Kejahatan seksual
atau penjahat kelamin itu adalah kejahatan “dosa besar” , pelakunya harus di
rejam, namun dosa penjahat penjahat kelamin ini tidak sebesar dosanya bid’ah,
karena ada yang membedakan sifatnya. Bid’ah di lakukan atas nama agamanya, pelakunya
[ Shahibul Bid’ah] meyakini bid’ah bisa menjadi kunci ke surga, merasa sebagai
amalan yang mengantar mereka ke surga, meskipun kenyataannya melakukan aborsi
terhadap agama, juga melakukan talbis Iblis [ mencampur agama dengan warna
warni keinginan nafsu manusia yang tidak pada adab pada agama.
Sedangkan Ma’siat [
berzina ] sebagaimana yang dilakukan para penjahat kelamin yang melakukan
kejahatan seksual , mereka dipandang “dosa besar” , pelakunya bisa di hukum
rejam, namun dosa mereka tidaklah berkembang seperti para pelaku bid’ah yang
pamer kebolehan menghiasi agama dengan kebatilan kebatilan pikiran, kemudian
dilakukan ribuan orang atau jutaan orang sehingga dari sisi dosa, menjadi dosa
multi level , yang bertambah tambah, menjadi tabungan dosa yang jariyah selama,
karena pelaku bid’ah tidak pernah merasa, bid’ahnya adalah dosa, bahkan
beranggapan bid’ahnya adalah kunci sorga, sehingga banyak manusia yang
terpengaruh pemikirannya, mulai dari ulama, hingga orang orang awam. Itulah
yang membedakan Bid’ah dan Makshiat, dou dosa besar yang berbeda prosesnya.
As-Syatibi dalam
sebuah pendapatnya menyatakan : Bid’ah tidak bisa diremehkan [ sebagai doosa
kecil] kecuali jika memenuhi syarat :
1.
أن لا يداوم عليها ، فإنَّ الصغيرة من المعاصي لمن داوم عليها تكبر بالنسبة
إليه ؛لأن ذلك ناشئ عن الإصرار عليها، والإصرار على الصغيرة يُصيِّرها كبيرة
[ Tidak dilakukan terus menerut, karena dosa kecil itu bagian dari
makshiat, kalau dilakukan terus menerus akan menjadi dosa besar ]
أن لا يدعو المبتدع إلى بدعته ، فإن البدعة
قد تكون صغيرة بالإضافة ثم يدعو مبتدعها إلى القول بها والعمل على مقتضاها ، فيكون
إثم ذلك كله عليه .
Pelaku bid’ah tidak mengajak orang lain mengikuti bid’ahnya, mungkin
saja bid’ah yang diciptakan itu kecil, tetapi karena mengajak orang lain
bergabung dalam bid’ahnya, dia akan mendapat dosa jariyah dari orang orang yang
melakukan bid’ahnya.
أن لا يفعلها في المواضع التي هي مجتمعات
الناس أو المواضع التي تقام فيها السنن ، وتظهر فيها أعلام الشريعة ، فأما إظهارها
في المجتمعات ممن يُقتدى به أو ممن يحسن الظن به، فذلك من أضر الأشياء على سنة الإسلام
؛ لأنه إما أن يقتدي العوام بصاحبها فيها ، وإذا اقتدى بصاحب البدعة الصغيرة كبرت بالنسبة
إليه ، أو أن يتوهم الناس أن ما أظهره هو من شعائر الإسلام فكأنه بإظهاره لها يقول
: هذه سنة فاتبعوها
Bid’ah itu tidak dilakukan ditempat tempat yang ramai atau ditempat
tempat yang dilaksanakan didalamnya Sunah Sunah Nabi dan tampak didalamnya
panji panji Syariat, apalagi pada masyarakat yang sudah mengikuti ajaran bid’ah
dan berprasangka baik terhadap bid’ah,
karena hal itu akan lebih berbahaya terhadap Sunah islam, bisa jadi bid’ah itu
diikuti oleh orang awam awam. Bid’ah kecil yang dilakukan oleh orang banyak,
pembuatnya [ penciptanya ] akan menanggung dosa dosa yang dilakukan para
pengikutnya. Atau bisa jadi pula manusia akan merasa ragu, apakah yang
didakwakannya termasuk syariat Islam atau bukan, karena dengan seruan atau ajakan itu seakan akan pengelolah
bid’ah mengatakan : “ ini adalah sunah, maka ikutilah
أن لا يستصغرها ولا يستحقرها،فإن ذلك استهانة
بها،والاستهانة بالذنب أعظم من الذنب فكان ذلك سبباً لعظم ما هو صغير
Tidak meremehkan dan menyepelekan bid’ah , karena menyepelekan dosa [bid’ah]
lebih berbahaya dari pada dosa itu sendiri, dan itu bisa menjadi sebab dosa
kecil menjadi dosa besar
فإذا تحققت هذه الشروط ، فإن ذلك يرجى أن
تكون صغيرتها صغيرة ، فإذا تخلف شرط منها أو أكثر ، صارت كبيرة ، أو خيف أن تكون كبيرة
، كما أن المعاصي كذلك
Jika syarat syarat itu sudah dipenuhi , maka bisa jadi dosa kecil tetap
akan jadi dosa kecil , tetapi jika salah satu syaratnya dilanggar , makan
dosanya itu akan menjadi dosa besar atau ditakutkan akan menjadi besar. [ al i’tisham
As-Syatibi 2 / 65 – 72]
Para Ulama
