Populer

Selasa, 07 Juni 2016

Putusan Mukmatar Muhammadiyah Tentang "Qunut"

Bagaimana Proses Peniadaan Qunut Subuh Di Muhammadiyah?
QUNUT

اْلقُنُوْتُ

يَرَى اْلمَجْلِسُ اَنَّ الْقُنُوْتَ بِمَعْنَى طُوْلُ الْقِيَامِ لِلْقِرَاءَةِ وَالدُّعَاءِ فِي الصَّلاَةِ مَشْرُوْعٌ.

MAJELIS TARJIH MEMANDANG :

Bahwa qunut dengan arti berdiri lama untuk membaca dan berdo’a di dalam shalat, itu masyru’ (ada tuntutannya).

لاَ يَرَى الْمَجْلِسِ تَخْصِيْصَ تَسْمِيَةِ ذَلِكَ اْلِقيَامِ بِقُنُوْتِ اْلفَجْرِ الْمُتَعَارَفُ الْمُخْتَلَفُ فِي حُكْمِهِ.

MAJELIS TARJIHTIDAK MEMBENARKAN adanya pengertian qiyam di atas dikhususkan untuk qunut Shubuh yang sudah dikenal dan diperselisihkan hukumnya.

قَنَتَ النَّبِيُّ صلعم لِلنَّازِلَةِ حَتَّى اَنْزَلَ اللهُ (لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ(

Nabi s.a.w. menjalankan qunut nazilah sampai Allah menurunkan ayat :

(لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ(
“Kamu tidak berhak dalam hal perkara itu “

تَوَقَّفَ الْمَجْلِسُ فِي اعْتِبَارِ حَدِيْثِ قُنُوْتِ الْوِتْرِ حُجَّةً فِي ثُبُوْتِهِ.

Belum Majelis Tarjih belum  dapat [ tawaquf ]  mengambil keputusan tentang menilai hadits witir yang dipakai hujjah alasan bagi adanya qunut witir.

DALIL-DALIL

قَالَ اْلبُخَارِىُّ قَالَ مُحَمَّدٌ عَجْلاَنَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَدْعُوْ عَلَى رِجَالٍ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ يُسَمِّيْهِمْ بِاَسْمَائِهِمْ حَتىَّ اَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى (لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ) الآية – (آل عمران : 169) تَفْسِيْرُ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ ِلابْنِ كَثِيْرٍ.

Berkata Bukhari : Berkata Muhammad bin ‘Ajlan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, katanya: “Pernah rasulullah mengutuk orang-orang musrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan :
 )لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ) الآية
Tafsir Al- Qur’an Ibnu Katsir juz : 1 hal. 403.

 PENJELASAN MASALAH QUNUT

(Keputusan Muktamar Tarjih)

QUNUT SHUBUH

Disamping makna asli dari perkataan “qunut” yang berarti “tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian”. Muktamar dalam keputusannya menggunakan makna Qunut yang berarti “berdiri (lama) dalam shalat dengan membaca ayat Al-Qur’an dan berdo’a sekehendak hati”, sebagaimana dapat diambil pengertian tersebut, dari hadits :

اَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ
Pada perkembangan sejarah Fiqh, di masa lampau orang telah cenderung untuk memberi arti khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni : “BERDIRI SEMENTARA” pada shalat Shubuh sesudah ruku’ pada raka’at kedua dengan membaca do’a: Alla-hummahdini- fi-man hadai-t….. dan seterusnya.
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ

Mu’tamar Tarjih tidak sependapat dengan pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran bahwa :
a)     Setelah diteliti kumpulan macam-macam hadits tentang qunut, maka Mu’tamar berpendapat bahwa QUNUT sebagai bagian daripada shalat, tidak khusus hanya diutamakan pada shalat Shubuh.

b)    Bacaan do’a :

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ
dalam shalat Shubuh itu, haditsnya tidak shah.

c)     Pengetrapan hadits riwayat Hasan tentang do’a :

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ

untuk khusus dalam QUNUT SHUBUH, tidak dibenarkan.

QUNUT NAZILAH

Bunyi keputusan yang dirumuskan mengarah pada penampungan adanya pemahaman yang berbeda dan belum dapat  dipertemukan, disebabkan pemahaman yang berlainan mengenai hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w tidak mengerjakan QUNUT NAZILAH setelah diturunkan ayat :

لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ  (ال عمران 128{

Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu; Apakah Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka; karena seseungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim. (Q.S. Ali Imran : 127). Jelasnya ialah bahwa Rasulullah s.a.w pada beberapa kesempatan telah mengerjakan QUNUT NAZILAH dalam hubungan penganiayaan orang kafir terhadap kelompok orang Islam. Dalam do’a itu Rasulullah mohon dikutukkan mereka yang telah melakukan kejahatan dan dimohonkan pembalasan Allah terhadap mereka. Kemudian turunlah ayat :

لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (ال عمران:128(

Pemahaman yang timbul dari riwayat tersebut ialah :

Bahwa QUNUT NAZILAH tidak boleh diamalkan.
Boleh dikerjakan dengan tidak lagi menggunakan kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.

QUNUT WITIR


Hadits yang dijadikan alasan bagi QUNUT WITIR diperselisihkan oleh ahli-ahli hadits. Mu’tamar masih merasa memerlukan penelitian dan mempertimbangkan dasar perbedaan penilaian ahli-ahli hadits tersebut. Maka diambil keputusan TAWAQQUF untuk membahas pada lain kesempatan....

dari Penyusun : kalau tawakkuf boleh dikerjakan atau tidak ...........

Tidak ada komentar: