelas bagi kalian benang putih dari
benang hitam. (Al-Baqarah: 187) Sedangkan kelanjutannya masih belum diturunkan,
yaitu firman-Nya: Yaitu fajar. (Al-Baqarah: 187) Maka orang-orang apabila
hendak berpuasa, seseorang dari mereka mengikatkan benang putih dan benang
hitam pada kakinya; dia masih tetap makan dan minum hingga tampak jelas baginya
kedua benang itu. Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Yaitu fajar. (Al-Baqarah:
187) Maka mengertilah mereka bahwa yang dimaksud dengan istilah benang
putih dan benang hitam ialah malam dan siang hari.[Bukahri]
PENGERTIAN FAJAR MENURUT SUNAH :
إِنَّمَا ذَلِكَ بَيَاضُ النَّهَارِ وَسَوَادُ اللَّيْلِ " .
Sesungguhnya yang dimaksud dengan demikian itu hanyalah TERANGNYA SIANG HARI DAN GELAPNYA MALAM HARI'."
[Imam Ahmad]
فَعَلِمُوا أَنَّمَا يَعْنِي: اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
Maka mengertilah
mereka bahwa yang dimaksud dengan ISTILAH BENANG PUTIH DAN BENANG HITAM
IALAH MALAM DAN SIANG HARI.
[Bukhari]
إِنَّمَا ذَلِكَ بَيَاضُ النَّهَارِ وَسَوَادُ اللَّيْلِ"
Sesungguhnya yang
di maksud itu adalah “TERANGNYA SIANG HARI DAN GELAPNYA MALAM HARI ” [
Bukhari ]
بَلْ هُوَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ"
“bahkan yang di
maksud itu adalah : GELAPNYA MALAM HARI DAN TERANGNYA SIANG HARI [ Bukhari ]
تسحَّرْنا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ النَّهَارُ إِلَّا أَنَّ الشَّمْسَ لَمْ تَطْلُعْ
Kami makan sahur bersama Rasulullah
Saw., maka hari pun mulai pagi, hanya matahari belum terbit. [Imam Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah]
"لَا يَمْنَعُكُمْ أذانُ بِلَالٍ عَنْ سَحُوركم،
فَإِنَّهُ يُنَادِي بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا أَذَانَ ابْنِ
أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ"
Jangan sampai azan (pertama) Bilal
mencegah kalian dari sahur kalian, karena sesungguhnya dia menyerukan azannya
di malam hari. Untuk itu makan dan minumlah kalian hingga kalian mendengar azan
yang diserukan Ibnu Ummi Maktum, karena sesungguhnya dia tidak menyerukan
azannya sebelum fajar (subuh) terbit [
Imam Ahmad ]
"لَيْسَ الفجرُ
الْمُسْتَطِيلُ فِي الْأُفُقِ وَلَكِنَّهُ الْمُعْتَرِضُ الْأَحْمَرُ" .
[Fajar itu bukanlah sinar yang memanjang
di ufuk, melainkan sinar merah yang melintang.] [ Bukhari ]
"كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا يَهِيدَنَّكُمْ السَّاطِعُ
الْمُصْعِدُ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَعْتَرِضَ لَكُمُ الْأَحْمَرُ"
Makan dan minumlah kalian, dan jangan
sekali-kali kalian teperdaya oleh sinar yang naik (memanjang), maka makan dan
minumlah kalian sebelum tampak cahaya merah yang melintang bagi kalian. [ Abu
Daud, Thurmidzi ]
لَا يَغُرَّنَّكُمْ نِدَاءُ بِلَالٍ وَهَذَا الْبَيَاضُ
حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ، أَوْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ".
Jangan sekali-kali kalian teperdaya oleh
seruan Bilal dan sinar putih ini, sebelum fajar menyingsing atau sinar merah
tampak [ Ibnu Jarir Attabari ]
"لَا يَمْنَعُكُمْ مِنْ سَحُوركم أَذَانُ بِلَالٍ
وَلَا الْفَجْرُ الْمُسْتَطِيلُ، وَلَكِنَّ الْفَجْرَ الْمُسْتَطِيرَ فِي الْأُفُقِ"
Jangan sekali-kali kalian berhenti
dari sahur kalian karena azan Bilal dan jangan pula karena fajar yang
memanjang, tetapi fajar itu ialah sinar yang melebar di ufuk timur. [ Ibnu
Jarir ]
"الْفَجْرُ فَجْرَانِ، فَالذِي كَأَنَّهُ ذَنْبُ
السِّرْحَانِ لَا يُحَرِّم شَيْئًا، وَأَمَّا الْمُسْتَطِيرُ الذِي يَأْخُذُ الْأُفُقَ،
فَإِنَّهُ يُحِلُّ الصَّلَاةَ وَيُحَرِّمُ الطَّعَامَ"
Fajar itu ada dua macam, FAJAR
YANG BENTUKNYA SEPERTI EKOR SERIGALA tidak mengharamkan sesuatu pun.
Sesungguhnya fajar yang benar adalah yang BENTUKNYA MELEBAR DAN MEMENUHI UFUK
(TIMUR), maka fajar inilah yang membolehkan salat Subuh dan mengharamkan
makanan. [ Ibnu Jarir ] .” (HR. Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Keduanya
menyatakan shahih sebagaimana dalam kitab Bulughul Maram)
RUKHSANYA SAHUR BERDASARKAN NASH ;
وَفِي إِبَاحَتِهِ تَعَالَى جَوَازَ الْأَكْلِ إِلَى
طُلُوعِ الْفَجْرِ ، دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ السُّحُورِ ; لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ
الرُّخْصَةِ ، وَالْأَخْذُ بِهَا مَحْبُوبٌ ; وَلِهَذَا وَرَدَتِ السُّنَّةُ الثَّابِتَةُ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحَثِّ عَلَى السُّحُورِ
Ketetapan Allah Swt. yang membolehkan seseorang makan sampai fajar
terbit menunjukkan sunat bersahur, KARENA SAHUR TERMASUK KE DALAM BAB
RUKHSAH, dan mengamalkannya merupakan hal yang dianjurkan. Karena itulah di
dalam sunnah Rasul Saw. terdapat anjuran bersahur.
" تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةٌ "
“Bersahurlah kalian, karena sungguh dalam sahur ada barokah”[
Muslim]”
“" إِنَّ فَصْلَ
مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ " .
Yang membedakan puasa kita dan puasa Ahlul Kitab adalah “ Makan Sahur” [Bukhari ]
" السَّحُورُ
أَكْلُهُ بَرَكَةٌ ; فَلَا تَدَعُوهُ ، وَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَجْرَعُ جُرْعَةً
مِنْ مَاءٍ ، فَإِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ
Sahur adalah makanan yang mengandung berkah, maka janganlah
kalian melewatkannya, sekalipun seseorang di antara kalian hanya meminum
seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk
orang-orang yang makan sahur. [ Imam Ahmad ]
PEMBAHASAN MASA SAHUR
عَنْ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ
قَامَ إِلَى الصَّلاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ
خَمْسِينَ آيَةً
.
“Kami sahur bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, kemudian beliau bangkit untuk shalat.” Aku berkata, “Berapa lama antara
azan dan sahurnya,” Beliau berkata, “sekedar (membaca) 50 ayat.”[ Bukhari ]
والذي يستفاد من حديث زيد بن ثابت رضي الله عنه
استحباب تأخير السحور وليس استحباب الإمساك قبل الفجر بمدة .
Pelajaran yang dapat diambil dari hadits Zaid bin Tsabit radhiallahu
anhu adalah sunahnya mengakhirkan sahur, bukan sunahnya menahan makan dan minum
sebelum fajar dalam masa waktu tersebut.
. وإنما هو إخبار عن وقت السحور
فقط .
Sesungguhnya hadits itu mengabarkan tentang waktu
sahur tersebut. [Ibnu
Katsir ]
"فَأَبَاحَ الْجِمَاعَ وَالأَكْلَ وَالشُّرْبَ
فِي لَيَالِي الصَّوْمِ مِنْ أَوَّلِهَا إلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ , ثُمَّ أَمَرَ بِإِتْمَامِ
الصِّيَامِ إلَى اللَّيْلِ" اهـ . قاله أبو بكر الجصاص في "أحكام القرآن"
(1/265[
Dia
membolehkan berjimak, makan dan minum pada malam-malam puasa, dari awal
malam hingga terbit fajar. Kemudian Dia memerintahkan untuk menyempurnakan
puasa hingga malam. Dikatakan oleh Abu Bakar Al-Jashash dalam Ahkamul Quran, 1/265.
وروى البخاري
(1919) ومسلم (1092) عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ بِلالا كَانَ يُؤَذِّنُ
بِلَيْلٍ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bukhari (1919) dan Muslim (1092)
meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha bahwa Bilal melakukan azan di
malam hari, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ
أُمِّ مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi
Maktum azan, karena beliau tidak azan sampai fajar (sodiq) telah terbit. An-Nawawi berkata dalam Al-Majmu,
6/406,
"اتَّفَقَ أَصْحَابُنَا وَغَيْرُهُمْ مِنْ
الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّ السَّحُورَ سُنَّةٌ , وَأَنَّ تَأْخِيرَهُ أَفْضَلُ ، وَدَلِيلُ
ذَلِكَ كُلُّهُ الأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ ,
“Para ulama dari kalangan
kami (mazhab Syafii) dan ulama lainnya sepakat bahwa sahur itu sunah, dan
mengakhirkannya lebih utama. Dalil semua itu adalah hadits-hadits yang shahih.
وَلأَنَّ فِيهِمَا ( يعني السحور وتأخيره
) إعَانَةً عَلَى الصَّوْمِ , وَلأَنَّ فِيهِمَا مُخَالَفَةً لِلْكُفَّارِ
Juga karena pada hal tersebut (mengakhirkan
sahur) membantu seseorang untuk berpuasa juga sebagai pembeda dengan orang
kafir
. . وَلأَنَّ مَحَلَّ الصَّوْمِ هُوَ النَّهَارُ
فَلا مَعْنَى لِتَأْخِيرِ الْفِطْرِ وَالامْتِنَاعِ مِنْ السَّحُورِ فِي آخِرِ اللَّيْلِ
" اهـ .
Juga karena waktu puasa adalah siang
hari. Maka tidak ada nilainya orang yang menunda berbuka dan tidak melakukan sahur
di akhir malam.”
"لا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلوا الْإِفْطَارَ
وأخَّروا السُّحُورَ"
DALIL DALIL AKHIRNYA SAHUR
Umatku masih tetap dalam keadaan baik
selagi mereka menyegerakan berbuka (puasa) dan mengakhirkan makan sahur(nya)
Hadits maushul yang diriwayatkan dari Al-Husain bin Waqid
dari Abu Umamah, ia berkata
أقيمت الصلاة والإناء في يد عمر قال أشربها يا رسول
الله قال نعم فشربها
“PERNAH IQAMAH DIKUMANDANGKAN sedangkan bejana masih di
tangan Umar (bin Khaththab) radliyallaahu ‘anhu. Dia bertanya kepada Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam : Apakah aku boleh meminumnya?”. Beliau menjawab
: “Boleh”. Maka Umar pun meminumnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir 3/527/3017
dengan dua sanad darinya; shahih]
Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
إذا سمع أحدكم النداء والإناء على يده فلا
يضعه حتى يقضي حاجته منه
“Jika
salah seorang kalian mendengar panggilan (adzan) sedangkan bejana (minumnya)
ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga menunaikan
keinginannya dari bejana (tersebut)” [Diriwayatkan oleh Ahmad no. 10637
dan Abu Dawud no. 2350 dengan sanad hasan; lihat Al-Jaami’ush-Shahiih 2/418-419
oleh Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i].
Asy-Syaikh Abdullah bin Abdirrahman
Aali Bassam dalam Taisirul-‘Allam Syarh ‘Umdatil-Ahkaam (1/569-570 no. 177)
mengatakan bahwa adzan yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah iqamat.
Iqamat disebut juga dengan adzan sebagaimana hadits :
عن عبد الله بن مغفل المزني أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم قال : بين كل أذانين صلاة - ثلاثا - لمن شاء.
Dari ‘Abdullah bin Mughaffal
Al-Muzanniy : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda : “Diantara dua adzan ada shalat – beliau mengatakannya tiga
kali – bagi siapa saja yang ingin melakukannya” [Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari no. 624, Muslim no. 838, Ad-Daarimiy no. 1480, dan Ibnu Hibbaan no.
1559-1561].
Hadits yang dikeluarkan oleh
Ishaq dari Abdullah bin Mu’aqal dari Bilal, ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أوذنه لصلاة
الفجر , و هو يريد الصيام , فدعا بإناء فشرب , ثم ناولني فشربت , ثم خرجنا إلى الصلاة
“Aku
pernah mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk adzan shalat shubuh,
padahal beliau akan berpuasa. Kemudian beliau meminta segelas air untuk minum.
Setelah itu beliau mengajakku untuk minum dan kami keluar untuk shalat”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir no. 3018 dan 3019, Ahmad 6/12 no. 23935, dan
perawi-perawinya tsiqaat, para perawi Al-Bukhari dan Muslim.
Muthi’ bin Rasyid meriwayatkan :
Telah menceritakan kepada kami Taubah Al-Anbariy bahwa ia mendengar Anas bin
Malik berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
" أنظر من في المسجد فادعه , فدخلت - يعني - المسجد , فإذا أبو بكر و عمر فدعوتهما
, فأتيته بشيء , فوضعته بين يديه , فأكل و أكلوا , ثم خرجوا , فصلى بهم رسول الله صلى
الله عليه وسلم صلاة الغداة"
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda : “Lihatlah, siapa yang berada di masjid. Panggillah ia
!”. Kemudian aku (Anas) masuk masjid dan aku dapati Abu Bakr dan ‘Umar.
Kemudian aku memanggil mereka, lalu aku bawakan suatu makanan dan aku letakkan
di depan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kemudian beliau makan bersama
mereka, setelah itu mereka keluar. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
shalat bersama mereka, yaitu shalat shubuh” [Diriwayatkan oleh
Al-Bazzar no. 993]
Qais bin Rabi’ meriwayatkan dari
Zuhair bin Abi Tsabit Al-A’maa dari Tamim bin ‘Iyaadl dari Ibnu ‘Umar ia
berkata :
كان علقمة بن علاثة عند رسول الله صلى الله
عليه وسلم , فجاء بلال يؤذنه بالصلاة , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : رويدا
يا بلال ! يتسحر علقمة, وهو يتسحر برأس
Alqamah bin Alatsah pernah
bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kemudian datanglah Bilal untuk
mengumandangkan adzan. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Tunggu sebentar wahai Bilal ! Alqamah sedang makan sahur. – Dan ia
(‘Alqamah) baru mulai makan sahur ” [Diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi no.
2010 dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir] [Artinya tak selamanya Bilal itu Adzan pertama]
Diriwayatkan dari Syuhaib bin
Gharqadah Al-Bariqi dari Hiban bin Harits ia berkata :
تسحرنا مع علي بن أبي طالب رضي الله عنه
, فلما فرغنا من السحور أمر المؤذن فأقام الصلاة
“Kami pernah makan sahur bersama ‘Ali bin Abi Thalib
radliyallaahu ‘anhu. Maka ketika kami telah selesai makan sahur, ia (‘Ali)
menyuruh muadzin untuk iqamat” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam
Syarh Ma’anil-Atsar 1/106 dan Al-Muhlis dalam Al-Fawaid Al-Munthaqah 8/11/1].
وَحَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى،
قَالَ: أَخْبَرَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ اللَّيْثِيُّ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ،
عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ عَلَى الطَّعَامِ،
فَلا يَعْجَلْ عَنْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ وَإِنْ أُقِيمَتِ الصَّلاةُ ".
Telah menceritakan kepada kami Yuunus bin
‘Abdil-A’laa, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Anas bin ‘Iyaadl
Al-Laitsiy, dari Muusaa bin ‘Uqbah, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda : “Apabila kalian sedang makan, maka janganlah tergesa-gesa
hingga ia menyelesaikan hajatnya, meskipun shalat telah ditegakkan (iqaamah)”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 1986;
shahih].
Atsar Ibnu Mas’uud radliyallaahu ‘anhu.
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ،
عَنْ جَبَلَةَ بْنِ سُحَيْمٍ، عَنْ عَامِرِ بْنِ مَطَرٍ، قَالَ: " أَتَيْتُ عَبْدَ
اللَّهِ فِي دَارِهِ فَأَخْرَجَ لَنَا فَضْلَ سُحُورِهِ فَتَسَحَّرْنَا مَعَهُ فَأُقِيمَتِ
الصَّلَاةُ فَخَرَجْنَا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ "
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’aawiyyah,
dari Asy-Syaibaaniy, dari Jabalah bin Suhaim, dari ‘Aamir bin Mathar, ia
berkata : “Aku mendatangi ‘Abdullah di rumahnya, lalu ia menyuguhi kami
kelebihan makan sahurnya, lalu kami pun sahur bersamanya. Setelah itu shalat
diiqamati, maka kami pun keluar dan shalat bersamanya” [Diriwayatkan
Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9024].
Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu makan sahur bersamaan
dengan terbitnya fajar, dan kemudian melanjutkannya hingga selesai, lalu
mendatangi masjid dalam keadaan shalat telah ditegakkan. Ada kisah lain yang
menguatkan dari Hudzaifah radliyallaahu ‘anhu :
حَدَّثَنَا هَنَّادٌ، وَأَبُو السَّائِبِ،
قَالا: ثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيِّ،
عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ حُذَيْفَةَ إِلَى الْمَدَائِنِ فِي رَمَضَانَ،
فَلَمَّا طَلَعَ الْفَجْرُ، قَالَ: هَلْ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ آكِلٍ، أَوْ شَارِبٍ؟
قُلْنَا: أَمَّا رَجُلٌ يُرِيدُ أَنْ يَصُومَ فَلا. قَالَ: لَكِنِّي، قَالَ: ثُمَّ
سِرْنَا حَتَّى اسْتَبْطَأْنَا الصَّلاةَ، قَالَ: هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يُرِيدُ أنْ
يَتَسَحَّرَ؟ قَالَ: قُلْنَا أَمَّا مَنْ يُرِيدُ الصَّوْمَ فَلا. قَالَ: لَكِنِّي
! ثُمَّ نَزَلَ فَتَسَحَّرَ، ثُمَّ صَلَّى "
Telah menceritakan kepada kami Hannaad dan
Abus-Saaib, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy,
dari Ibraahiim At-Taimiy, dari ayahnya, ia berkata : Aku pernah keluar safar
bersama Hudzaifah ke negeri Madaain pada bulan Ramadlaan. Ketika fajar terbit,
ia berkata : “Apakah ada di antara kalian yang hendak makan atau minum ?”. Kami
menjawab : “Adapun orang yang hendak berpuasa, maka tidak ada”. Ia berkata :
“Akan tetapi aku (akan makan dan minum)”. Kemudian kami melanjutkan
perjalanan hingga melambatkan shalat. Hudzaifah kembali berkata :
“Apakah ada di antara kalian yang hendak sahur ?”. Kami berkata : “Adapun orang
yang hendak berpuasa, maka tidak ada”. Ia berkata : “Akan tetapi aku mau
makan sahur”. Kemudian ia berhenti dan makan sahur, lalu melaksanakan shalat”
[Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy dalam Jaami’ul-Bayaan, 3/518 no. 2999].
عَنْ أَبِيْ الطُّفَيْلِ أَنَّهُ تَسَحَّرَ
فِي أَهْلِهِ فِي الْجَبَّانَةِ، ثُمَّ جَاءَ إلَى حُذَيْفَةَ وَهُوَ فِي دَارِ الْحَارِثِ
بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ، فَوَجَدَهُ: فَحَلَبَ لَهُ نَاقَةً فَنَاوَلَهُ، فقَالَ: إنِّي
أُرِيدُ الصَّوْمَ، فقَالَ: وَأَنَا أُرِيدُ الصَّوْمَ فَشَرِبَ حُذَيْفَةُ وَأَخَذَ
بِيَدِهِ فَدَفَعَ إلَى الْمَسْجِدِ حِينَ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ
Dari Abuth-Thufail : Bahwasannya ia pernah sahur
bersama keluarganya di Al-Jabbaanah. Kemudian ia mendatangi Hudzaifah yang
waktu itu berada di rumah Al-Haarits bin Rabii’ah. Ia pun mendapatinya, lalu
diperaskan untuknya susu onta betina, dan diberikan kepadanya. Abuth-Thufail
berkata : “Sesungguhnya aku berniat akan berpuasa”. Hudzaifah berkata : “Aku
pun berniat akan berpuasa”. Kemudian Hudzaifah meminumnya dan ia
(Abuth-Thufail) mengambilnya dengan tangannya (ikut minum). Lalu mereka pun
berjalan menuju masjid ketika shalat telah ditegakkan” [Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Syaibah, 3/10 no. 9028; sanadnya hasan]
ربما شربت بعد قول المؤذن - يعني في رمضان
-:"قد قامت الصلاة".
“terkadang Aku minum Sesudah perkataan Muaddzin [ di
Bulan Ramadhan ] Qad Qaamatisholah” *
(*) الخبر : 3000- هذا إسناد صحيح متصل أيضًا .أبو بكر
: هو ابن عياش ، وقد مضى مرارا ، منها : 2150 . وهذا الإسناد صريح في سماعه من
الأعمش ، ورؤيته إياه يفعل ما حكى من سحوره بعد الأذان .وقال الحافظ في الفتح 4 :
117"وذهب جماعة من الصحابة ، وبه قال الأعمش من التابعين ، وصاحبه أبو بكر بن
عياش - : إلى جواز السحور إلى أن يتضح الفجر" .وقال أيضًا : "وقد روى
ابن أبي شيبة وعبد الرزاق - ذلك عن حذيفة ، من طرق صحيحة" .وانظر لهذه
المسألة - المحلى لابن حزم ، في المسألة : 756 (ج 7 ص 229-235) . وسيأتي مزيد تخريج
، عند حديثه المرفوع : 3011-3013 ، إن شاء الله .
Ibnu Hajar Astqalany :
: مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ مَا أُحْدِثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ
إِيقَاعِ الْأَذَانِ الثَّانِي قَبْلَ الْفَجْرِ بِنَحْوِ ثُلُثِ سَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ
، وَإِطْفَاءِ الْمَصَابِيحِ الَّتِي جُعِلَتْ عَلَامَةً لِتَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ
عَلَى مَنْ يُرِيدُ الصِّيَامَ زَعْمًا مِمَّنْ أَحْدَثَهُ أَنَّهُ لِلِاحْتِيَاطِ
فِي الْعِبَادَةِ وَلَا يَعْلَمُ بِذَلِكَ إِلَّا آحَادُ النَّاسِ ، وَقَدْ جَرَّهُمْ
ذَلِكَ إِلَى أَنْ صَارُوا لَا يُؤَذِّنُونَ إِلَّا بَعْدَ الْغُرُوبِ بِدَرَجَةٍ لِتَمْكِينِ
الْوَقْتِ زَعَمُوا ، فَأَخَّرُوا الْفِطْرَ ، وَعَجَّلُوا السُّحُورَ ، وَخَالَفُوا
السُّنَّةَ ، فَلِذَلِكَ قَلَّ عَنْهُمُ الْخَيْرُ وَكَثُرَ فِيهِمُ الشَّرُّ ، وَاللَّهُ
الْمُسْتَعَانُ .
“Termasuk bid’ah yang munkar adalah apa yang
terjadi di jaman ini (jamannya Ibnu Hajar) yaitu adanya pengumandangan adzan
kedua tiga perempat jam sebelum waktu fajar bulan Ramadlan. Serta memadam
lampu-lampu sebagai pertanda telah datangnya waktu haram untuk makan dan minum
bagi yang berpuasa keesokan harinya. Orang yang berbuat seperti ini beranggapan
bahwa hal itu dimaksudkan untuk berhati-hati dalam beribadah, sebab yang
mengetahui persis batas akhir sahur hanya segelintir manusia. Sikap hati-hati
yang demikian, juga menyebabkan mereka tidak diijinkan untuk berbuka puasa
kecuali setelah matahari terbenam beberapa saat agar lebih mantap lagi (menurut
anggapan mereka). Akibatnya mereka suka mengakhirkan waktu berbuka puasa, suka
mempercepat waktu sahur, dan suka menyalahi Sunnah. Oleh sebab itulah mereka
sedikit mendapatkan kebaikan, tetapi banyak mendapatkan keburukan”
[Fathul-Baariy, 4/199].
هلك المتنطعون قالها ثلاثا
“Telah
binasa orang-orang terdahulu yang berlebih-lebihan” – beliau mengatakannya tiga
kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Imsak yang dikumandangkan oleh kalangan Fuqaha tertentu merupakan kebatilan yang dapat menghilangkan barokahnya akhir sahur,, padahal mestinya akhir sahur itu menjadi lebih diutamakan , bukan justru menutup akhir sahur dengan Imsak, jelas penetapan Imsak dengan alasan Ikhtiyat, sama halnya dengan menghilangkan barokahnya sahur yang hanya pada Akhir sahur. Alasan Ikhtiyat [ Kehati hatian, sama halnya dengan tidak hati hati dan menjauhkan umat dari sunah sebenarnya ....Bekasi Tagl 25 06 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar