Populer

Minggu, 14 Oktober 2018

Syarah Tarjih Muhammadiyah Bab Thahara*


*
_*KITAB THAHARAH*



Oleh Zulkarnain El Madury

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (المائدة: 6)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak melaksanakan sholat, basuhlah (cucilah) mukamu, tanganmu sampai ke siku, usaplah kepalamu dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki. Dan jika kamu berjunub maka bersuci (mandi) lah. Dan jika kamu sakit atau bepergian atau salah seorang diantara kamu buang air (buang hajat) atau kamu sentuh wanita (bersetubuh), dan tidak kamu dapati air maka bertayammumlah kamu dengan debu yang bersih maka usaplah mukamu dan tanganmu dengan debu itu”. Allah tidak menginginkan kesempitan kepadamu, tetapi hendak mensucikan kamu dan menyempurnakan ni’matnya kepadamu, supaya kamu bersyukur”. ( Qs. Maidah ayat 6).

*Keterarangan Hadits*

Hadits Utsman bin ‘Affan

حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ.

Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”. (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226).

_*Kedudukan wudhu dalam sholat*_

Wudhu merupakan suatu hal yang tiada asing bagi setiap muslim, sejak kecil ia telah mengetahuinya bahkan telah mengamalkannya. Akan tetapi apakah wudhu yang telah kita lakukan selama bertahun-tahun atau bahkan telah puluhan tahun itu telah benar sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam? Karena suatu hal yang telah menjadi konsekwensi dari dua kalimat syahadat bahwa ibadah harus ikhlas mengharapkan ridho Allah dan sesuai sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Demikian juga telah masyhur bagi kita bahwa wudhu merupakan syarat sah sholat    _( Bahkan hal ini diklaim ijma’oleh An Nawawi rohimahullah [lihat Al Minhaaj Syarh Shohih Muslim oleh An Nawawi rohimahullah hal. 98/III cetakan Darul Ma’rifah, Beirut dengan tahqiq dari Syaikh Kholil Ma’mun Syihaa]_ yang mana jika syarat tidak terpenuhi maka tidak akan teranggap/terlaksana apa yang kita inginkan dari syarat tersebut. Sebagaimana sabda Nabi yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi was sallam,

« لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ »

“Tidak diterima sholat orang yang berhadats sampai ia berwudhu”.[  HR. Bukhori no. 135, Muslim no. 225.]
Demikian juga dalam juga Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada kita dalam KitabNya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”. (QS Al Maidah [5] : 6).
Maka marilah duduk bersama kami barang sejenak untuk mempelajari shifat/tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
*BAB BACA BASMALAH SEBELUM WUDHU*

*_اِذَا تَوَضَأْتَ فَقُلْ: بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحيْم)ِ (1)_*

Apabila kamu hendak berwudhu, maka bacalah: “Bismillahirrahmanirrahim”. (1)
(1) Karena hadits dan Nasa’i dengan sanad yang baik : “Wudlu-lah kamu dengan membaca “Bismillah!”. Ibnu Hadjar menyatakan dalam kitab “Takhrij Ahadits al-Adzkar”, bahwa hadits ini hasan shahih, Imam Nawawi setelah membawakan hadits dari Anas seluruhnya, menyatakan bahwa hadits itu sanadnya baik. Dan menurut hadits: “segala perkara yang berguna, yang tidak di mulai dengan Bismillahirrahmanirrahim itu tidak sempurna.” (Diriwayatkan oleh Abdul-Kadir Arruhawi dari Abu Hurairah ).

*SYARAH BACA MISMILLAH WAKTU WUDHU*

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

_*“Tidak ada shalat bagi yang tidak ada wudhu. Tidak ada wudhu bagi yang tidak membaca bismillah di dalamnya.”*_ (HR. Abu Daud no. 101 dan Ibnu Majah no. 399. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Namun ada komentar dari Imam Nawawi terkait membaca basmalah sebelum wudhu
Imam Nawawi berkata,

وجاء في التسمية أحاديث ضعيفة ، وثبت عن أحمد بن حنبل رحمه الله أنه قال : لا أعلم في التسمية في الوضوء حديثاً ثابتاً

_*Ada beberapa hadits yang membicarakan tentang tasmiyah (sebelum wudhu), namun hadits-hadits tersebut dho’if. Imam Ahmad pernah mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada hadits shahih yang membicarakan tasmiyah ketika wudhu.”*_ (Al Adzkar, 33, cetakan Darut Taqwa)

Berbeda dengan Imam Nawawi Ibnu Hajar Al Asqolani berkata,

والظاهر أن مجموع الأحاديث يحدث منها قوة تدل على أن له أصلاً

_*“Nampak bahwa dilihat dari berbagai macam jalur, hadits yang membicarakan anjuran bismillah saat wudhu saling menguatkan, yang menunjukkan adanya ajaran akan hal itu.”*_ (Talkhisul Habir, 1: 128).
==============================//


*MASALAH NIAT*

مُخْلِصًا نِيَّتَكَ لِلّهِ.(2)

dengan mengikhlaskan niatnya karena Tuhan Allah (2)

(2) لِحَدِيْثِ: اِنَّمَا الاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ..

(2) Karena hadits: “sesuangguhnya pekerjaan itu disertai dengan niyatnya.
==================
*Syarah*

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Menurut Imam Baihaqi, karena tindakan seorang hamba itu terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya, dan niat yang tempatnya di hati adalah salah satu dari tiga hal tersebut dan yang paling utama. Menurut Imam Ahmad adalah, karena ilmu itu berdiri di atas tiga kaidah, di mana semua masalah kembali kepadanya, yaitu:

Pertama, hadits “Innamal a’maalu bin niyyah” (Sesungguhnya amal itu tergantung dengan niat).
Kedua, hadits “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa radd” (Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak kami perintahkan, maka amal itu tertolak).
Ketiga, hadits “Al Halaalu bayyin wal haraamu bayyin” (Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas).”

*MASALAH MEMBASUH TANGAN*

وَاغْسِلْ كَفَّيْكَ ثّلاَثًا (3)

dan basuhlah telapak tanganmu tiga kali (3)

(3) لِحَدِيْثِ حُمْرَانَ: اِنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى اِلَى المِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ اليُسْرَى مِثْلَ ذَالِكَ ثُمَّ مَسَحَ بَرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُمْنَى اِلَى الكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ  ثُمَّ اليُسْرَى مِثْلَ ذَالِكَ. ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ

(3) Karena hadits dari Humran: “Sungguh ‘Utsman telah minta air wudlu, maka dicucinya kedua telapak tanganya tiga kali, lalu berkumur dan mengisap air dan menyemburkan, kemudian membasuhnya tiga kali, lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali dan yang kiri seperti demikian itu pula, kemudian mengusap kepalanya lalau membasuh kakinya yang kanan sampai kepada dua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti itu pula. Lalu berkata : ”Aku melihat Rasulullah s.a.w. wudlu seperti wudlu ini. ”(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
========/============
SYARAH
Bisa juga membasuh dua kali, dua kali sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ

“Dari ‘Abdullah bin Zaid, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu dengan membasuh dua kali, dua kali.” (HR. Bukhari, no. 158)
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

تَوَضَّأَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مَرَّةً مَرَّةً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sekali, sekali.” (HR. Bukhari, no. 157)*

*MASALAH MENGGOSOK GIGI DALAM WUDHU'*

وَاسْتَنَّ باِلاَرَاكِ اَوْ نَحْوِهِ (4)

gosoklah gigimu dengan Kayu arok atau sesamanya. (4)

(4) لِحَدِيْثِ: لَولاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لَاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوءٍ. اَخْرَجَهُ مَالِكٌ وَاَحْمَدُ وَالنَّسَائِى وَصَحَّه.ُ وَ لِحَدِيْثٍ رَوَاهُ البُخَارِىُّ فِى تَارِيْخِهِ وَالطَّبَرَانِىُّ عَنْ اَبِى خَيْرَةَ الصُّبَاحِىِّ رَضِىَاللهُ عَنْهُ: كُنْتُ فِى وَفْدِ عَبْدِ القَيْسِ الَّذِيْنَ وَفَدُوا عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاَمَرَ لَنَا بِاَرَاكٍ فَقَالَ: امْتَاكُوا بِهَذَا.

(4) Karena hadits: ” Kalau aku tidak khawatir akan menyusahkan ummatku, niscaya aku perintahkan kepada mereka bersiwak (menggosok gigi) pada tiap wudlu”. (Diriwayatkan oleh Malik, ahmad dan Nasa’i serta dishahihkannya). Dan karena hadits yang diriwayatkan oleh bukhari dalam tarikhnya dan Thabrani dari Abu Khairah Shubahi r.a.” Dahulu saya termasuk utusan Abdul Qais yang menghadap Rasulullah, maka Rasulullah menyuruh mengambilkan kayu Arok, lalu bersabda:” bersiwaklah dengan ini”.
=================
_*Syarah*_
Para Ahli Fikih tidak pernah membatasi hukum bersiwak dengan ranting kayu al-arok, bahkan mereka menyebutkan bahwa bersiwak bisa terwujud dengan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk membersihkan mulut (gigi), baik berupa ranting yang kaku (bukan lembek) dan yang semisalnya. Ibnu Abdil Barr menuturkan:

وَالسِّوَاكُ الْمَنْدُوبُ إِلَيْهِ : هُوَ الْمَعْرُوفُ عِنْدَ الْعَرَبِ ، وَفِي عَصْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَكَذَلِكَ الْأَرَاكُ وَالْبَشَامُ ، وَكُلُّ مَا يَجْلُو الْأَسْنَانَ.

(Ranting kayu) siwak yang disunnahkan adalah (ranting kayu) yang dikenal di kalangan bangsa Arab dan dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula (ranting kayu) Al-Arok, Al-Basyam dan segala sesuatu yang bisa membersihkan gigi (At-Tamhid (7/201)).
Beliau juga berkata:

وَكُلُّ مَا جَلَا الْأَسْنَانَ ، وَلَمْ يُؤْذِهَا ، وَلَا كَانَ مِنْ زِينَةِ النِّسَاءِ : فَجَائِزٌ الِاسْتِنَانُ بِهِ

Segala sesuatu yang bisa membersihkan gigi dan tidak menyakitinya, maka boleh dipakai untuk menggosok gigi (At-Tamhid 11:213).

An-Nawawi mengatakan:

” وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَسْتَاكَ بِعُودٍ من أراك، وبأي شئ اسْتَاكَ، مِمَّا يُزِيلُ التَّغَيُّرَ: حَصَلَ السِّوَاكُ ، كَالْخِرْقَةِ الْخَشِنَةِ، وَالسَّعْدِ، وَالْأُشْنَانِ “

Disunnahkan bersiwak dengan ranting dari pohon Al-Arok dan dengan segala sesuatu yang bisa digunakan untuk bersiwak berupa sesuatu yang bisa menghilangkan perubahan (bau mulut), maka (hakekatnya dengan itu) sudah diperoleh sunnah bersiwak. (Alat yang bisa digunakan bersiwak tersebut) misalnya secarik kain yang kasar, ranting tumbuhan As-Sa’du dan Al-Asynan (Syarhu Shahih Muslim (3/143)).
Al-‘Iraqi menyatakan:

وَأَصْلُ السُّنَّةِ تَتَأَدَّى بِكُلِّ خَشِنٍ يَصْلُحُ لِإِزَالَةِ الْقَلَحِ [أي صفرة الأسنان].

Pada asalnya Sunnah (dalam masalah bersiwak) adalah bisa terlaksana dengan segala benda kaku yang cocok untuk membersihkan kotoran gigi (yaitu kotoran gigi yang biasanya berwarna kuning) (Tharhu At-Tatsrib (2/67)).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah bertutur:

” وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ السِّوَاكُ عُودًا لَيِّنًا يُطَيِّبُ الْفَمَ وَلَا يَضُرُّهُ ، وَلَا يَتَفَتَّتُ فِيهِ ، كَالْأَرَاكِ وَالزَّيْتُونِ وَالْعُرْجُونِ “

Disunnahkan alat untuk bersiwak (gosok gigi) berupa ranting lembut yang mengharumkan bau mulut (membersihkannya) dan tidak membahayakannya serta tidak mudah terlepas (serabutnya), seperti kayu Al-Arok, Az-Zaitun dan Al-‘Urjun (Syarhu Umdatul Fiqhi: 1/221).
Berkata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin:

ويحصل الفضل بعود الأراك، أو بغيره من كل عود يشابهه

Keutamaan bersiwak bisa didapatkan dengan menggunakan ranting kayu Al-Arok (kaya siwak) atau dengan selainnya dari setiap ranting yang semisalnya (Syarhu Riyadhish Shalihin: 5/226).

*MASALAH BERKUMUR DAN MENGISAP AIR KEHIDUNG*

ثُمَّ تَمَضْمَضْ وَاسْتَنْشِقْ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ وَاسْتَنْثِرْ تَفْعَلُ ذَالِكَ ثَلاَثًا (5)

kemudian berkumurlah dan isaplah air dari telapak tangan sebelah dan berkumurlah; kamu kerjakan yang demikian 3 kali (5)

(5)  لِحَدِيْثِ حُمْرَانَ المُتَقَدِّمِ آنِفًا, وَلِحَدِيْثِ عَلِىٍّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ فِى صِفَةِ الوُضُوءِ: ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَسْتَنْثَرَ ثَلاَثًا. اَخْرَجَهُ اَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِى. وَلِحَدِيْثِ عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدٍ فِى صِفَةِ الوُضُوءِ, ثُمَّ اَدْخَلَ يَدَهُ فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ يَفْعَلُ ذَالِكَ ثَلاَثًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَلِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيْرَةَ: اَمَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَضْمَضةِ وَالاِسْتِنْشَاقِ. رَوَاهُ الدَّارُ قُطْنِىِّ.

. (5) Karena hadits Humran tersebut nomor 3. Dan menurut hadits dari ‘Ali r.a dalam sifatnya wudlu:” kemudian berkumur dan menyemburkannya tiga kali”. (diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i).
=============
*Syarah*
Wajibnya Berkumur-kumur dan Istinsyaq
Berkumur-kumur yang dalam bahasa arabnya Madhmadhah, adalah memasukkan air ke dalam mulut lalu menggerak-gerakkannya di dalam.

Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung dan menghirupnya hingga ke pangkal hidung. Sementara istinsyar, adalah mengeluarkan air dari dalam hidung setelah beristinsyar.

Berkumur-kumur dan beristinsyar adalah bagian dari membasuk wajah yang diperintahkan dalam ayat di atas. Sedangkan membasuh wajah adalah wajib, maka berkumur-kumur dan beristinsyaq juga wajib menurut pendapat yang lebih shahih. (Shahih Fiqih Sunnah: 1/150)

Syaikh Abdurahman bin Nashir al-Sa'di dalam tafsirnya, Taisir al-Kariim al-Rahmaan fii Tafsiir Kalaam al-Mannaan, mengeluarkan dari ayat di atas beberapa faidah hukum yang banyak. Pada urutan ke tujuh, beliau mengatakan: Perintah membasuh wajah. Yaitu yang  didapatkan dari bagian muka, dimulai secara memanjang (meninggi) dari tempat tumbuhnya rambut normal hingga tulang rahang dan dagu, melebarnya dari telinga satu sampai telinga yang lain. Masuk di dalamnya, berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya) yang dijelaskan oleh sunnah. Juga masuk dalam bagiannya, rambut-rambut yang tumbuh padanya. Tapi jika tipis harus menyampaikan air ke kulit, dan jika lebat maka cukup yang nampak saja.

Lebih jelasnya, kami uraikan empat alasan yang mewajibkannya dalam rincian sebagai berikut:

1. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan untuk mencuci wajah, sedangkan mulut dan hidung adalah bagian dari wajah yang bagian dalam. Tidak ada alasan menghususkan wajah bagian luarnya saja, tidak bagian dalamnya. Padahal semua bagian tersebut termasuk wajah, sebagaimana mata, alis, pipi, jidad dan lainnya.

2. Allah memerintah untuk mencuci wajah secara mutlak, sementara Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan dengan perbuatan dan penyampaian. Beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung setiap kali berwudhu. Tidak pernah didapatkan nukilan, beliau meninggalkannya walau pada saat beliau membasuh bagian yang penting-penting saja. Jika perbuatan tersebut untuk melaksanakan suatu perintah, maka hukumnya sama dengan hukum perintah tersebut, yaitu menunjukkan wajibnya. (Lihat: Syarah al-Umdah, Ibnu Taimiyah: 1/178; dan al-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 4/36).

3. Perintah berkumur-kumur disebutkan dalam sejumlah hadits, di antaranya dalam hadits Luqaith bin Shabrah:

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

"Apabila kamu berwudhu, maka berkumur-kumurlah." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah. Dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah: 1/151. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.)

4. Tentang istinsyaq dan istintsar telah diriwayatkan secara shahih dari sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam:
مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ

"Siapa yang berwudhu hendaknya ia beristintsar." (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

وَإِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْعَلْ فِى أَنْفِهِ مَاءً ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ

"Dan apabila salah seorang kamu berwudhu, maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia keluarkan kembali." (HR. al-Bukhari, Muslim, dan selain keduanya)

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ

"Apabila seorang kamu berwudhu hendaknya dia beristinsyaq." (HR. Muslim)

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

"Sempurnakan wudhu dan sela-sela di antara jari-jemari serta bersungguh-sungguhlah dalam memasukkan air ke hidung (istinsyaq) kecuali saat engkau sedang berpuasa." (HR. Ashabus Sunan dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)

*MENYEMPURNAKAN KUMUR KUMUR DAN ISAP*

وَبَالِغْ فِيْهِمَا مَالَمْ تَكُنْ صَائِمًا (6)

sempurnakanlah dalam berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu sedang tidak berpuasa (6);

(6) لِحَدِيْثِ لَقِيْطِ بْنِ صَبُرَةَ: اَسْبِغِ الوُضُوءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الاَصَابِعِ وَبَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ اِلاَّ اَنْ تَكُونَ صَائِمًا. اَخْرَجَهُ الاَرْبَعَةُ وَصَحَّهُ اَبُو هُزَيْمَةَ. وَفِى رِوَايَةِ الدَّوْلاَبِى صَحَّحَ ابْنُ القَطَّانِ اِسْنَادَهَا: اِذَا تَوَضَّأْتَ فَاَبْلِغْ فِى الْمَضْمَضَةِ وَ الاِسْتِنْشَاقِ مَالَمْ تَكُنْ صَائِمًا

 (6) Karena hadits Laqith bin Shaburah: “Sempurnakanlah wudlu, selai‑selailah di antara  jari‑jari dan sempurnakanlah dalam mengisap air, kecuali kamu sedang berpuasa.”, (Diriwayatkan oleh Imam Empat: Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah) dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah). Dan dalam riwayat Daulabi, yang dishahihkan oleh Ibnu Qaththan dalam isnad‑nya: “A­pabila kamu wudlu, maka sem­purnakanlah dalam berkumur dan mengisap air, kecuali kalau kamu berpuasa.)
=================
*Syarah*
Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

“Jika engkau ingin berwudhu, maka berkumur-kumurlah (madh-madha).” (HR. Abu Daud, no. 144. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (istinsyaq), lalu ia keluarkan (istintsar).” (HR. Muslim, no. 237)
Disebut madh-madha, yang dimaksud adalah memasukkan air dalam mulut sambil digerak-gerakkan (berarti berkumur-kumur). Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung.

Yang disunnahkan adalah mubalaghah dalam istinsyaq (serius dalam memasukkan air dalam hidung) artinya menghirup air ke pangkal hidung sebagaimana diterangkan dalam Al-Mughni, 1:147. Dalam hadits diperintahkan,

وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Seriuslah dalam memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud, no. 142; Ibnu Majah, no. 448; An-Nasa’i, no. 114. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Memasukkan air dalam hidung ketika bangun dari tidur lebih ditekankan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلاَثًا ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah berwudhu lalu beristintsar (mengeluarkan air dari hidung, pen.) sebanyak tiga kali karena setan bermalam di batang hidungnya.” (HR. Bukhari, no. 3295 dan Muslim, no. 238)
Cara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,

فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا

“Kemudian ia berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung melalui satu telapak tangan dan hal demikian dilakukan sebanyak tiga kali.” ‘Abdullah bin Zaid mengatakan itulah cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 235)
*MEMBASUH MUKA ATAU WAJAH*

ثُمَّ اغْسِلْ وَجْهَكَ ثَلاَثًا 

kemudian basuhlah mukamu tiga kali (7)

  (7) لِلأَيَةِ المّذْكُورَةِ فِى المُقَدِّمَةِ (فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ) وَلِحَدِيْثِ حُمْرَانَ المُتَقَدِّمِ فِى-3-(ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ).

(7) Karena ayat yang tersebut dalam pendahuluan: basuhlah (cucilah) mukamu: dan hadits Humran tersebut no.3. Kemudian membasuh mukanya tiga kali.
===========/
*SYARAH*
Membasuh Wajah
Membasuh wajah merupakan rukun pertama dari rukun wudhu. Secara lengkap ayat yang membicarakan rukun wudhu adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6).
Yang dimaksud wajah adalah sesuatu yang digunakan untuk berhadapan, yaitu mulai dari tempat tumbuh rambut kepala yang normal memanjang ke bawah hingga dagu, dan melebar dari batas telinga ke telinga. Dagu adalah tempat tumbuhnya jenggot yang berada di bawah wajah.
Anjuran membasuh tiga kali dihukumi sunnah berdasarkan ijmak.

*Membasuh Dagu dan Jenggot*

Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (21: 215) disebutkan bahwa jika jenggotnya tipis, dagu dan kulitnya ikut kebasuh saat berwudhu.

Sedangkan jenggot yang tebal wajib dicuci karena jenggot tersebut tumbuh di bagian yang wajib dibasuh. Adapun di dalam jenggot tebal yaitu dagu dan kulit yang ada di dalamnya tidak wajib dibasuh ketika berwudhu karena sulitnya air masuk di dalamnya. Kita ketahui bahwasanya jenggot Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tebal dan itu sangat sulit dengan satu telapak tangan sesuai kebiasaan beliau untuk membasuh jenggot tebal hingga dagu, umumnya sulit seperti itu.

Hal yang sama disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 35: 228.
Ada hadits dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُخَلِّلُ لِحْيَتَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyela-nyela jenggotnya (ketika berwudhu).” (HR. Tirmidzi, no. 31 dan Ibnu Majah, no. 430. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah menyatakan bahwa hadits-hadits yang menyatakan hadits yang membicarakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyela-nyela jenggot saling menguatkan satu dan lainnya. Menyela-nyela jenggot ada tuntunannya dan hukumnya sunnah. Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak melakukannya terus menerus. (Minhah Al-‘Allam, 1: 183)

Jadi, jenggot dan dagu itu bagian dari wajah yang ikut dibasuh saat wudhu.

*MEMBASUH MUKA ATAU LAINNYA SATU, DUA ATAU TIGA TIDAK BOLEH LEBIH*

Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَمَسَحَ رَأْسَهُ مَرَّةً

Aku melimat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu 3 kali-3kali. Dan beliau mengusap kepada sekali. (HR. Ibnu Majah 451 dan dishahihkan al-Albani).

Sementara untuk anggota wudhu yang diusap, terdapat riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang melakukannnya sekali-sekali, dua kali-dua kali, atau tiga kali-tiga kali.

Sahabat Abu Rafi’ radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ ثَلاَثًا ثَلاَثًا وَمَرَّتَينِ مَرَّتَينِ وَمَرَّةً مَرَّةً

Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu 3 kali-3 kali, 2 kali – 2 kali, dan terkadang sekali-sekali. (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan dishahikan al-Albani dalam Silsilah as-Shahihah 2122)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi batasan, maksimal 3 kali. Lebih dari 3 kali dianggap sebagai kesalahan dan kedzaliman.

Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوءِ، فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا

Ada orang badui datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya tentang cara wudhu. Kemudian beliau ajarkan berwudhu 3 kali-3 kali.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

هَكَذَا الْوُضُوءُ، فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ

Seperti ini cara wudhu yang benar. Siapa yang melebihi 3 kali berarti dia melakukan kesalahan, melampaui batas, dan bertindak dzalim. (HR. Abu Daud 135, Nasai 140 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

_*MASALAH MENGUSAP DUA SUDUT MATA*_

بِمَسِّ المَاءَقَيْنِ (8)

dengan mengusap dua sudut matamu (8)

(8) وَلِحَدِيْثِ اَبُو دَاوُدَ بِاِسْنَادٍ جَيِّدٍ عَنْ اَبِى اُمَامَةَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ المَاقَيْنِ فِى الوُضُوءِ
(8) Menurut hadits Abu Dawud dengan isnad yang baik, dari Abi Umamah: “Rasulullah s.a.w. mengusap dua sudut mata dalam wudlu”. 

*MASALAH MELEBIHKAN MEMBASUHNYA*

وَاِطَالَةِ غَسْلِهِ (9)

dan lebihkanlah membasuhnya (9)

(9) لِمَا ثَبَتَ مِنْ حَدِيْثِ اَبِى هُرَيْرَةَ عِنْدَ مُسْلِمٍ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اَنْتُمُ الغُرُّ الْمُحَجَّلُونَ يَومَ القِيَامَةِ مِنْ اِسْبَاغِ الوُضُوءِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ فَاليُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيْلَهُ

(9) Menurut hadits Abu Hurairah pada riwayat Muslim, bahwa Ra­sulullah s.a.w. bersabda: “Kamu sekalian bersinar: muka, kaki dan tanganmu di hari kernudian. Sebab menyempurnakan wudlu, maka siapa yang mampu diantaramu supaya melebihkan sinarnya”.

*MASALAH MENGGOSOK*

مَعَ الدّلْكِ (10). 

dengan digosok (10)

(10) لِحَدِيْثِ  عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ اَنَّ  النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَجَعَلَ يَقُولُ هَكَذَا, يَدْلُكُ. رَوَاهُ اَحْمَدُ.          
   
(10) Karena hadits Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim, bahwa Rasulullah s.a.w. wudlu, maka beliau mengerjakan demikian, yakni “menggosok”. (Diriwayatkan oleh Ahmad).

*MASALAH MENYELAI ANTARANYA*

وَتَخَلَّل لِـحْيَتَكَ (11)

dan selai-selailah jenggotmu (11);

(11) لِحَدِيْثِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ اَنَّ  النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَخَلَّلُ لْحِيَتَهُ فِى الوُضُوءِ. اَخْرَجَهُ التِّرْمِذِى وَصَحَّحَهُ خُزَيْمَةَ وَالدَّارُ قُطْنِى وَالحَاكِمُ

(11) Karena, hadits ‘Utsman bin ‘Affan, bahwa Rasulullah s.a.w. mensela‑selai janggutnya dalam wudlu. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Daraquthni dan Hakim).
*MEMBASUH KEDUA TANGAN*

ثُمَّ اغْسِلْ يَدَيْكَ مَعَ المِرْفَقَيْنِ بِالدَّلْكِ ثَلاَثًا (12)

kemudian basuhlah (kedua) tanganmu  dan kedua sikumu dengan digosok tiga kali (12)

(12) لِلآيَةِ السَّابِقَةِ (وَاَيْدِيَكُمْ اِلَى المَرَافِقِ), وَلِحَدِيْثِ حُمْرَانَ المُتَقَدِّمِ فِى-3- (ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ اليُمْنَى اِلَى المِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ اليُسْرَى مِثْلَ ذَالِكَ). وَلِحَدِيْثِ عَبْدِالله بْنِ زَيْدِبْنِ عَاصِمٍ آنِفًا. وَحَدِيْثِهِ اَيْضًا قَالَ: اِنَّ  النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اُتِىَ بِثُلُثَىْ مُدٍّ فَجَعَلَ يَدْلُكُ ذِرَاعَيْهِ اَخْرَجَهُ اَحْمَدُ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ.

 (12) Karena ayat dalam pendahuluan: Dan tanganmu sampai ke siku. Dan hadits Humran himpunan putusan majlis tarjih no. 3 Lalu membasuh tangannya yang kanan sampai sikunya tiga kali, dan yang kiri seperti itu pula. Dan karena hadits dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim tersebut no. 10 dan haditsnya ju­ga bahwa Nabi s.a.w. diberi air dua pertiga mud (±1,5 liter) lalu menggosok dua lengannya. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).

*MASALAH MENYELAI ANTARA JARI JARI*

وَخَلِّلِ الاَصَابِعَ (13)

dan selai-selailah jari-jarimu (13),

(13) لِحَدِيْثِ لَقِيْطِ بْنِ صَبُرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-6-(وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ)

(13) Karena hadits Laqith tersebut no. 6: Sela‑selailah di antara jari-jari.

*MELEBIHKAN MEMBASUH KEDUA TANGAN*

مَعَ اِطَالَةِ غَسْلِهَمَا (14)
dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu

(  14) وَلِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيْرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-9- (فَلْيُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيْلَهُ)

 (14) Menurut hadits Abu Hurairah tersebut nomor 9: supaya melebihkan sinar muka, tangan dan kaki. 

*MULAI DENGAN TANGAN KANAN*

وَابْدَأْ بِالْيُمْنَى (15)

mulai tangan kanan (15);

(15) لِمَا وُرِىَ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ التَّيَامُنَ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
(15) Menurut yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah, telah berkata: bahwa Rasulullah s.a.w. suka men­dahulukan kanannya, dalam memakai sandalnya, bersisirnya, bersucinya dan dalam segala. hal‑nya. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

*MENGUSAP UBUN*

ثُمَّ امْسَحْ بِرَأْسِكَ (16)
lalu usaplah ubunmu dan atas surbanmu (16);

  (16) لِلآيَةِ (وَامْسَحُوا بِرُؤُسِكُمْ) وَلِحَدِيْثِ حُمْرَانَ المُتَقَدِّمِ فِى-3-(ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ).
(16) Karena ayat: dan usaplah kepalamu, dan hadits Humran tersebut nomor 3: kemudian mengusap kepalanya. 

*MENJALANKAN KEDUA TELAPAK TANGAN*

اَوْ بِنَاصِيَتِكِ وَعَلَى العِمَامَةِ (17)

dengan menjalankan kedua telapak tangan (17)

(17) وَلِحَدِيْثِ المُغِيْرَةِ عِنْدَ مُسْلِمٍ وَاَبِى دَاوُدَ وَ التِّرْمِذِىِّ اَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِِ.

(17) Menurut hadits Mughirah pada riwayat Muslim Abu Dawud dan Tirmidzi, bahwa Nabi s.a.w.berwudlu lalu mengusap ubun-ubun dan atas surbannya.

*MEMUTAR TANGAN DARI UJUNG KEPALA HINGGA TENGKUK*

بِاِمْرَارِ اليَدَيْنِ مِنْ مُقَدَّمِهِ اِلَى القَفَا وَرَدِّهِمَا اِلَيْهِ (18)

dari ujung muka kepala sehingga tengkuk dan di kembalikan lagi pada permulaan (18);

(18) لِحَدِيْثِ  عَبْدِاللهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ فِى صِفَةِ الوُضُوءِ قَالَ: وَبَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا اِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا اِلَى المَكَانِ الَّذِى بَدَأَ مِنْهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

(18) Karena hadits Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim dalam sifat wudlu, ia berkata: “Dan memulai dengan permulaan kepalanya se­hingga menjalankan kedua tangannya sampai pada tengkuknya, kemudian mengembalikanya pada tempat memulainya.” (Diriwayatkan oleh Bukhad dan Muslim).

*MENGUSAP KEDUA TELINGA*

ثُمَّ امْسَحِ الاُذُنَيْنِ ظَاهِرَهُمَا بِالاِبْهَامَيْنِ وَبَاطِنَهُمَا بِالسَّبَّابَتَيْنِ (19)

kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah dalamnya dengan telunjuk (19)

(19) لِحَدِيْثِ  عَبْدِاللهِ بْنِ عُمَرَ فِى صِفَةِ الوُضُوءِ قَالَ:ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَ اَدْخَلَ اِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَتَيْنِ فِى اُذُنَيْهِ وَمَسَحَ بِاِبْهَامَيْهِ عَلَى ظَاهِرِ اُذُنَيهِ. اَخْرَجَهُ اَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِى وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ.

(19) Menurut hadits Abdullah bin Umar tentang sifatnya wudlu ia berkata: “Lalu, mengusap kepalanya dan memasukkan kedua telunjuknya pada kedua telinganya dan mengusapkan kedua ibu jari pada kedua telinga yang luar, serta kedua telunjuk mengusapkan pada kedua telinga yang luar serta kedua telunjuk mengusapkan pada kedua telinga yang sebelah dalam”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
*MEMBASUH KEDUA*

ثُمَّ اغْسِلْ رِجْلَيْكَ مَعَ الكَعْبَيْنِ بِالدَّلْكِ ثَلاَثًا (20)

*lalu basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kaki dengan  digosok tiga kali (20)*

(20) لِلآيَةِ (وَاَرْجُلَكُمْ اِلَى الكَعْبَيْنِ ) وَلِحَدِيْثِ حُمْرَانَ المُتَقَدِّمِ فِى-3- ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ اليُمْنَى اِلَى الكَعْبَيْنِ ثُمَّ اليُسْرَى  مِثْلَ ذَالِكَ). وَحَدِيْثِ عَبْدِاللهِ المُتَقَدِّمِ فِى-10-(يَدْلُكُ)

20) Karena melihat ayat: dan cucilah kakimu sampai kedua mata kaki. Dan hadits Humran tersebut no. 3: lalu mencuci kakinya yang kanan sampai kedua mata kaki tiga kali dan yang kiri seperti  demikian itu pula. Dan hadist Abdullah tersebut no. 10: menggosok.  

*SELAI SELAI JARI JARI KAKI

وَخَلِّلِ الاَصَابِعَ مَعَ اِطَالَةِ غَسْلِهِمَا (21)

_*dan selai-selailah jari-jari kakimu dengan melebihkan membasuh keduanya (21)*_

(21) َلِحَدِيْثِ لَقِيْطِ بْنِ صَبُرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-6-(وَخَلَّلَ بَيْنَ الاَصَابِعِ). وَحَدِيْثِ اَبِى هُرَيْرَةَ فِى-9-(فَليُطِلْ غُرَّتَهُ وَتَحْجِيْلَهُ).

(21) Menurut hadits laqith bin Saburah tersebut no.6 : sela‑selailah di antara jari‑jari. Dan hadits Abu Hurairah nomor 9: (supaya melebihkan sinar muka, tangan dan kakinya).

*MULAI DARI KANAN*

وَابْدَأْ بِاليُمْنَى (22)

*dan mulailah dengan yang kanan (22)*

 (22) لِحَدِيْثِ عَائِشَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-15- (كَانَ يُحِبُّ التَّيَامُنَ).

(22) Karena. hadits ‘Aisyah r.a: tersebut nomor 15

*MENYEMPURNAKAN MEMBASUH KAKI*

وَتَعَهَّدْ غَسْلَهُمَا (23)

_*dan sempurnakanlah membasuh kedua kaki itu (23)*_

(23) لِحَدِيْثِ عُمَرَبْنِ الخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ اّنَّ رَجُلاً جَاءَ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ تَوَضَّأَ وَتَرَكَ عَلَى قَدَمَيْهِ مِثْلَ مَوْضِعِ الظُّفْرِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ارْجِعْ فَاَحْسِنِ الوُضُوءَ. قَالَ: فَرَجَعَ فَتَوَضَّاَ فَصَلَّى اَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَاَبُو دَاوُدَ. وَلِحَدِيْثِ: وَيْلٌ لَلاَعْقَابِ مِنَ النَّارِ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ عَنِ ابْنِ عَمْرٍ وَابْنِ العَاصِ.

Rasulullah s.a.w. suka mendahulukan kanannya. (23) Menurut Hadits ‘Umar bin Khathab r.a.: “Sungguh telah datang seorang kepada Nabi s.a.w. ia telah berwudlu tetapi telah meninggalkan sebagian kecil telapak kakinya selebar kuku: maka bersabda Rasulullah s.a.w.: kembali dan perbaikilah wudlumu.” Berkata ‘Umar. “Orang itu lalu kembali berwudlu lalu shalat, ” (Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud) Dan karena hadits: “Neraka Wail itu bagi orang yang tidak sempurna men­cuci tumitnya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu ‘Amer bin ‘Ash).

*MEMBACA DOA SESUDAH WUDHU*

ثُمَّ قُلْ: أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ الاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ (24)

_*kemudian ucapkan “Asyhadu alla-ila-ha-ilallah wahdahu-la-syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu-wa rasu-luh (24)”.*

(24) لِمَا رَوَى عُمَرُبْنُ الخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اَنَّهُ قَالَ آنِفًا: مَا مِنْكُمْ مِنْ اَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الوُضُوءَ ثُمَّ يَقُوْلُ: لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُولُهُ, اِلاَّ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ اَيِّهَا شَاءَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَ اَحْمَدُ وَ اَبُو دَاوُدَ.

(24) Menurut hadits dari ‘Umar bin Khathab r.a. bahwa dia telah berkata: Nabi s.a.w. tadi bersabda: “Tidak ada seorang dari kamu yang berwudlu dengan sempurna lalu mengucapkan: Asyhadu alla‑ ila‑ha illa‑Ilahu-wa-asyhadu anna- Muhammadan ‘abduhu‑wa rasu‑luh” melainkan akan dibukakanlah baginya pintu Syurga yang delapan, yang dapat dimasuki dari mana yang ia hendaki”. (Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan Abu Dawud).
=============
*SYARAH*
Ke dua, Membaca Doa Selesai Berwudhu
Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُسْبِغُ الْوَضُوءَ ثُمَّ يَقُولُ: أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ إِلَّا فُتِحَتْ لَهُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ الثَّمَانِيَةُ يَدْخُلُ مِنْ أَيِّهَا شَاءَ

“Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian mengucapkan, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu’ [Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.] kecuali Allah akan bukakan untuknya delapan pintu langit yang bisa dia masuki dari pintu mana saja.” [  HR. Muslim no. 234; Abu Dawud no. 169; At-Tirmidzi no. 55; An-Nasa’i 1/95 dan Ibnu Majah no. 470.]
Di dalam riwayat At-Tirmidzi ada tambahan doa,

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ المُتَطَهِّرِينَ

“Allahummaj ‘alni minat tawwabiina waj’alnii minal mutathohhiriin [Ya Allah jadikanlah aku termasuk hamba-hambaMu yang rajin bertaubat dan menyucikan diri].” [ Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 6046.)
Adapun tambahan doa,

واجعلني من عبادك الصالحين من الذين لا خوف عليهم ولا هم يحزنون

maka tambahan doa dengan lafadz *seperti ini tidak ada asalnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak boleh diamalkan.* Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilali hafizhahullah mengatakan,”Sebagian orang menambahkan, ‘Waj’alni min ‘ibaadika ash-shalihin‘. Tambahan ini tidak ada asalnya sebagaimana yang aku jelaskan dalam kitabku, ‘Silsilah Al-Ahaadits Allati Laa Ashla Laha’.” [ Bahjatun Nadziriin Syarh Riyadhus Shalihin,]

Doa lain yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallams setelah berwudhu diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من تَوَضَّأ فَقَالَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِك أشهد أَن لَا إِلَه إِلَّا أَنْت استغفرك وَأَتُوب إِلَيْك كتب فِي رق ثمَّ طبع بِطَابع فَلم يكسر إِلَى يَوْم الْقِيَامَة

“Barangsiapa yang berwudhu kemudian setelah berwudhu mengucapkan doa,’Subhaanaka allahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika’ [Maha suci Engkau ya Allah, segala puji untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu] maka akan ditulis di lembaran berwarna putih kemudian di-stempel dan tidak akan hancur sampai hari kiamat.” [ HR. An-Nasa’i dalam ‘Amal Yaum wal Lailah no. 30. Dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahihul Jami’ hadits no. 6046.]

Hanya di dua tempat inilah disyariatkannya berdzikir dan berdoa ketika atau selesai berwudhu. Adapun doa dan dzikir selain di dua tempat ini, sebagaimana yang tersebar di tengah-tengah masyarakat, maka tidaklah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang akan kami bahas di bagian selanjutnya dari tulisan ini.