Populer

Rabu, 01 Juni 2016

HARAMNYA PAKAIAN ISBAL [FATWA PDM KOTA BINJAI]



HUKUM PAKAIAN ISBAL

MUQADDIMAH

ISBAL ; Melabuhkan kain hingga kebawah mata kaki

Islam membolehkan seorang muslim, bahkan menyuruhnya untuk selalu tampil bagus, terlihat mulia, indah, dan rapi. Juga agar menikmati apa yang telah Allah ciptakan dari perhiasan dan pakaian.

Adapun tujuan berpakaian dalam pandangan Islam ada dua macam ; untuk menutup aurat dan berhias. Oleh karena itu Allah memberikan kepada manusia seluruhnya apa-apa yang telah Allah siapkan untuk mereka dengan mengatur pakaian dan perhiasan mereka sendiri. Allah swt berfirman :

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيْشًا   – الأعراف 26-

Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.(QS. Al A’raf: 26)

Siapa yang berlebih-lebihan dalam salah satu dari 2 perkara ini, yaitu menutup aurat dan berhias, berarti ia telah melenceng dari jalan Islam menuju jalan syetan. Inilah rahasia dua seruan yang telah dikumandangkan Allah kepada anak cucu Adam, yaitu menutup aurat dan tidak boleh berlebih-lebihan.

يا بني آدم خذوا زينتكم عند كلِّ مسجد وكلوا واشربوا ولا تسرفوا  – الأعراف 31-

Artinya : Hai anak Adam pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki mesjid, makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Al A’raf 31

BERLEBIHAN DALAM PAKAIAN

Salah satu bentuk pakaian yang dianggap berlebihan adalah ISBAL.
Pengertian Isbal ialah menurunkan atau memanjangkan pakaian hingga di bawah mata kaki. Larangan Isbal bersifat umum untuk seluruh jenis pakaian (kecuali pakaian perempuan), baik celana panjang, sarung, gamis, mantel atau pakaian lainnya. Larangan tersebut berdasarkan beberapa hadits Rasulullah saw, diantaranya :

عن ابن عمر أنّ رسول الله ص م قال :  لا ينظر الله من جرّ  ثوبه خيلاء  - رواه البخاري -

Artinya : Allah  tidak akan melihat kepada orang-orang yang menyeret bajunya karena sombong.
               (HR Al Bukhari)

لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جرّ  ثوبه خيلاء   - متفق عليه

Artinya : Allah  tidak akan melihat dihari kiamat kelak kepada orang-orang yang menyeret bajunya karena sombong. (HR Muttafaq alaihi)

Penjelasan : Kata لا ينظر = tidak melihat, maksudnya tidak suka atau benci dan tidak peduli, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata : “Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Siapa yang memusbilkan sarungnya ketika shalat karena sombong, maka dia tidak (perlu lagi melakukan perbuatan) halal atau haram dimata Allah. (Artinya Allah tidak perduli lagi kepadanya).

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab “As shalah” bab al isbal fi as shalah 1/172 nomor  637 :
جرّ  artinya menyeret, melabuhkan
ثوبه artinya pakaian, termasuk baju, celana, sarung dan lain sebagainya.
خيلاء bentuk jama’, sedangkan bentuk tunggalnya adalah  خائل artinya adalah ujub dan sombong. Sedangkan kata dasarnya adalah خيل artinya kuda.  خيّال  artinya penunggang kuda. Hubungan penunggang kuda dengan kesombongan adalah karena ketika seseorang menunggang kuda yang cantik, gagah dan lincah, sering kali muncul di hatinya sikap tinggi (hati) dan merasa lebih hebat dari orang lain.

*Khairul Amri Siregar SPdi*]  [Wakil ketua Majlis Tarjih PDM Kota Binjai dan ustaz Pesantren Kwala Madu
  dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kota Binjai. merupakan penulis artikel ini, yang kemudian menjadi fatwa Muhammadiyah kota Binjai 

Perkataan خيلاء dalam hadits tersebut, dalam gramatika bahasa Arab (ilmu Nahu) berkedudukan sebagai HAL (keadaan sesuatu). Dalam ilmu Ushul Fiqh termasuk kategori ilat (alasan adanya hukum). Qaidah Ushul Fiqh mengatakan :

الحكم يدور مع العلّة وجودا وعدما

Artinya : Hukum berjalan bersama ilat, adanya dia atau tidak adanya.

Seakan-akan hadits ini mengatakan kalau karena sombong tidak boleh, tapi kalau tidak sombong boleh saja.

Namun menurut pendapat penulis, sombong disini bukanlah semata-mata alasan larangan, karena dasar munculnya hadits ini, disebabkan kebiasaan pembesar (Arab) menyeret pakaian karena kebesaran dan kesombongan.

Sebagaimana munculnya larangan makan hasil riba dengan ilat  أضعافا مضاعفة  (berlipat-lipat ganda). Bagaimana kalau hanya 10 % saja tambahannya dari hutang pokok? Apakah itu tidak disebut riba ? Tentu saja tetap disebut riba. Penulis lebih cenderung memahami hadits ini secara umum, sebagaimana qaidah ilmu Tafsir  mengatakan :
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
"Ungkapan ditinjau dari keumuman lafaz bukan dari kekhususan sebab”.

Lebih-lebih lagi hadist isbal dikuatkan oleh beberapa hadits nabi (yang lain) dan amalan sahabat. Sebagaimana hadits dibawah ini :

ما أسفل من الكعبين من الازار ففي النار  - رواه النسائي والطبراني -

"Pakaian yang dibawah mata kaki itu adalah dalam neraka” (HR An Nasai dan Thabrani, shahih)

Rasulullah saw dan para sahabat termasuk termasuk orang-orang yang tidak sombong, namun mereka memendekkan pakaiannya setengah betis, guna menghindari munculnya sifat sombong itu didalam hatinya.

Penyebutan  النار  (neraka) dalam hadits ini adalah karena dosa yang menyebabkan pelakunya masuk neraka.

KESIMPULAN :

Hukum Isbal haram, baik didalam shalat atau diluar shalat

HUKUM ISBAL HARAM, BAIK KARENA SOMBONG ATAU TIDAK SOMBONG [ PDM KOTA BINJAI]

Hukum Isbal haram hanya berlaku bagi laki-laki, sedangkan kaum muslimat boleh memanjangkan kainnya di bawah tumit


Laporan : Zulkarnain El-Madury

*NASIBNYA* ORANG YANG BERDUSTA ATAS NAMA NABI

OLEH H. ZULKARNAIN EL-MADURY

Umum terjadi di tubuh umat Islam, menebar berita palsu atas Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam, hanya semata harapan dapat menyenangkan orang meskipun resikonya besar dan berat, namun tetap saja menjadi pilihan mereka dalam mengelabuhi umat, terkadang karena di tuntut oleh kealimannya, membuat mereka hobi cerita fiktif atau palsu dg target umat itu sendiri.
Banyak kitab kitab yang bergulir di tengah umat, misalnya Ihya’ ulumuddin Imam Ghazali, Dharratun Nasihin, Tanbihul Ghafilun, Daqai al Akhbar, , semuanya tidak terlepas dari hadits hadits palus. Masalah keutamaan atau fadhoil misalnya , sering menjadi media penyampaian hadits palsu atau lemah, karena memang dari sisi cerita haditsnya menarik, membuat orang terkesimak dibuatnya.
Penting bagia mengetahu kedudukan hadits palsu dari sisi hukum Islam, dipandang sebagai kedustaan yang berujung neraka bagi pelakunya. Karena begitu banyaknya hadits dari sahabat yang mendengarnya, hadits larangan menebar berita palsu atas nama Rasulullah, hingga mencapai tingkat Mutawatir.

بسم الله الرحمن الرحيم

HADITS YANG MELARANG BERDUSTA ATAS NAMA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DIRIWAYATKAN SECARA “MUTAWATIR” DARI BEBERAPA SAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM, diantaranya:

1.      HADITS ‘ALI BIN ABI THALIB

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«لاَ تَكْذِبُوا عَلَيَّ، فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجِ النَّارَ» [صحيح البخاري ومسلم[

Janganlah kalian berdusta atas namaku, karena sesungguhnya siapa yang berdusta atas namaku maka ia akan masuk neraka”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

2.      Hadits Al-Mugirah bin Syu’bah

Dari Al-Mugirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم[

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama dengan berdusta atas nama seseorang (selainku), barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

3.      HADITS ANAS BIN MALIK

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Sesungguhnya yang mencegahku menyampaikan hadits yang banyak, adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
«مَنْ تَعَمَّدَ عَلَيَّ كَذِبًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري ومسلم[
Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari dan Muslim]

4.      HADITS AZ-ZUBAIR BIN ‘AWWAM

Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma berkata: Aku bertanya kepada Az-Zubair: Aku tidak pernah mendengarmu menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana si fulan dan si fulan menyampaikan hadits?
Az-Zubair berkata: Sesungguhnya aku tidak pernah meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (sering bersama), akan tetapi aku pernah mendengar ia bersabda:

«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري[

Barangsiapa yang berdusta tentang aku, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

5.      Hadits Abdullah bin ‘Amr

Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري]

Sampaikanlah tentang aku sekalipun hanya satu ayat, dan ceritakanlah kisah Bani Israil tanpa rasa khawatir, dan barangsiapa yang berbohong atas aku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

6.      Hadits Salamah bin Al-Akwa’

Dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ يَقُلْ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري[

Barangsiapa yang mengatakan sesuatu atas namaku apa yang tidak pernah aku katakan, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

7.      HADITS ABU HURAIRAH

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [صحيح البخاري]

Barangsiapa yang berdusta tentang aku dengan sengaja, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sahih Bukhari]

8.      HADITS ABU SA’ID AL-KHUDRIY

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

[" حَدِّثُوا عَنِّي، وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ " [صحيح مسلم]

Sampaikanlah hadits tentang aku tanpa rasa beban, dan barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka” [Sahih Muslim]

9.      Hadits Abdullah bin Mas’ud

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ [سنن الترمذي: صحيح[

“Barangsiapa yang berdusta tentang aku dengan sengaja, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sunan Tirmidziy: Sahih]

10.  Hadits Abu Qatadah Al-Anshariy

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَدِيثِ عَنِّي فَمَنْ قَالَ عَلَيَّ فَلْيَقُلْ حَقًّا أَوْ صِدْقًا وَمَنْ تَقَوَّلَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ [سنن ابن ماجه: حسنه الألباني[

“Janganlah kalian banyak meriwayatkan hadits dariku, barangsiapa yang berkata tentang aku maka katakanlah yang benar atau jujur, dan barangsiapa yang mengada-adakan perkataan tentang aku apa yang tidak aku katakan maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sunan Ibnu Majah: Hasan]

11.  Hadits Jabir bin Abdillah

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [سنن ابن ماجه: صحيح[

Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Sunan Ibnu Majah: Sahih]

12.  Hadits Umar bin Al-Khathab

Aslam - maula Umar bin Al-Khathab - berkata: Jika kami berkata kepada Umar: Sampaikanlah kepada kami hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku takut jika aku menambah satu huruf atau menguranginya, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَهُوَ فِي النَّارِ " [مسند أحمد: صحيح لغيره[

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku maka ia akan masuk dalam neraka”. [Musnad Ahmad: Sahih]

13.  Hadits Usman bin ‘Affan

Usman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: Bukanlah yang mencegahku untuk menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena aku bukan sahabatnya yang paling kuat hafalannya, akan tetapi aku bersaksi bahwasanya aku pernah mendengarnya bersabda:

" مَنْ قَالَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ " [مسند أحمد: حسن[

Barangsiapa yang mengatakan sesuatu atas namaku apa yang tidak pernah aku katakan, maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Musnad Ahmad: Hasan]

14.  Hadits Ibnu Abbas

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ "  [مسند أحمد: صحيح لغيره[
Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapakanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Musnad Ahmad: Sahih]

15.  Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan

Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ " [مسند أحمد: صحيح لغيره[

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapakanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Musnad Ahmad: Sahih]

16.  Hadits ‘Uqbah bin ‘Amir

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

" مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ، فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا مِنْ جَهَنَّمَ " [مسند أحمد: صحيح[

Barangsiapa yang berdusta atas namaku apa yang tidak pernah aku katakan, maka siapakanlah rumah (untuknya) dari api neraka jahannam”. [Musnad Ahmad: Sahih]

17.  Hadits Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah Al-Anshariy
Dari Qais bin Sa’ad bin ‘Ubadah Al-Anshariy radhiyallahu ‘anhuma; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
" مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ كِذْبَةً مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَضْجَعًا مِنَ النَّارِ - أَوْ بَيْتًا فِي جَهَنَّمَ - " [مسند أحمد: صحيح لغيره[

Barangsiapa yang berdusta atas namaku satu kedustaan secara sengaja, maka siapkanlah tempat tidurnya dari api neraka – atau rumah dalam neraka – “.[Musnad Ahmad: Sahih]

18.  Hadits Sa’id bin Zayd

Dari Sa’id bin Zayd radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [مسند أبي يعلى الموصلي: صحيح[

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak sama dengan berdusta atas nama seseorang (selainku), barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Musnad Abi Ya’la: Sahih]

19.  Hadits Khalid bin ‘Urfuthah

Dari Khalid bin ‘Urfuthah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ» [مسند أبي يعلى الموصلي: إسناده جيد[

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka siapkanlah tempat duduknya dari api neraka”. [Musnad Abi Ya’la: Sanadnya baik]

20.  Hadits Watsilah bin Al-Asqa’

Dari Watsilah bin Al-Asqa’ radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«إِنَّ مِنْ أَعْظَمِ الفِرَى أَنْ يَدَّعِيَ الرَّجُلُ إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، أَوْ يُرِيَ عَيْنَهُ مَا لَمْ تَرَ، أَوْ يَقُولُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَمْ يَقُلْ» [صحيح البخاري[

Sesungguhnya diantara kedustaan yang paling besar adalah seseorang mengaku anak dari selain bapaknya, atau mengaku melihat sesuatu (dalam mimpi) apa yang tidak ia lihat, atau mengatakan sesuatu atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang tidak dikatakannya” [Sahih Bukhari]

21.  Hadits Samurah bin Jundab

Dari Samurah bin Jundab radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ» [مقدمة صحيح مسلم[

Barangsiapa yang menyampaikan satu hadits dariku dan ia mengetahui bahwa itu adalah kebohongan, maka ia adalah salah seorang pembohong”. [Muqaddimah Sahih Muslim]

Hadits lain:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ» [مقدمة صحيح مسلم ]

Cukuplah seseorang itu dikatakan telah melakukan kebohongan (kesalahan) jika ia menyampaikan semua yang ia dengar”. [Muqaddimah Sahih Muslim]


Wallahu a’lam!

TIDAK ADA HADIAH PAHALA DALAM ISLAM, APALAGI HADIAH DOSA

Tertolaknya Hadiah Pahala

Oleh H. Zulkarnain El-Madury

Masalah hadiah pahala kian marak di ditengah umat Islam, mereka tanpa beban melaksanakan amalan yang tidak ada contohnya dari generasi pertama, seolah tanpanya kurang lengkap Islam, padahal hanya semata rekayasa manusia yang menciptakan agama baru / atau keyakinan baru yang bersumber dari agama dan keyakinan lain. Hadiah pahala menjadi pilihan, sehingga banyak tokoh umat menggunakan media transfer pahala ini menjadi pilihan utama dalam proyek pengentasan kebangkrutan pahala. Menarik memang, apalagi bila disertai manakan yang mengundang perut menyerbu datangnya kematian tersebut. Namun apakah “hadiah pahala” ini legal dalam agama, apakah benar perselisihan furuk semata, atau sekedar perkumpulan biasa atau justru proyek dosa ?

DALIL DALIL QURAN TIDAK ADANYA HADIAH PAHALA

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. ﴾ Al Baqarah:286 ﴿
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, [Fushilat 46 ]

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. [Al’ankabut 6]
مَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, [A Isro’ 15]

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَى حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَمَنْ تَزَكَّى فَإِنَّمَا يَتَزَكَّى لِنَفْسِهِ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu tidak akan dipikulkan sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya Sesungguhnya yang dapat engkau beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada (azab) Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nyadan mereka yang mendirikan shalat. Dan barang siapa yang menyucikan dirinya sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allah-lah tempat kembali [ Al fathir 18 ]

وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا تَنْفَعُهَا شَفَاعَةٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ

Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. [ Al Baqarah 123]

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. [Luqman 33]
كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan [Al Jatsiyah 28]
فَالْيَوْمَ لَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَلَا تُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. [Yaasiin 54]
أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى  وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya [An-Najm 38-39]

PENDAPAT ULAMA TAFSIR  DALAM MENAFSIRKAN AYAT MENOLAK HADIAH PAHALA

أنه لا يُجَازي عامل إلا بعمله، خيرا كان ذلك أو شرّا

Sesungguhnya siapa yang beramal tidak akan dibalas melainkan dengan amalnya sendiri, baik atau jelek [Ath- Thobary 27 : 39 ]

لا يؤاخذ بعقوبة ذنب غير عامله، ولا يثاب على صالح عمله عامل غيره

Tidak akan disiksa dengan siksaan orang berdosa melainkan mereka yang berbuat dosa, tidak akan mendapat balasan pahala , bagi mereka yang tidak beramal baik [Ath. Thobary 27:40]

أن حسنة الغير لا تجدي نفعاً ومن لم يعمل صالحاً لا ينال خيراً فيكمل بها ويظهر أن المسيء لا يجد بسبب حسنة الغير ثواباً ولا يتحمل عنه أحد عقاباً

Bahwasanya kebaikan orang lain tidak bisa memberi mamfaat guna, siapa yang tidak mengerjakan amalan sholeh , dia tidak akan mendapatkan kebaikan , benar dan nyatalah ayat ini yang menjelaskan , bahwa orang yang berdosa tidak akan mendapatkan pahala oleh sebab amalan orang lain , dan tidak bisa seorangpun menanggung dosa orang lain [Fathur Razi 7:738]

كما لا يحمل عليه وزر غيره، كذلك لا يحصل من الأجر إلا ما كسب هو لنفسه
ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى

Sebagaimana dosa yang tidak bisa dibebankan kepada yang lainnya, yang demikian pahala tidak akan didapat mereka, melainkan hasil panen usahanya sendiri. Pada ayat yang mulya ini juga terdapat Istimbat Imam Syafii rahimahullah dan pengikutnya, bahwa bacaan Quran tidaklah sampai , bila pahalanya diahadiahkan kepada yang mati. [Ibnu Katsir 198]

"وَأَنْ" أَيْ أَنَّهُ "لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى" مِنْ خَيْر فَلَيْسَ لَهُ مِنْ سَعْي غَيْره الْخَيْر شَيْء

Bahwasanya, tidaklah bagi manusia mendapatkan pahala melainkan apa yang ia kerjakan dari kebaikan . Tidaklah padanya dapat kebaikan dari sebab usaha orang lain “ [ Jalalain 3 :198]

ليس له إلاّ أجر سعيه ، وجزاء عمله ، ولا ينفع أحداً عمل أحد

Dia tidak akan mendapatkan pahala melainkan pahala dari usahanya sendiri, balasan amalnya , tidak bermanfaat amalan seseorang kepada orang lain [fathul Qadir 5 : 11]

أن النفوس إنما تجازى بأعمالها  إن خيرًا فخير، وإن شرًا فشر، وأنه لا يحمل من خطيئة أحد على أحد

Sesungguhnya tiap tiap jiwa dibalas menurut amalnya masing masing, jika baik dibalas dengan kebaikan, jika jelek dibalas dg kadar kejelekannya, dan seseorang tidak bisa membebankan dosanya atas orang lain [Ibnu Katsir 3 : 444]

PERKATAAN SAHABAT TENTANG TAK ADA HAADIAH PAHALA

ابن عباس بأنه قال (لا يصل أحد عن أحد ولا يصوم أحد عن أحد)

Dari Ibnu Abbas : Tidak boleh orang lain mengganti sholatnya orang lain , dan tidak boleh seseorang menggantikan puasanya orang lain [ Ibnu Abbas, Ibnu Umar oleh Imam Malik dan Nasai]

عن ابن عمر بإسناد صحيح: أنه لا يحج أحد عن أحد

Dari Ibnu Umar menurut riwayat shahi : Bahwasanya tidaklah boleh seseorang mengerjakan hajinya orang lain [ Shahi dalam Fathul Bari , shahi Ibnu Hibban, shahi Ibnu Aisyah]

HADITS HADITS HADIAH PAHALA YANG BERTENTANGAKAN DENGAN QURAN ;

Ibnu Abbas :

أنّ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ قَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: نَعَمْ

Sesungguhnya seorang perempuan dari Kats’am berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah tua bangka, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya? Beliau menjawab: “Ya Boleh.” ( HR Bukhari dan Muslim )

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ قَالَ مَنْ شُبْرُمَةُ قَالَ أَخٌ لِي أَوْ قَرِيبٌ لِي قَالَ حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ قَالَ لَا قَالَ حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shalla Allahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang mengucapkan; Labbaika 'An Syubrumah (ya Allah, aku memenuhi seruan-Mu untuk Syubrumah), beliau bertanya: "Siapakah Syubrumah tersebut?" Dia menjawab; saudaraku! Atau kerabatku! Beliau bertanya: "Apakah engkau telah melaksanakan haji untuk dirimu sendiri?" Dia menjawab; belum! Beliau berkata: "Laksanakan haji untuk dirimu, kemudian berhajilah untuk Syubrumah." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan hadist ini dishahihkan Ibnu Hibban)

Dalam hal ini sikap segolongan Fuqaha’ menyebutkan :

وقال القرطبي مالك وأصحابه رأوا أن ظاهر حديث الخثعمية مخالف لقوله تعالى ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا ] آل عمران 79 [
Imam Qurtuby berkata : Imam Malik dan pendukungnya menyebutkan , mereka memandang hadits hadits al Khos’amiyah[ Menghajikan orang tua ] bertentangan dengan Firman Allah Ta’ala : “ Allah mewajibkan haji baitullah kepada manusia, bagi siapa yang mampu dijalannya “ [ al Imron 79 ]. Ini terkandung makna orang yang tidak mampu berhaji karena sebab hal hal yang menjadi penyebabnya tidak memikul tanggung jawab kewajiban, termasuk dalam hal ini bukan saja tidak mampu dananya, juga kesehatannya. Membuktikan bahwa ayat tersebut juga tidak membenarkan hadiah pahala kepada orang yang bersangkutan.
وقال القرطبي رأى مالك أن ظاهر حديث الخثعمية مخالف لظاهر القرآن فرجح ظاهر القرآن

Imam Qurtubi berkata : Imam Malik memandang bahwa dzahirnya hadits wanita Khos’amiyati bertentangan dengan Quran, maka Imam Malik memilih dhahirnya Quran [ Fathul Bari 4 : 49 ]

فأعلم رسول الله مثل ما أعلم الله من أن جناية كل امرئ عليه كما عمله له لا لغيره ولا عليه

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam memberi tahu sebagaimana Allah memberi tahu, bahwa tiap orang yang berbuat dosa hanya kebinasaan dirinya sendiri, sebagaimana amal baiknya tidaklah untuk lainnya , juga tidak kebinasan orang lain akan menimpa atasnya [ Catatan Pinggir al Um 7 : 269 ]

Berdasarkan perkataan dua Imam tersebut, hadits menghajikan orang tua, meskipun sanadnya shahi, namun matannya mengandung berita batil.  Dalam hal ini ulama hadits menyebutkan :

الحديث الصحيح ما سلم لفظه من ركاكة ومعناه من مخالفة آية أو خبر متواتر أو إجماع وكان رواية عدل

Hadits shahi itu adalah hadits yang selamat lafatnya dari kejanggalan dan selamat maknanya dari menyalahi ayat atau khabar mutawatir atau ijma, dan riwayatnya adil [terpercaya ]. [ATTHORIQATUL MUHAMMADIYAH]

Kesimpulan : Hadiah Pahala dalam Islam bukanlah ajaran agama, apalagi bila memahami amaliyah atau kaifiyat hadiah pahala yang dilakukan umat Islam, nyata sekali, amal perbuatan mereka bukanlah ajaran Islam. Islam itu adalah agama, bila itu bagian agama sudah pasti generasi pertama hingga tabiin berlomba melakukannya dg cara caranya, kenyataannya, hadiah pahala itu bukanlah datang dari Islam, tetapi produk gagal orang orang yang ingin melakukan aborsi terhadap Islam.  

KITAB SHALAT

KITAB SHALAT
مقدّمة
PENDAHULUAN

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحيْمِ
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا (سُورَةُ النٍّسَاءِ: 103)

Bismillahirrahmanirrahim

(Dengan nama Allah, Maha Pemurah Maha Pengasih)

            “Apabila kamu telah selesai shalat, maka ingatlah kepada Allah, sewaktu berdiri, duduk dan berbaring. Kemudian kalau sudah amat tenteram, maka kerjakanlah shalat itu (sebagaimana biasa), sesungguhnya shalat itu diwajibkan kepada orang-orang yang mukmin, dengan tertentu waktunya.”(QS. An-Nisa:103)



قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (سُورَةُ ال عمران: 31)

            “Berkatalah (hai Muhammad): Bila kamu cinta kepada Allah, maka ikutilah aku, pasti Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah itu yang Maha Pengampun dan Yang Maha Pengasih.” (QS. Ali Imran:30)

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ الله رَضِىَ اللهِ عَنْهُ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُولِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ نَسْمَعُ دَوِىَّ صَوتِهِ وَلاَ نَفْقَهُ مَايَقُولُ حَتَّى دَنَا فَاِذَا هُوَ يَسْاَلُ عَنِ الاِسْلاَمِ: فَقَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِى اليَوْمِ وَاللَّيلَةِ: فَقَالَ: هَلْ عَلَىَّ غَيْرُهَا؟ قَالَ: لاَ, اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ. (الحَدِيْثَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)

            Hadis dari Thalhah bin ‘Ubaidillah bahwa ada seorang laki-laki penduduk Najed yang kusut rambut kepalanya, datang kepada Rasulullah saw. yang kami dengar dengungan suaranya, tetapi tidak memahami apa yang dikatakannya sehingga setelah dekat rupanya ia menanyakan tentang Islam; maka sabda Rasulullah saw. :”Shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Kata orang tadi:”Adakah lagi kewajibanku selain itu? Jawab Nabi saw. :”Tidak, kecuali bila kamu hendak bertathawwu’ (shalat sunnat). (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim).

عَنْ مَالِكِ بْنِ الحُوَيْرِثِ رَضِىَ اللهِ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى اُصَلِّى. (رَوَاهُ البُخَارِى)

            Hadits dari Malik bin Huwairits ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku melakukan shalat”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari).



كَيْفِيَّةُ الصَّلاَةِ المَكْتُوبَةِ
CARA SHALAT WAJIB

اِذَا قُمْتَ اِلَى الصَّلاَةِ فَقُلْ: اللهُ اّكْبَرُ (1)
kamu hendak menjalankan shalat, maka bacalah: “Allahu Akbar(1)

(1) لِحَدِيْثِ اَبِى دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِىِِّ بِاِسْنَادٍ صَحِيحٍ: مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الوُضُوءُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيمُ. وَحَدِيْثُ ابْنِ مَاجَه وَصَحَّحَهُ ابْنِ خُزَيْمَةَ وَابْنِ حِبَّانَ مِنْ حَدِيْثِ حُمَيْدِ السَّاعِدِىِّ قَالَ: كَانَ رَسُولُ الله صلعم اِذَا قَامَ اِلَى الصَّلاَةِ وَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَقَالَ: “اللهُ اَكْبَرُ”. وَلِحَدِيْثِ: اّضَا قُمْتُ اِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ. الحَدِيْثُ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)

(1)   Menurut hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi: “Kunci (pembuka) shalat itu wudlu, permulaannya takbir dan penghabisannya salam”. Dan hadis shahih dari Ibnu Majah yang dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari hadis Abi Humaid Sa’idi bahwa Rasulullah, jika shalat ia menghadap ke Qiblat dan mengangkat kedua belah tangannya dengan membaca “Allahu Akbar”. Dan menurut hadis:”Bila kamu menjalankan shalat, takbirlah …” seterusnya hadis (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

 مُخْلِصًا نِيَّتَكَ للهِ (2)
Bila dengan ikhlas niyatmu karena Allah (2)
(2) ِقَوْلِهِ تَعَالَى: وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ (البيّنة: 5).  وَلِحَدِيْثِ: اِنَّمَا الاَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ. الحَدِيْثِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)

(2)   Menilik firman Allah:”Dan tidaklah mereka diperintah melainkan supaya menyembah kepada Allah dengan ikhlas kepadaNya daam menjalankan Agama”. (al-Bayyinah:6). Dan menurut hadis:”Sesungguhnya (shahnya) amal itu tergantung kepada niyat.” (Diriwayatkan oeh al-Bukhari dan Muslim)

 رَافِعًا يَدَيكَ حَذْوَ مَنْكِبَيْكَ مُحَاذِيًا بِاِبْهَامَيْكَ اُذُنَيْكَ (3[
  SERAYA MENGANGKAT KEDUA BELAH TANGANMU SEJURUS BAHUMU, MENSEJAJARKAN IBU JARIMU PADA DAUN TELINGAMU (3)

(3) لِحَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ النَّبِىِّ صلعم كَانَ يَرْفَعُ يَدَيهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ اِذَا افْتَتَحَ الصًّلاَةَ وَاِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ وَاِذَا رَفَعَ رَاْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَالِكَ وَقَالَ “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ” وَكَانَ لاَ يَفْعَلُ ذَالِكَ فِى السُّجُودِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَ فِى صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنْ مَالِكِ ابْنِ الحُوَيرِثِ اَنَّ رَسُولُ الله صلعم كَانَ اِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا اُذُنَيْهِ وَاِذَا رَفَعَ رَاْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَقَالَ: (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ) فَعَلَ مِثْلَ ذَالِكَ,-وَفِى رِوَايَةِ اُخْرَىعَنْ وَائِلٍ عِنْدَ اَبِى دَاوُدَ بِلَفْظِ: حَتَّى كَانَتَا حِيَالَ مَنْكِبَيهِ وَحَاذَ بِاِبْهَامَيهِ اُذُنَهُ (قَالَهُ فِى الفَتْحِ ج2ص150)

(3)   Menurut hadis Ibnu Umar bahwa Nab saw. Mengangkat kedua tangannya selurus ahunya bila ia memulai shalat, bila takbir hendak ruku’ dan bila mengangkat kepalanya dari ruku’ ia mengangkat kedua tangannya juga dengan mengucapkan “Sami’alla-hu liman hamidah rabbana- wa lakalhamd”. Dan tidak menjalankan demikian itu dalam (hendak) sujud”. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim). Tersebut dalam shahih Muslim dari Malik bin Huwarits, bahwa Rasulullah saw. apabila takbir ia mengangkat kedua tangannya sampai sejajar pada telinganya, begitu juga bila hendak ruku’, dan bila  mengangkat kepalanya dari ruku’ lalu mengucapkan:”Sami’alla-hu liman hamidah”, ia mengerjakan dsemiian juga. Dan dalam hadis riwayat Abu Dawud dari Wail dengan kalimat:” sehingga kedua tangannya itu selempang dengan bahunya serta ibu jarinya sejajar dengan telinganya”.(Tersebut  dalam kitab Tah juz II halaman 150)

 ثُمَّ ضَعْ يَدَكَ اليُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّكَ اليُسْرَى عَلَى صَدْرَكَ (4)
LALU LETAKKANLAH TANGAN KANANMU PADA PUNGGUNG TELAPAK TANGAN KIRIMU DI ATAS DADAMU (4) LALU BACALAH DO’A IFTITAH:

(4) لِحَدِيْثِ وَائِلٍ قَالَ: صَلَّيتُ مَعَ رَسُولُ الله صلعم وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى يَدَهِ اليُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ. رَوَاهُ ابْنُ خُزَيمَةَ فِى صَحِيحِهِ. وَ فِى حَدِيْثِ وَائِلٍ عِنْدَ اَبِى دَاوُدَ وَالنَّسائِىِّ: ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ اليُسْرَى, وَالرُّسْغِ وَالسَّاعِدِ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيمَةَ وَغَيْرُهُ وَاَصْلُهُ فِى صَحِيحِ مُسْلِمٍ بِدُونِ الزِّيَادَةِ قَالَهُ فِى الفَتْحِ (ج2ص152). وَفِى البُخَارِىِّ عَنْ سَهْلِ ابْنُ سَعْدٍ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يُؤْمَرُونَ اَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ.

(4)   Menilik hadis shahih dari Wail yang berkata:”Saya shalat bersama Rasulullah saw. dan beliau meletakkan tangan kanannya pada tangan kirinya di atas dadanya”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dishahihkannya). Dan hadis dari Wail juga menurut riwayat Abu Dawud dan an-Nasa’I “Lalu beliau meletakkan tangan kanannya pada punggung telapak tangan kirinya, serta pergelangan dan lengannya”. (Hadis ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan lainnya, sedang asalnya dalam shahih Muslim, dengan tidak ada tambahannya, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Fath juz II halaman 152). Dan tersebut dalam al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad yang berkata:”Bahwa orang-orang diperintah supaya meletakkan tangan kanannya pada lengannya.”
).
 ثُمَّ اقْرَأْ دُعَاءَ الاِفْتِتَاحِ وَهُوَ: اللَهُمَّ بَاعِدْبَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ. اللَهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقِّى الثَّوبُ الاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. اللَهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ (5)
LALU BACALAH DO’A IFTITAH

اللَهُمَّ بَاعِدْبَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ. اللَهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقِّى الثَّوبُ الاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. اللَهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ
(5) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ رض فِى ذَالِكَ  (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ).

(5)   Menurut hadis Abu Hurairah tentang bacaan itu (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
ATAU [6]

اَوْ وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَ الاَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ المُشْرَكِيْن, اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ, لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا اَوَّلُ المُسْلِمِيْنَ (وَاَنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ) اللَهُمَّ اَنْتَ المَلِكُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ, اَنْتَ رَبِّى وَاَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بَذَنْبِى فَاغْفِرْلِى ذُنُوبِى جَمِيْعًا لاَيَغْفِرُ الذَُنُوبَ اِلاَّ اَنْتَ وَاهْدِنِى لِاَحْسَنِ الاَخْلاَقِ لاَيَهْدِى لِاَحْسَنِهَا اِلاَّ اَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا اِلاَّ اَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيكَ وَالخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ اِلَيْكَ, اَنَ بِكَ وَاِلَيكَ, تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتَوبُ اِلَيكَ (6(
(6) لِحَدِيْثِ عَلِىٍّ رض فِى ذَالِكَ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى صَحِيحِهِ).
(6) Mengambil dari hadis “Ali ra. tentang bacaan itu. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya


ثُمَّ اسْتَعِذْ قَائِلاً: اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ (7)
LALU BERDO’A MOHON PERLINDUNGAN DENGAN MEMBACA:
) لِقَولِهِ تَعَالَى: ” فَإِذَا صلعم كَانَ يَقُولُ ذَالِكَ اَى “اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ” (قَالَ لَهُ فِى المُهَذَّبِ قَرَأْتَ الْقُرْءَانَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (النّحل: 98) وَلِمَا رَوَى اَبُو سَعِيدٍ الخُدْرِىِّ رض اَنَّ النَّبِىِّ). وَ قَالَ ابْنُ المُنْذِرِ: جَاءَ عَنِ النَّبِىِّ صلعم اَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَبْلَ القِرَاءَةِ ” اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ” (كَمَا وَرَدَ فِى نَيْلِ الاَوْطَارِ فِى الجُزْءِ الثَّانِى).
(7)   Menilik bunyi al-Qur’an surat an- Nahl ayat 98:”Apabila kamu akan membaca al-Qur’an hendaklah kamu mohon perlindungan kepada Allah dari Syetan yang terkutuk”. (berdo’a:
اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Dan menurut hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id  al-Khudri, bahwa Nabi saw. adalah membaca ta’awwudz itu (sebagai yang tersebut dalam kitab Muhadzdzab). Ibnul Mundzir berkata: Bahwa diceritakan dari Nabi saw. bahwa sebelum membaca al-Qur’an beliau berdo’a:”A’u-dzu billa-hi minasy Syaitha-nir raji-m”. (Tersebut dalam kitabNailul Authar juz II).

ثُمَّ اقْرَإِ البَسْمَلَةَ (8)
DAN MEMBACA
             
(8) وَلِحَدِيْثِ نُعَيْمٍ لِلجُمْرِ قَالَ: صَلَّيْتُ وَرَاءَ اَبِى هُرَيرَةَ رض فَقَرَأَ ” بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحيْمِ” ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ القُرْآنِ حَتَّى بَلَغَ “وَلاَ الضّآلِّينَ” فَقَالَ: آمِينَ, وَقَالَ النَّاسُ ” آمِينَ”. وَيَقُولُ كُلَّمَا سَجَدَ “اللهُ اَكْبَرُ” وَاِذَا قَامَ مِنَ الجُلُوسِفِى الاِثْنَتَيْنِ قَالَ: “اللهُ اَكْبَرُ” وَيَقُولُ اِذَا سَلَّمَ: وَالَّذِى نَفْسَى بِيَدِهِ اِنِّى لَاَسْبَهُكُمْ صَلاَةً بِرَسُولِ اللهِ صلعم. (رَوَاه النَّسائِىُّ وَابْنُ خُزَيمَةَ وَالسِّرَاجُ وَابْنُ حِبَّانَ وَغَيْرُهُمْ, قَالَ فِى الفَتْحِ (ج2ص181) وَهُوَ اَصَحُّ حَدِيْثٍ وَرَدَ فِى ذَالِكَ). لِحَدِيْثِ عُبَادَةَ بْنُ الصَّامِتِ رض اَنَّ رَسُولِ اللهِ صلعم قَالَ: لاَصَلاَةَ لِمَنْ لاَ يَقْرَأُ بَفَاتِحَةِ الكِتَابِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ).

(8)   Mengingat hadis dari Nu’aim al-Mujmir, katanya: “Saya shalat di belakang Abu Hurairah ra. maka ia membaca “Bismilla-hirrahma-nirrahi-m” lalu membaca induk al-Qur’an (surat al-Fatihah) sehingga tatkala sampai pada “wa ladldla-lli-n” beliau membaca “a-mi-n” dan orang-orangpun sama membaca “a-mi-n”. Begitu juga tiap-tiap hendak sujud, mengucapkan:”Alla-hu Akbar” dan bila berdiri dari duduk dalam raka’at kedua beliau mengucapkan: “Alla-hu Akbar”. Setelah bersalam beliau  berkata:”Demi  Yang menguasai diriku, sungguh shalatku yang mengerupai dengan shalatnya Rasulullah saw.”(HR oleh an-Nasa’I, Ibnu Khuzaimah, Siraj, Ibnu Hibban dan lainnya; tersebut dalam kitab al-Fath Juz II halaman 181, dengan katanya bahwa inilah hadis yang paling shah, tentang hal yang disebut).

 ثُمَّ اقْرَإِ الفَاتِحَةَ (9)
LALU BACALAH SURAT AL-FATIHAH
(9)لِحَدِيْثِ عُبَادَةَ بْنُ الصَّامِتِ رض اَنَّ رَسُولِ اللهِ صلعم قَالَ: لاَصَلاَةَ لِمَنْ لاَ يَقْرَأُ بَفَاتِحَةِ الكِتَابِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَلِحَدِيْثِ عُبَادَةَ قَالَ: صَلَّى رَسُولِ اللهِ صلعم الصُّبْحُ فَثَقُلَتْ عَلَيهِ القِرَاءَةَ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: اِنِّى اَرَاكُمْ تَقْرَؤُنَوَرَاءَ اِمَامِكُمْ. قَالَ: قُلْنَا: يَا رَسُولِ اللهِ اِى وَاللهِ, قَالَ: لاَتَفْعَلُ اِلاَّ بِاُمِّ القُرْآنِ. (رَوَاهُ اَحْمَدُ وَالدَّارُ قُطْنِىُّ وَالبَيحَقِىِّ).وَلِمَا رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ مِنْ حَدِيْثِ اَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللهِ اِى وَاللهِ صلعم: اَتَقْرَؤْنَ فِى صَلاَتِكُمْ خَلْفَ الاِمَامُ يَقْرَأُ فَلاَ تَفْعَلُوا وَلْيَقْرَأْ اَحَدُكُمْ بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ فِى نَفْسِهِ.


(9)   Mengingat hadis ‘Ubadah bin as-Shamit bahwa Rasululllah saw. bersabda: “Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca permulaan Kitab (al-Fatihah)”. (Driwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim). Ada lagi hadis ‘Ubadah bahwa Rasulullah saw.  shalat shubuh maka merasa terganggu oleh pembacaan ma’mum. Setelah selesai beliau bersabda: “Aku melihat kamu sama membaca  di belakang imammu? ” Kata ‘Ubadah, bahwa kita semua menjawab: “Ya Rasulullah, demi Allah benar begitu!” Maka sabda Nabi: “Janganlah kamu mengerjakan demikian, kecuali bacaan Fatihah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, ad-Daruquthni dan al-Baihaqi). Dan mengingat hadis anas, katanya bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu sekalian membaca dalam shalatmu di belakang imammu, padahal imam sedang membaca? Janganlah kamu mengerjakannya, hendaklah masing-masing kamu membaca Fatihah sekedar didengar olehnya sendiri”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban)

 وَقُلْ بَعْدَهَا: “آمِينَ” (10)
DAN BERDO’ALAH SESUDAH ITU :a-mi-n”

(10) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ رض اَنَّ النَّبِىَّ صلعم قَالَ: اِذَا امَّنَ الاِمَامُ فَاَمِّنُوا فَاِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ المَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَعَنْهُ اَيْضًا اَنَّ رَسُولِ اللهِ صلعم قَالَ: اِذَا قَالَ اَحَدُكُمْ آمِيْنَ فَوَاقَفَ اِحْدَاهُمَا الاُخْرَى غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَفِى رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: اِذَا قَالَ اَحَدُكُمْ فِى صَلاَتِهِ.

(10)     Mengingat hadis Abu Huraerah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: “Apabila imam membaca “A-mi-n” maka kamu hendaklah pula membaca “A-mi-n” karena sungguh barang siapa yang bacaan “a-mi-n” nya bersamaan “A-mi-n” Malaikat, tentulah diampuni dosanya yang telah lalu”. Dan hadis dari Abu Huraerah juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang diantaramu membaca “A-mi-n” sedang Malaikat di langitpun membaca “A-mi-n” pula, dan bersamaan keduanya, maka diampunilah ia dari dosanya yang sudah-sudah.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dan dalam hadis riwayat Muslim ada tambahannya: “Apabila salah seorang diantaramu membaca dalam shalatnya).”

 ثُمَّ اقْرَأْ سُورَةًَ مِنَ القُرْآنِ (11)
KEMUDIAN BACALAH SALAH SATU SURAT DARIPADA AL-QUR’AN

 (11) ِحَدِيْثِ ابْنِ قَتَادَةَ اَنَّ النَّبِىَّ صلعم كَانَ يَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ فِى الاُولَيَينِ بِأُمِّ الكِتَابِ وَسُورَتَينِ وَفِى الرَّكْعَتَينِ الاُخْرَيَينِ بِأُمِّ الكِتَابِ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ وَيُطَوِّلُ فِى الرَّكْعَةِ الاُولَى مَالاَ يُطِيلُ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ وَهَكَذَا فِى الصُّبْحِ (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ)

(11)     Menilik hadis Abu Qatadah bahwa Nabi saw. dalam shalat Dluhur pada rakaat kedua permualaan (rakaat ke1 dan ke 2, membaca induk Kitab (Fatihah) dan dua surat, serta pada dua rakaat lainnya (rakaat ke 3 dan ke 4) membaca Fatihah saja, dan beliau memperdengarkan kepada kami akan bacaan ayat itu, dan pada rakaat ke 1 diperpanjang tidak seperti dalam rakaat ke 2; demikian juga dalam shalat ashar dan shubuh. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)

 بِتَدَبُّرٍ وَتَرْتِيْلٍ (12)
DENGAN DIPERHATIKAN ARTINYA DAN DENGAN PERLAHAN-LAHAN (12)

(12) لِقَولِهِ تَعَالَى: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (محمّد: 24) لِقَولِهِ تَعَالَى: وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا (المزمّل: 4)

(12)     Karena firman Allah swt. “Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an, ataukah pada hati mereka ada tutupnya?” (Muhammad 24). Dan firmannya: Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan.” (Muzammil 5)
ثُمَّ ارْفَعْ يَدَيْكَ مِثْلَ مَارَفَعْتَهُمَا فِى تَكْبِيرَةِ الاِحْرَامِ (13)
KEMUDIAN ANGKATAH KEDUA BELAH TANGANMU SEPERTI DALAM TAKBIR PERMULAAN (13
ثُمَّ ارْكَعْ (14)
LALU RUKU’LAH
 مُكَبِّرًا (15)
DENGANBERTAKBIR (15)
 مُسَوِّيًا ظُهْرَكَ وَعُنُقَكَ آخِذًا رُكْبَتَيْكَ بِيَدَيْكَ (16)

SERAYA MELEMPANGKAN (MERATAKAN) PUNGGUNGMU DENGAN LEHERMU, 

MEMEGANG KEDUA LUTUTMU DENGAN DUA BELAH TANGANMU (16
 قَائِلاً وَاَنْتَ رَاكِعٌ “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى” (17)
SEMENTARA ITU BERDO’A: “Subha-nakalla-humma rabbana- wa bihamdikalla-hummaghfirli.” (17),
 اَوِادْعُ بِشَئٍ مِنَ الاَدْعِيَّةِ الوَارِدَةِ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (18)
ATAU BERDO’ALAH DENGAN SALAH SATU DO’A DARI NABI SAW. (18)
 ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ لِلاِعْتِدَالِ (19)
  KEMUDIAN ANGKATLAH KEPALA UNTUK I’TIDAL (19)

 رَافِعًا يَدَيكَ مِثْلَ مَا رَفَعْتَهُمَا فِى تَكْبِيرَةِ الاِحْرَامِ قَائِلاً: “سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ” فَاِذَانْتَصَبْتَ قَائِمًا فَقُلْ: “رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ” (20)
DENGAN MENGANGKAT KEDUA BELAH TANGANMU SEPERTI DALAM TAKBIRATUL IHRAM DAN BERDO’ALAH: “Sami’alla-hu liman haidah” dan bila sudah lurus berdiri berdo’alah: “Rabbana- wa lakal-hamd” (20).

ثُمَّ اسْجُدْ (21)
LALU SUJUDLAH (21)
(21)     Menurut ayat dan hadits dalam dalil nomor 14.

 مُكَبِّرًا (22)
DENGAN BERTAKBIR (22)

(22) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-15-

(22)     Lihat hadits Abu Hurairah tersebut nomor 15 di atas.

 وَضَعْ رُكْبَتَيْكَ وَاَطْرَافَ قَدَمَيْكَ عَلَى الاَرْضِ ثُمَّ يَدَيْكَ ثُمَّ جَبْهَتَكَ وَاَنْفَكَ (23)
LETAKKANLAH KEDUA LUTUTMU DAN JARI KAKIMU DI ATAS TANAH, LALU KEDUA TANGANMU, KEMUDIAN DAHI DAN HIDUNGMU (23)

(23) لِخَبَرِ ابْنِ عَبَّاسٍ رض قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللهِ صلعم: (اُمِرْتُ اَنْ اَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ اَعْظُمٍ عَلَى الجَبْهَةِ-وَاَشَارَ بِيَدِهِ اِلَى اَنْفِهِ-وَاليَدَينِ وَالرُّكْبَتَينِ وَاَطْرَافِ القَدَمَينِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). حَدِيْثِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: رَاَيتُ رَسُولِ اللهِ صلعم اِذَا سَجَدَ وَوَضَعَ رُكْبَتَيهِ قَبْلَ يَدَيهِ وَ اِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيهِ قَبْلَ رُكْبَتَيهِ. رواه لخمسة اَلاَّ أَحْمَدُ كَمَا فِى نَيلِ الاَوطَارِ- وَحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللهِ صلعم: اِذَا اَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ البَعِيرُ يَضَعُ يَدَيهِ قَبْلَ رُكْبَتَيهِ. (قَالَهُ فِى تَيْسِيرِ الوُصُولِ)

(23)     Menurut hadits dari Ibnu ‘Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintah supaya bersujud di atas tujuh tulang: dahi – seraya menunjuk pada hidungnya – di atas dua belah tangan, kedua lutut dan di atas kedua ujung kaki.” (Muttafaq ‘Alaih). Ada lagi hadits dari Wail bin Hajur, katanya: “Aku melihat Rasulullah saw. bila bersujud meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangannya dan kalau berdiri mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (Diriwayatkan oleh lima imam kecuali Ahmad, sebagaimana yang tersebut dalam kitab Nailul Authar).

Dan menurut hadits dari Abu Hurairah ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Kalau salah seorang daripadamu bersujud, maka janganlah berdekam sebagaimana unta berdekam, ialah meletakkan tangannya sebelum lututnya”. (Tersebut dalam kitab Taisirul Wushul)

 مُسْتَقْبِلاً َاَطْرَافَ اَصَابِعِ رِجْلَيكَ القِبْلَةَ مُجَافِيًا يَدَيكَ عَنْ جَنْبَيْكَ رَافِعًا مِرْفَقَيْكَ (24)
DENGAN MENGHADAPKAN UJUNG JARI KAKIMU KE ARAH QIBLAT SERTA MERENGGANGKAN TANGANMU DARIPADA KEDUA LAMBUNGMU DENGAN MENGANGKAT SIKUMU (24).

(24) لِحَدِيْثِ اَبِى حُمَيدِ المُتَقَدَّمِ فِى-16-وَ لِحَدِيْثِ عَبْدِالله بْنُ مَالِكِ بْنِ بُحَينَةَ اَنَّ النَّبِىَّ صلعم كَانَ اِذَا صَلَّى فَرَّجَ بَينَ يَدَيهِ حَتَّى يَبْدُ وَبَيَاضُ اِبْطَيهِ. (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَفِى صَحِيحِ مُسِلِمٍ اَنَّ رَسُولِ اللهِ صلعم كَانَ اِذَا سَجَدَ فَرَّجَ يَدَيهِ عَنْ اِبْطَيهِ حَتَّى اِنِّى لَاَرَى بَيَاضَ اِبْطَيهِ. وَفِيهِ اَيضًا عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللهِ صلعم: اِذَا سَجَدَتْ فَضَعْ كَفَّيكَ وَارْفَعْ مِرْفَقَيْكَ.

(24)     Lihatlah hadits Abi Humaid tersebut nomor 16. Dan mengingat hadits dari Abdullah bin Malik bin Buhainah, bahwa Nabi saw.  jika shalat merenggangkan antara kedua tangannya sehingga kelihatan putih ketiaknya. (Muttafaq ‘Alaih atau diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim). Dan dalam shahih Muslim, bahwa Rasulullah saw. jika bersujud merenggangkan kedua tangannya dari ketiaknya, sehingga kulihat putih ketiaknya.Dan hadits dari al-Barra’ bin ‘Azib dalam shahih Muslim juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bila kamu bersujud, letakkanlah kedua belah telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu”.

 قَائِلاً وَاَنْتَ سَاجِدٌ “سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى” (25)
DALAM BERSUJUD ITU HENDAKLAH KAMU BERDO’A: “subha-nakalla-humma rabbana- wa bihamdikalla-hummaghfirli.”

(25) لِحَدِيْثِ عَائِشَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-17-

(25)     Lihatlah hadits ‘Aisyah tersebut nomor 17 di atas.

 اَوِ ادْعُ بِشَئٍ مِنَ الاَدْعِيَةِ الوَارِدَةِ عَنِ النَّبِىِّ صلعم فِى ذَلِكَ (26)
 ATAU BERDO’ALAH DENGAN SALAH SATU DO’A DARIPADA NABI SAW. (26).

(26) لِحَدِيْثَى حُذََيفَةَ وَ عَائِشَةَ المُتَقَدَّمَينِ فِى-18-
(26)     Menilik hadits udzaifah dan ‘Aisyah ra. tersebut nomor 18 di atas.

 ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ مُكَبِّرًا وَاطْمَئِنَّ جَالِسًا قَائِلاً: اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَاهْدِنِى وَارْزُقْنِى  ” (27)
LALU ANGKATLAH KEPALAMU DENGAN BERTAKBIR DAN DUDUKLAH TENANG DENGAN BERDO’A: “alla-hum maghfirli- warhamni- wajburni- wahdini- warzuqni-” (27).

(27) لِمَا رُوِىَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِىَّ صلعم كَانَ يَقُولَ بَينَ السَّجْدَتَينِ: “اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَاهْدَنِى وَارْزُقْنِى” (رَوَاهُ التِّرمِذِىُّ كَمَا فِى نَيلِ الاَوْطَارِ).

(27)     Mengingat hadits yang diriwayatkan oleh at-tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas ra. bahwa Nabi saw. di antara kedua sujud mengucapkan; “Alla-hummagh firli- warhamni- wajburni- wahdini- war zuqni-”. (Tersebut dalam kitab Nailul Authar).
(28) لِحَدِيْثِ اَبِىهُرَيرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-14-لِحَدِيْثِ عَائِشَةَ فِى-17-لِلحَدِيْثِ المُتَقَدَّمَينِ فِى-18-

(28)     Periksalah hadits Abu hurairah tersebut nomor 14, hadits ‘Aisyah ra. tersebut nomor 17 dan kedua hadits tersebut nomor 18 di atas.

 ثُمَّ اسْجُدُ مُكَبِّرًا لِلسَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ مُعْتَمِدًا عَلَى الاَرْضِ (29)
DAN DUDUKLAH SEBENTAR, LALU BERDIRILAH UNTUK RAKA’AT YANG KEDUA DENGAN MENEKANKAN (TANGAN) PADA TANAH (29)

(29) لِحَدِيْثِ مَالِكِبْنِ الحُوَيرِثِ رض اَنَّهُ رَوَى النَّبِىَّ صلعم يُصَلِّى فَاِذَا كَانَ فِى وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَاعِدًا. (رَوَاهُ البُخَارِىُّ فِى صَحَيْحِهِ). وَفِى لَفْظٍ لَهُ: فَاِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى الاَرْضِ ثُمَّ قَامَ.

(29)     Menilik hadits dari Malik bin Huwairits mengatakan bahwa ia mengetaui Nabi saw. shalat; maka apabila beliau berada dalam raka’at  gasal (ganjil, Jawa) dari shalatnya, beliau sebelum berdiri, duduk dahulu sehingga lurus duduknya. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya).

Ada lain hadits oleh al-Bukhari juga, apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua , duduk dan menekan kepada tanah, lalu berdiri.


وَافْعَلْ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلْتَ فِى رَكْعَةِ الاُولَى غَيْرَ اَ نَّكَ لاَ تَقْرَاُ دُعَاءَ الاِفْتِتَاحِ (30)
DAN KERJAKANLAH DALAM RAKAAT YANG KEDUA INI SEBAGAIMANA  DALAM RAKA’AT YANG PERTAMA, HANYA TIDAK MEMBACA DO’A IFTITAH (30).

 (30) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ المُتَقَدَّم فِى-14-وَلَهُ فِى صَحَيحِ مُسْلِمٍ: كَانَ رَسُولِ اللهِ صلعم اِذَا نَهَضَمِنَ الرَّكْعَةِ الثُّانِيَةِ اسْتَفْتَحَ القِرَاءَةَ بِالحَمْدِ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ وَلَمْ يَسْكُتْ.

(30)     Periksalah hadits Abu hurairah tersebut nomor 14. Dan tersebut dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah juga bahwa jikalau Rasulullah saw. berdiri dari raka’at kedua, beliau tidak diam, melainkan memulai bacaan dengan: “Alhamdulillahi rabbil ‘a-lami-n”.

وَبَعْدَ فَرَاغِكَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ فَاجْلِسْ عَلَى رِجْلِكَ اليُسْرَى وَانْصِبْ اليُمْنَى وَضَعْ يَدَيْكَ عَلَى رُكْبَتَيْكَ اليُسْرَى مَنْشُورَةَ الاَصَابِعِ وَتَقْبِضُ مِنَ اليُمْنَى الخِنْصِرَ وَالبِنْصِرَ وَكَذَلِكَ الوُسْطَى تُشِيرُ بِالمُسَبِّحَةِ وَتَضَعُ الاِبْهَامَ عَلَى الوُسْطَى (31)

SETELAH SELESAI DARI SUJUD KEDUA KALINYA, MAKA DUDUKLAH DI ATAS KAKI KIRIMU DAN TUMPUKKAN KAKI KANANMU SERTA LETAKKANLAH KEDUA TANGANMU DI ATAS KEDUA LUTUTMU. JULURKANLAH JARI-JARI TANGAN KIRIMU, SEDANG TANGAN KANANMU MENGGENGGAM JARI KELINGKING, JARI MANIS DAN JARI TENGAH SERTA MENGACUNGKAN JARI TELUNJUKMU DAN SENTUHKAN IBU JARI PADA JARI TENGAH (31).

(31) لِحَدِيْثِ اَبِى حُمَيدٍ السَّاعِدِىِّ المُتَقَدَّمِ فِى-16-وَلِمَا فِى صَحِيحِ مُسْلِمٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض اَنَّ رَسُولِ اللهِ صلعم كَانَ اِذَا قَعَدَ فِى التَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ اليُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ اليُمْنَى وَعَقَدَ ثَلاَثًا وَخَمْسِينَ وَاَشَارَ بِاَصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ. وَفِيْهِ اَيْضًا عَنِ الزُّبَيرِ رض: كَانَ رَسُولِ اللهِ صلعم اِذَا قَعَدَ يَدْعُو وَوَضَعَ يَدَهُ اليُمْنَى عَلَى فَخِذِهِ اليُمْنَى وَيَدَهُ اليُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ اليُسْرَى وَاَشَارَ بِاَصْبُعِهِ السَّبَّابَةِ وَوَضَعَ اِبْهَامَهُ عَلَى اَصْبُعِهِ الوُسْطَى وَيَلْقَمُ كَفُّهُ اليُسْرَى رُكْبَتَهُ.

(31)     Lihat hadits Abu Humaid Sa’idi tersebut nomor 16 di atas. Dan yang tersebut dalam shahih Muslim dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah, jika duduk dalam tasyahhud, meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya dan tangan kanan di atas lutut kanannya serta menggenggamkannya seperti membuat isyarat “lima puluh tiga” dengan mengacunkan jari telunjuknya. Dalam shahih Muslim pula dari Zubair ra. bahwa Rasulullah saw. kalau duduk berdo’a meletakkan tangan kanannya di atas paha – kanannya dan tangan kirinya di atas paha kiri, serta mengacungkan jari telunjuknya, dan telapak tangan kirinya menggenggam lututnya.

 وَهَذَا الجُلُوسُ فِى غَيرِ رَكْعَةِ الاَخِيرَةِ. وَاَمَّا فِيْهَا فَكَيْفِيَّتُهُ اَنْ تُقَدِّمَ رِجْلَكَ اليُسْرَى وَتَنْصِبَ اليُمْنَى وَتَقْعُدَ عَلَى مَقْعَدَتِكَ (32)
DUDUK IN
I BUKAN DALAM RAKA’AT AKHIR. ADAPUN DUDUK DALAM RAKA’AT AKHIR MAKA CARANYA MEMAJUKAN KAKI KIRI, SEDANG KAKI KANAN BERTUMPU DAN DUDUKMU BERTUMPUKAN PANTATMU (32)

(32) لِمَا فِى حَدِيْثِ اَبِى حُمَيدٍ السَّاعِدِىِّ المُتَقَدَّمِ فِى-16-

(32)     Periksalah hadits Humaid Sa’idi dalam dalil nomor 16 di atas.

) وَاقْرَاِ التَّشَهُّدَ وَهُوَ “التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالطَّيِّبَاتُ. السّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النّبِىُّ رَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا  وَعَلَى عَبَادِ الله الصًّالِحِينَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ” (33)

DAN BACALAH TASYAHUD BEGINI “attahiyya-tu lilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assala-mu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatulla-hi wa baraka-tuh. assala-mu ‘alaina wa ‘ala- ‘iba-dilla-hish sha-lihin. asyahadu alla- ila-ha illalla-h wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu- wa rasu-luh (33)
dalil

(33) لِمَا رُوِىَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رض قَالَ: كُنَّا اِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صلعم قُلْنَا:”السَّلاَمُ عَلَى جِبْرِيْلَ وَمِيكَائِيلاَ, السَّلاَمُ عَلَى فُلاَنٍ وَفُلاَنٍ” فَلْتَفَتْ اِلَيْنَا رَسُولِ اللهِ صلعم فَقَالَ: اِنَّ الله هُوَ السَّلاَمُ فَاِذَا صَلَّى اَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ “التَّحِيَّاتُ للهوَالصَّلوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ” الحديث, (مُتَّفَقٌ عَلَيهِ). وَلِاِبْنِ خُزَيمَةَ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ عَنِ الاَسْوَادِ عَنْ عَبْدِ الله عَلَّمَنِى رَسُولِ اللهِ صلعم التَّشَهُّدَ فِى وَسَطِ الصَّلاَةِ وَفِى آخِرِهَا. قَالَهُ فِى الفَتْحِ (الجزء2ص200) وَفِىالاُمِّ (ج1ص102) عَنْ كَعْبَينِ عُجْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلعم اَنَّهُ كَانَ يَقُولُ فِى الصَّلاَة: ” اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ اَلِ اِبْرَاهِيمَ. اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ”.وَفِى الفَتْحِ (ج2ص218) فَعِنْدَ سَعِيْدِبْنِ مَنْصُورٍ وَاَبِى بَكْرِبْنِ اَبِى شَيْبَةَ بِاِسْنَادٍ صَحِيْحٍ اِلَى اَبِى الاَحْوَاصِ قَالَ: قَالَ عَبْدُ الله: يَتَشَهَّدُ الرَّجُلُ فِى الصَّلاَةِ ثُمَّ يُصّلِّى عَلَى النَّبِىِّ ثُمَّ يَدْعُو لِنَفْسِهِ بَعْدُ.

(33)     Karena hadits dari Abdullah bin Mas’ud ra. bahwa tatkala kita shalat di belakang Rasulullah saw. kita sama membaca: “Assala-mu ‘ala- Jibri-la wa Mi-ka-ila Assala-mu ‘ala- fula-n wa fula-n”, maka berpalinglah Rasulullah saw. kepada kita lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah itu Yang Maha Selamat, maka apabila salah seorang daripadamu shalat, hendaklah  berdo’a: “At-Tahiyya-tu lilla-h was shalawa-tu wath thayyiba-t”… dan seterusnya hadits.(Muttafaq ‘Alaih). Dalam kitab Fath (Juz II halaman 200) dari Aswad dan Abdullah pua dengan riwayat lain oleh Ibnu Khuzaimah, bahwa Rasulullah saw. telah mengajarkan kepadaku “tasyahhud” dalam pertengahan dan penghabisan shalat.

ثُمَّ تُصَلِّى عَلَى النَّبِىِّ صلعم قَائِلاً: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى آلِ اِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ آلِ اِبْرَاهِيمَ. اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ”.(34)
LALU BACALAH SHALAWAT PADA NABI SAW.: “Alla-humma shalli ‘ala- Muhammad wa ‘ala- a-li Muhammad, kama- shallaita ‘ala- Ibrahi-m wa a-li Ibra-him, wa ba-rik ‘ala- Muhammad wa a-li Muhammad, kama- ba-rakta ‘ala- Ibra-him wa a-li Ibra-him, innaka hami-dum maji-d.(34)
(34) وَفِى الاُمِّ (ج1ص102) عَنْ كَعْبَينِ عُجْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلعم اَنَّهُ كَانَ يَقُولُ فِى الصَّلاَة: ” اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ اَلِ اِبْرَاهِيمَ. اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ”.وَفِى الفَتْحِ (ج2ص218) فَعِنْدَ سَعِيْدِبْنِ مَنْصُورٍ وَاَبِى بَكْرِبْنِ اَبِى شَيْبَةَ بِاِسْنَادٍ صَحِيْحٍ اِلَى اَبِى الاَحْوَاصِ قَالَ: قَالَ عَبْدُ الله: يَتَشَهَّدُ الرَّجُلُ فِى الصَّلاَةِ ثُمَّ يُصّلِّى عَلَى النَّبِىِّ ثُمَّ يَدْعُو لِنَفْسِهِ بَعْدُ.

(34)     Dan dalam kitab Um (Juz I halaman 102) dari Ka’b bin ‘Ujrah, bahwa Nabi saw. membaca shalawat: “Alla-humma shalli ‘ala- Muhammad wa ‘ala- a-li Muhammad kama- shallaita ‘ala Ibra-him wa a-li Ibra-him wa ba-rik ‘ala Muhammad wa ‘ala- a-li Muhammad kama- ba-rakta ‘ala- Ibra-him wa ‘ala- a-li Ibra-him innaka hami-dum maji-d”. Dan dalam kitab Fath (Juz II halaman 218); maka pada Sa’id bin Mansur dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dengan sanad (rangkaian) shahih sampai kepada Abu Ahwash berkata: Berkata ‘Abdullah: “Supaya orang itu dalam shalatnya membaca tasyahhud, lalu membaca shalawat kepada Nabi saw. kemudian berdo’a untuk dirinya sendiri”.

 ثُمَّ ادْعُ رَبَّكَ بِمَا تَشَاءُ بِاَقْصَرَ مِمَّا تَدْعُوْ بِهِ فِى التَّشَهُّدِ الاَخِيْرِ (35)
KEMUDIAN BERDO’ALAH KEPADA TUHANMU, SEKEHENDAK HATIMU YANG LEBIH PENDEK DARIPADA DO’A DALAM  TASYAHHUD AKHIR (35)

(35) لِمَا وَرَدَ فِى نَيلِ الاَوْطَارِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: اِنَّ مُحَمَّدًا صلعم قَالَ: اِنَّ مُحَمَّدًا صلعم قَالَ: اِذَا وَقَعَدْتُمْ فِى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا “التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِالله الصَّالِحِينَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسَولَهُ” ثُمَّ لْيَتَخَيَّرْ اَحَدُكُمْ مِنَ الدُّعَاءِ اَعْجَبَهُ اِلَيهِ فَلْيَدْعُ بِهِ رَبُّهُ عَزَّ وَجَلَّ. (رِوَاهُ اَحْمَدُ وَالنَّسَائِى). وَفِى تَيْسِيرِ الوُصُولِ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رض قَالَ: كَانَ رَسُولُ الله صلعم اِذَا جَلَسَ فِى رَكْعَتَينِ الاُلَيَينِ كَاَنَّهُ عَلَى الرَّضْفِ حَتَّ يَقُومَ.

(35)     Menilik yang tersebut dalam kitab Nailul Authar, dari Ibnu Mas’ud ra. katanya, bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Bila kamu duduk dalam tiap-tiap dua raka’at, bacalah: At-Tahiyya-tu lilla-h, washshalawa-tu wath thayyiba-t, assala-mu’alaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatulla-hi  wa baraka-tuh, assala-mu ‘alaina wa ‘ala ‘iba-dilla-hish sha-lihi-n, Asyhadu alla- ila-ha illala-h wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu- wa Rasu-luh”, lalu pilihlah do’a yang disukai dan berdo’alah dengan itu kepada Tuhannya. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasai). Dan dalam kitab Taisirul Wushul dari Ibnu Mas’ud ra. bahwa Rasulullah saw. jika duduk dalam dua raka’at yang pertama seolah-olah ia duduk di atas batu yang panas , hingga segera berdiri.


ثُمَّ قُمْ للِرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ اِنْ كَانَتِ الصَّلاَةُ رُبَاعِيَّةً اَوْ ثُلاَثِيَّةً مُكَبِّرًا رَافِعًا يَدَيْكَ (36)
KEMUDIAN BERDIRILAH UNTUK RAKA’AT YANG KETIGA KALAU SHALATMU ITU TIGA ATAU EMPAT RAKA’AT, DENGAN BERTAKBIR MENGANGKAT TANGANMU (36)

(36) لِمَا وَرَدَ البُخَارِىُّ فِى صَحِيحِهِ عِنْ نَافِعٍ اَنَّ ابْنَ عُمَرَ رض كَانَ اِذَا دَخَلَ فِى الصَّلاَةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيهِ وَاِذَا رَكَعَ وَرَفَعَ يَدَيهِ وَاِذَا قَالَ: “سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ” رَفَعَ يَدَيهِ وَاِذَا قَامَ مِنَ الرَّكَعتَيْنِ رَفَعَ يَدَيهِ. ” رَفَعَ ذَالِكَ ابْنَ عُمَرَ رض عَنِ النّبِىِّ صلعم وَاِذَا قَامَ فِى الرَّكَعتَيْنِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيهِ لَهُ شَوَاهِدُ قَالَهُ فِى الفَتْحِ (الجزء الثّانى منه ص 151)

(36)     Dalam shahih al-Bukhari dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar kalau shalat bertakbir serta mengangkat kedua tangannya, kalau ruku’ mengangkat kedua tangannya, apabila membaca “sami’alla-hu liman hamidah” mengangkat kedua tangannya dan jika berdiri dari raka’at yang kedua mengangkat kedua tangannya. (Hadits ini marfu’/ disambungkan oleh Ibnu Umar kepada Nabi saw.).

Dan dalam riwayat Abu Dawud yang dishahihkan oleh al-Bukhari perantaraan Muhrib bin Datstsar dari Ibnu Umar juga, bahwa Nabi saw. apabila berdiri dari raka’at yang kedua bertakbir dan mengangkat kedua tangannya. (Dan hadits ini dikuatkan oleh hadits lain sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Fath Juz II halaman 151)

 وَافْعَلْ فِى رَكْعَتَينِ الاُخْرَيَينِ اَوْ ِرَكْعَةِ الثَّالِثَةِ كَمَا فَعَلْتَ فِى الاُوْلَيْنِ غَيرَ اَ َنَّكَ لاَ تَقْرَاُ اِلاَّ الفَاتِحَةَِ فَقَطْ (37)
DAN KERJAKANLAH DALAM DUA RAKA’AT  YANG AKHIR ATAU YANG KETIGA, SEPERTI DALAM DUA RAKA’AT YANG PERTAMA, HANYA KAMU CUKUP MEMBACA FATIHAH SAJA (37).

(37) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ

(37)     Lihatlah hadits Abu Hurairah yang tersebut pada nomor 14, dan dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah yang tersebut pada no. 30 dan hadits Abu Qatadah yang tersebut pada no.11 di atas.

 وَاقْرَاْ بَعْدَ الرَّكْعَةِ الاَخِيْرَةِ التَّشَهُّدَ وَالصَّلاَةَ عَلَى النَّبِىِّ ثُمَّ ادْعُ وَاسْتَعِذْ قَائِلاً: اللََّهُمَّ اِنِّى اَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ” (38)
Dan sesudah raka’at yang akhir, bacalah tasyahhud serta shalawat kepada Nabi saw., lalu hendaklah berdo’a mohon perlindungan dengan membaca:
Alla-humma inni- a’udzu bika min ‘adza-bi  jahannama wa min ‘adza-bil qabri wa min fitnatil mahya- wal mama-ti wa min syarri fitnatil masi-hid dajja-l (38)

(38) لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولِ اللهِ صلعم: اِذَا تَشَهَّدَ اَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَعِذْ بِالله مِنْ اَرْبَعٍ يَقُولُ “اللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوذُبِكَ”. الحديث. (رواه مسلم فى صحيحه). وَفِيهِ اَيْضًا بِلَفْظِ: اِذَا فَرَغَ اَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الآخِرِ فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْ اَرْبَعٍ. (الحديث)

(38)     Dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila salah seorang daripadamu bertasyahhud, hendaklah minta perlindungan kepada allah dari empat perkara, dengan berdo’a: “Alla-humma inni- a’udzu bika …dan seterusnya hadits. Demikian pula dalam riwayat lain, dengan kalimat: “Kalau selesai bertasyahhud akhir, hendaklah  meminta perlindungan dari empar perkara”… seterusnya hadits.

 ثُمَّ سَلِّمْ يَمِيْنًا وَشِمَالاً مُلْتَفِتًا فِى الاُولَى حَتَّى يُرَى خَدُّكَ الاَيْمَنُ وَفِى الثَّانِيَةِ حَتَّى يُرَى خَدُّكَ الاَيْسَرُ (39)
KEMUDIAN BERSALAMLAH DENGAN BERPALING KE KANAN DAN KE KIRI, YANG PERTAMA SAMPAI TERLIHAT PIPI KANANMU DAN YANG KEDUA SAMPAI TERLIHAT PIPI KIRIMU OLEH ORANG YANG DIBELAKANGMU (39)

 (39) لِحَدِيْثِ اَبِى دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِىِّ المُتَقَدَّمِ فِى-1-وَلِحَدِيثِ سَعْدٍ قَالَ: كُنْتُ اَرَى رَسُولِ اللهِ صلعم يُسَلِّمُ عَنِ يَمِينِهِ وَعَنِ يَسَارِهِ حَتَّى اَرَى بَيَاضَ خَدِّهِ. (رَوَاهُ مُسْلِمٌ فِى صَحِيحِهِ).

(39)     Periksalah dalil yang tersebut nomor 1. Dan hadits dari Sa’d: “Saya melihat Rasulullah saw. bersalam kea rah kanan dan ke arah kirinya, sampai kulihat putih pipinya”. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya).

 قَائِلاً: السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ” (40)

SAMBIL MEMBACA: “Assalamu’alaikum wa rahmatulla-hi wa baraka-tuh.”(40)
(40) لِحَدِيْثِ اَبِى دَاوُدَ بِاِسْنَادٍ صَحِيْحٍ عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِىِّ صلعم فَكَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ “السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ”. وَعَنْ شِمَالِه ” السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ “(قَالَهُ فِى بُلُوغِ المَرَامِ).

(40)     Menurut hadits Abu Dawud dengan sanad shahih dari Wail bin Hujur, katanya: “Aku shalat bersama–sama Rasulullah saw. maka beliau bersalam ke kanannya dengan membaca: “Assala-mu ‘alaikum wa rahmatullahi wa baraka-tuh dan bersalam ke kirinya dengan membaca: “Assala-mu ‘alaikum wa rahmatulla-hi wa baraka-tuh”. (Tersebut dalam kitab Bulughul Maram)

 فَاِنْ كَانَتِ الصَّلاَةُ ثُنَائِيَّةً فَالاِسْتِعَاذَةُ بَعْدَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِىِّ صلعم بَعْدَ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ ثُمَّ سَلِّمْ كَمَا تَقَدَّمَ (41)
JIKA SHALATMU DUA RAKA’AT, MAKA LETAK DO’A ISTI’ADZAH (a’udzubilla-h) SETELAH NEMBACA “SHALAWAT KEPADA NABI”, SESUDAH RAKA’AT YANG KEDUA, LALU BERSALAMLAH SEBAGAI YANG TERSEBUT (41).

41- لِحَدِيْثِ اَبِى هُرَيرَةَ المُتَقَدَّمِ فِى-1-وَ لِحَدِيْثِ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ المُتَقَدَّم

(41)     Periksalah dalil nomor 38 nomor 1 dan hadis Wail bin Hujur, nomor 40 tersebut di atas

مُلاَحَظَةٌ: وَلاَ فَرْقَ بَينَ الرَّجُلِ وَالمَرْاَةِ فِى هَذِهِ الكَيْفِيَّةِ (42)..
PERHATIAN: TIDAK ADA PERBEDAAN ANTARA PRIA DAN WANITA DALAM CARA MELAKUKAN SHALAT SEBAGAI YANG TERSEBUT DI ATAS (42)

42- لِعَدَمِ وُرُودِ الحَدِيثِ فِى ذَالِكَ نَعَمْ قَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ صلعم اَمْرُهُ بِضَمِّ المَرْأَةِ بَعْضِهَا اِلَى بَعْضٍ فِى الصَّلاَةِ كَمَا فِى مَخْرَجِ اَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِبْنِ اَبِى حَبِيْبٍ. اِلاَّ اَنَّ هَذَا الحَدِيثَ مُرْسَلٌ. (قَالَهُ فِى سُبُلِ السَّلاَمِ الجُزْءِ الاَوَّلِ).

(42)     Sebab tidak ada hadits tentang hal ini (perbedaan pria dan wanita dalam bershalat). Benar telah diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau menyuruh wanita supaya merapatkan setengah anggotanya kepada lainnya dalam shalat, sebagai hadits Abu Dawud dari Zaid bin Abi Habib, hanya sahaja hadits ini mursal (sebagaimana yang tersebut dalam kitab Subulus salam juz pertama)

ARTI UCAPAN, DO’A DAN BACAAN

Yang dimuat dalam kitab Shalat ini

Takbir

اللهُ اّكْبَرُ
Allah Maha Agung

Do’a Iftitah

اللَهُمَّ بَاعِدْبَيْنِى وَبَيْنَ خَطَايَاىَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ. اللَهُمَّ نَقِّنِى مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقِّى الثَّوبُ الاَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ. اللَهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَاىَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ

Artinya: Ya Allah,  jauhkanlah antaraku dan antara kesalahanku, sebagaimana Kau telah jauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahanku sebagaimana dibersihkannya pakaian putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah segala kesalahanku dengan air, salju dan air hujan beku

Atau:

وَجَّهْتُ وَجْهِىَ لِلَّذِى فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَ الاَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ المُشْرَكِيْن, اِنَّ صَلاَتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ, لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِذَالِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا اَوَّلُ المُسْلِمِيْنَ (وَاَنَا مِنَ المُسْلِمِيْنَ) اللَهُمَّ اَنْتَ المَلِكُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اَنْتَ, اَنْتَ رَبِّى وَاَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِى وَاعْتَرَفْتُ بَذَنْبِى فَاغْفِرْلِى ذُنُوبِى جَمِيْعًا لاَيَغْفِرُ الذَُنُوبَ اِلاَّ اَنْتَ وَاهْدِنِى لِاَحْسَنِ الاَخْلاَقِ لاَيَهْدِى لِاَحْسَنِهَا اِلاَّ اَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا اِلاَّ اَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيكَ وَالخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ اِلَيْكَ, اَنَ بِكَ وَاِلَيكَ, تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتَوبُ اِلَيكَ

Arttinya: Aku hadapkan wajahku, kehadapan yang Maha Menjadikan semua langit dan bumi, dengan tulus hati dan menyerah diri dan aku bukanlah golongan orang-orang musyrik. Sungguh shalatku, ibadahku, hidup dan matiku ada kepunyaan Tuhan yang menguasai semua alam, yag tidak bersyarikat dan bandingannya, maka dengan demikian aku diperintah  dan aku menjadi orang yang mula-mula berserah diri (daripada orang-orang berserah diri). Ya Allah, Engkaulah raja, yang tidak ada yang disembah melainkan Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku inilah hambaMu, aku telah berbuat aniaya pada diriku dan mengakui dosaku. Maka ampunilah dosa-dosaku semua, yang mana tidak ada yang mengampuni dosa, selain Engkau. Dan berilah petunjukMu padaku, budi pekerti yang bagus, yang mana tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepada bagusnya budi pekerti selain Engkau. Dan jauhkan daripadaku kelakuan yang jahat, yan g mana tidak ada yang dapat menjauhkannya kecuali Engkau. Aku junjung dan aku turutlah perintah Engkau; sedang semua kebaikan itu ada pada tangan Engkau, dan kejahatan iotu tidak kepada Engkau. Aku dengan Engkau dan kembali kepada Engkau. Engkaulah yang Maha Memberkati dan Maha Mulia, aku mohon ampun dan bertobat pada Engkau.

Ta’awwudz

اَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Basmalah

بسم الله الرحمن الرحيم

Fatihah

الحمد لله رب العالمين  الرحمن الرحيم   مالك يوم الدين   اياك نعبد واياك نستعين  اهدنا الصراط المستقيم صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضآلّين

Ta’min

آمين

Tasbih dalam ruku’

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللهُمَّ اغْفِرْلِىْ

Atau

سُبْحَانَكَ رَبِّىَ العَظِيمِ

Atau

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ المَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ



Tasbih dalam I’tidal

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه ُرَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ

Atau

اللهُمََ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَموَاتِ وَمِلْءَ اْلاَرْضِ وَمِلْءَ مَاشِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

Atau

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

Tasbih dalam sujud

سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللهُمَّ اغْفِرْلِىْ

Atau

سُبْحَانَكَ رَبِّىَ الأَعْلَى

Atau

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ المَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ

Do’a waktu duduk antara dua sujud

اللَّهُمَّ اغْفِرْلِى وَارْحَمْنِى وَاجْبُرْنِى وَاهْدَنِى وَارْزُقْنِى

Bacaan Tasyahhud

التَّحِيَّاتُ للهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ. السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِالله الصَّالِحِينَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسَولَهُ

Do’a Shalawat kepada Nabi

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ, كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى اَلِ اِبْرَاهِيمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى اِبْرَاهِيمَ وَ اَلِ اِبْرَاهِيمَ. اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Do’a setelah tasyahhud awwal

اللهُمَّ اِنِّى ظَلَمْتُ نَفْسِى ظُلْمًا كَثِيْرًا وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ فَاغْفِرْلِى مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِى اِنَّكَ اَنْتَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Do’a setelah tasyahhud akhir

اللهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَ مِنْ فِتْنَةِ اْلمَحْيَا وَاْلمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ اْلمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Salam



السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ    السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