terdahulu sangat besar perhatiannya terhadap bahaya bid’ah, mereka tidak main
main dalam menjaga Islam dari pancaran bid’ah yang di produk oleh mereka yang
intim dengan bid’ah. Mereka membangun pagar dengan harapan umat bisa tetap
berada diatas jalan sunah, bukan jalan ma’shiat model pelaku bid’ah. Berikut
ini komentar ulama ulama salaf ;
قول ابن مسعود
-رضي الله عنه - :(( الاقتصاد في السنة ، أحسن من الاجتهاد في البدعة ))
IBNU MA’UD RADHIALLAHU’ANHU berkata : sederhana dalam sunah lebih
baik dari pada bersungguh sungguh [
berijtihad ] dalam bid’ah [Al Hakim dalam Mustadraknya I , 103 hadits
shahi Bukhari Muslim , namun keduanya tidak mengeluarkannya]
وقول ابن
عباس- رضي الله عنهما -: (( ما أتى على الناس عام إلا أحدثوا فيه بدعة ، وأماتوا
فيه سنة حتى تحيا البدع ، وتموت السنن ))
IBNU ABBAS
RADHIALLAHU’ANHU :Tidak
datang suatu masa kepada manusia kecualia hari hari mereka menyibukkan diri
dalam bid’ah , mematikan sunah, sehingga bid’ah subur dan sunah menjadi terkubu”
[Al Haitami, Majma’ Zawaid I , 188], diriwayatkan at Thabbrani dalam al
Kabir]
قول ابن مسعود
-رضي الله عنه - : ((اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كُفيتم ))
IBNU MAS’UD
RADHIALLAHU’ANHU : “Ikutilah, dan jangan berbuat bid’ah, hal itu cukup bagi
kalian” {Riwayat ad Daimi dalam sunannya I, 69, al Haitami dalam Majma’ Zawaid
I, 181]
وقال معاذ بن
جبل - رضي الله عنه - : (( إن من ورائكم فتناً يكثر فيها المال ، ويفتح فيها
القرآن ، حتى يأخذه المؤمن والمنافق ، والرجل والمرأة والصغير والكبير ، والعبد
والحر ، فيوشك قائل أن يقول : ما للناس لا يتبعوني وقد قرأت القرآن ؟ ما هم بمتبعي
حتى أبتدع لهم غيره . فإياكم وما ابتدع ، فإن ما ابتدع ضلالة ، وأحذركم زيغة
الحكيم ، فإن الشيطان قد يقول كلمة الضلالة على لسان الحكيم ، وقد يقول المنافق
كلمة الحق ))
MU’ADZ BIN JABAL
RADHIALLAHU’ANHU : Sesungguhnya generasi sesudahmua banyak fitnah, manusia
banyak menimbun nimbun harta dan Al Quran terbuka sehingga bisa dibaca oleh
orang orang Mukmin dan Munafiq, laki laki dan perempuan , kecil dan besar,
hamba budak sahaya dan orang merdeka. Hampir setiap orang berkata :” mengapa
mereka tidak mengikutiku, padahal aku bisa baca Al Quran ? Mereka mereka tidak
mengikutiku, hingga orang lain membuat bid’ah untuk mereka [ konsumsi bid’ah].
Maka jauhilah yang baru [ bid’ah], karena sesuatu baru itu adalah sesat, DAN
BERHATI HATILAH KAMU DARI ORANG ORANG ALIM YANG SESAT, MAKA JIKA ORANG ALIM
SESAT JANGAN DIIKUTI [ anunul ma’bud XII, 364]-Karena sesungguhnya setan telah
mengatakan kalimat yang menyesatkan MELALUI LISAN ORANG YANG ALIM [ ULAMA ] dan
kadang orang Munafiq mengatakan kalimat yang benar “ [ Diriwayatkan abu Dau
dalam sunannya V.17 dg sanad Mauquf pada Muadz]
Nyata sekali bahaya
bid’ah, jadi tidak salah perkataan Sofyan As Tsaury bahwa Bid’ah itu lebih
bahaya dari pada Maksiat, karena Bid’ah bisa menjadi multi level untuk menumpuk
numpuk dosa, menimbun banyak dosa baik kecil atau besar, dan bisa menjadi
penyakit aku yang menular , dan menarik pelakuanya bersatu dalam penyesatan
umat. Benar kata Imam Ahmad ketika ditanya :
وسئل الإمام
أحمد بن حنبل - رحمه الله - : ( الرجل يصوم ويعتكف أحب إليك ، أو يتكلم في أهل
البدع ؟ فقال : إذا قام وصلى واعتكف فإنما هو لنفسه ، وإذا تكلم في أهل البدع
فإنما هو للمسلمين هذا أفضل )
IMAM AHMAD BIN
HAMBAL RAHIMAHULLAH berkata
: Mana orang yang lebih baik antara orang yang berpuasa, sholat dan I’tikaf di
Masjid dengan orang yang berbicara tentang Ahlul bid’ah ?, Beliau menjawab :
“jika seorang yang hanya shalat, puasa dan i’tikaf, itu hanya untuk dirinya
sendiri, tetapi jika ada yang berbicara bid’ah, maka dia berbicara untuk Umat
islam, maka ini lebih baik” {Majmu fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
XXVII, 231}
Karena itu
menyebarkan sikap anti bid’ah adalah amaliyah ibadah yang menduduki peringkat
jihad karena harus berhadapan dengan para pendukung bid’ah , adalah sangat
dianjurkan sunah menerangkan bab bab bid’ah kepada umat islam, agar umat Islam
berada tetap diatas jalan yang sunah dan
lurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar