Populer

Selasa, 07 Juni 2016

SIAPAKAH AHLI SUNNAH WAL JAMAAH? [Fatwa Tarjih Muhammadiyah]


#Tanya: Saya belum begitu mengetahui tuntunan Muhammadiyah dalam melaksanakan ibadah. Oleh teman saya, saya dikatakan bukan Ahli Sunnah wal Jamaah, karena saya melaksanakan shalat Tarawih 8 rakaat dan shalat Shubuh tanpa doa qunut. Mohon penjelasan. (Suwandi, SMA Muhammadiyah Jawa Tengah).

#Jawab: Untuk mempelajari tuntunan ibadah menurut Muhammadiyah, sebaiknya membaca buku Himpunan Keputusan Tarjih, atau buku-buku y ang disusun untuk pelajaran agama di sekolah-sekolahMuhammadiyah.

Sedang untuk mengetahui tentang masalah Ahli Sunah wal Jamaah, bacalah buku yang ditulis oleh H. Djarmawi Hadikusuma dengan Judul “Ahli Sunnah wal Jamaah, Bid’ah, Khurafat”. Buku ini ditulis oleh orang Muhammadiyah. Sebagai perbandingan, berikut ini saya kutipkan beberapa ungkapan yang disampaikan oleh seorang tokoh di luar Muhammadiyah, yaitu DR. Tolchah Mansyur, SH, dalam makalah yang berjudul “Ardhun ‘aamun haula Ahlis Sunnati wal Jama’ati”.

Antara lain dalam makalah itu disebutkan: Nahdlatul Ulama sejak mula berdiri telah menyatakan dengan jelas dan tegas akan asasnya, yaitu Islam menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Dalam perkembangannya hal ini mendapat tantangan, apakah Islam yang dimaksud itu sama dengan Islam yang dikehendaki Allah, dan Nabi Muhammad saw. tentu saja, sama! Bahkan Ahlus Sunnah wal Jamaah itulah yang Islam. Mengapa? Sebab Islam itu tidak lain bersendikan kepada Al-Quran As Sunnah Rasul saw. serta Jamaah Islam yang berpegang kepada Al-Quran dan Sunnah Rasul saw.
Melihat pengertian Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti itu, tentu Muhammadiyah tidak bisa lain kecuali juga termasuk pengertian Ahli Sunnah wal Jamaah. Lebih jauh dapat dikemukakan pula dalam makalah itu yang dimuat majalah Bangkit no. 3 dan 4 tahun 1980, dinukilkan tulisan Asy Syaikh Ali bin Abu As Sunnah Saqqaf, setelah menyebut 72 golongan yang termasuk Ahlul bid’ah, menyatakan sebagai berikut:

فتلك اثنان وسبعون كلهم فى النار والفرقة الناجية هم اهل السنة البيضاء المحمدية والطريقة النقيم
Artinya: Itulah 72 golongan yang kesemuanya akan berada di neraka, sedangkan golongan yang selamat, mereka itulah Ahlus Sunnah Al Muhammadiyah yang suci bersih.

Kata “Al Muhammadiyah*” di atas bukan nama organisasi kita, tetapi sifat sunnah yang didasarkan pada sunnah yang datang dari Nabi Muhammad saw.
Penamaan organisasi Muhammadiyah, oleh pendirinya KHA. Dahlan pun, pada hakikatnya menginginkan adanya gerakan yang selalu mengikuti atau ittiba’ pada Nabi Muhammad saw. karenanya Anda tidak usah berkecil hati menjadi anggota Muhammadiyah dan beramal sesuai dengan tuntunan yang diberikan.

Tim Tarjih Muhammadiyah

Dari Penyusun :


*
الأمة المحمدية:  وهي الأمة التي اتبعت محمدا وما جاء به.المعجممصطلحات فقهية

Dalam kamus Istilah fiqiyah disebut : MUHAMMADIYAH adalah orang orang yang mengikuti Muhammad dan mengikuti risalah yang datang padanya

فَتِلْكَ اثْنَانِ وَسَبْعُونَ فِرْقَةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ ، وَالْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ الْبَيْضَاءِ الْمُحَمَّدِيَّةِ وَالطَّرِيقَةِ النَّقِيَّةِ الْأَحْمَدِيَّةِ

Itulah 72 golongan yang kesemuanya dalam Neraka, sedangkan Firqatun Najiyah [golongan selamat], mereka adalah kalangan ahlussunah Waljamaah , MUHAMMADIYAH [para pengikut Nabi Muhammad] yang suci dan menempuh jalan yang . [Kitab Thfatul ahwady]
Kata "Muhammadiyyah" tidak seharusnya selalu dikaitkan dengan ormas atau sejenisnya. Karena perbendaharaan kata "Muhammadiyyah" itu biasa dipakai sebagai istilah "Islam" oleh Ibnu Katsir, seorang mufassir yang ahli dan sangat terkenal. Bagi Ibnu Katsir, "Muhammadiyyah" adalah sinonim dari "Islam".
Menurut beliau, "Muhammadiyyah" adalah Islam dan Islam adalah "Muhammadiyyah". Maaf kalau saya menyebut kata "Muhammadiyah", jangan terbayang kalau yang dimaksud saya adalah "Persyarikatan Muhammadiyah yg didirikan tahun 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan", tetapi K.H. Ahmad Dahlan sudah pasti menggunakan kata "Muhammadiyyah" sebagai nama persyarikatannya karena beliau mengadopsi nama tersebut dari "Tafsir Ibnu Katsir", dengan maksud warga Muhammadiyah kelak akan mengikuti jejak nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam ,Ibnu Katsir menamakan Syariat Islam dengan menyebut Syariat "Muhammadiyah" yang suci
Kata Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, ketika mengomentari syariat sebelum Islam di mansukh oleh Islam :

وكذلك التوراة مع ما فيها من التبديل والتحريف، ثم هما منسوخان بعد ذلك بهذه الشريعة المحمدية المطهرة.

"Kemudian syariat-syariat sebelum Islam di mansukh oleh SYARIAT MUHAMMADIYAH' YANG SUCI" (Ibnu Katsir)

Ujarnya lagi ketika menjelaskan sebuah ayat Mahabbatillah, Syariat dari "Muhammadiyyah" menurut Ibnu Katsir harus meninggalkan perkara-perkara bid'ah


]قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ[    هَذِهِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ حَاكِمَةٌ عَلَى كُلِّ مَنِ ادَّعَى مَحَبَّةَ اللَّهِ ، وَلَيْسَ هُوَ عَلَى الطَّرِيقَةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ فَإِنَّهُ كَاذِبٌ فِي دَعْوَاهُ فِي نَفْسِ الْأَمْرِ ، حَتَّى يَتَّبِعَ الشَّرْعَ الْمُح  َمَّدِيَّ وَالدِّينَ النَّبَوِيَّ فِي جَمِيعِ أَقْوَالِهِ وَأَحْوَالِهِ ، كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : " مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ "

"Ayat ini menjadi suatu ketetapan atas semua orang yang mengaku mencintai Allah, akan tetapi dia tidak di atas jalan atau manhaj 'MUHAMMADIYYAH' "."Sehingga mereka ittiba' atau mengikuti Syariat 'MUHAMMADIYYAH' dan agama nabawy dalam semua perkataan dan keadaannya, sebagaimana JELAS tertera dalam kitab shahih dari Rasulullah shallallahu'alahi wasallam, beliau bersabda : 'Barangsiapa beramal agama yang tidak terdapat perintah kami, maka tertolak' [Tafsir Ibnu Katsir ] .

Perkataan Ibnu Katsir di kutip oleh sayyid ad’thantawy,

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ .قَالَ الْحَافِظُ ابْنُ كَثِيرٍ : يُخْبِرُ تَعَالَى عَنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ بِأَنَّهُمْ خَيْرُ الْأُمَمِ . فَقَالَ تَعَالَى كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

"Allah subhanahu wa taala mengabarkan tentang umat 'MUHAMMADIYYAH' bahwasanya mereka adalah sebaik-baik umat... "kalian adalah sebaik-baik Umat yang ditampilkan di tengah-tengah manusia" (Ibnu katsir )  Dengan hujjah yang nyata dan jelas beliau menyatakan kalau "MUHAMMADIYYAH"adalah ISLAM dan Islam adalah "Muhammadiyyah", dan mereka yang menentang syariat "Muhammadiyyah", secara tdk langsung sama saja dengan menentang Islam dan melecehkan "Muhammadiyyah" sama halnya dengan melecehkan syariat Nabi Muhammad shallallahu'alaihi wa sallam. Hingga Imam Thirmidzy (Sang Muhaddits) menyusun sebuah kitab namanya
:

الشمائل المحمدية للترمذي

Keumuman para pengikut nabi Muhammad (Muhammadiyyah) oleh Thirmidzy"Muhammadiyyah" yg pertama dan utama dari umat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam adalah para shahabat radhiyallahu'anhum, karena merekalah orang-orang yg pertamakali masuk islam dan paling mengikuti syariat Nabi shallallahu'alaihi wa sallam. Dan wajib hukumnya bagi umat sesudah mereka utk mengikuti manhaj "Muhammadiyyah" (yakni manhaj para shahabat radhiyallahu'anhum).

وَقَدْ كَانَتِ الدَّعْوَةُ إِلَى الْإِسْلَامِ فِي صَدْرِ زَمَانِ الْبِعْثَةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ وَاجِبًا عَلَى الْأَعْيَانِ لِقَوْلِ النَّبِيءِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً أَيْ بِقَدْرِ الِاسْتِطَاعَةِ . ثُمَّ لَمَّا ظَهَرَ الْإِسْلَامُ وَبَلَغَتْ دَعْوَتُهُ الْأَسْمَاعَ صَارَتِ الدَّعْوَةُ إِلَيْهِ وَاجِبًا عَلَى الْكِفَايَةِ كَمَا دَلَّ عَلَيْهِ قَوْلُهُ تَعَالَى وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ الْآيَةَ فِي سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ[104[

Kedudukan dakwah Islam wajib atas semua orang pasa awal permulaan penugasan  “Umat Muhammad dan turunnya umatnya. Sebagaimana sabda Nabi, “sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat”. , artinya menurut ukuran kemampuannya, kemudian ketika Islam tersebar di mana mana dan dakwahnya sampai ke semua telinga, maka dakwahnya berobah menjadi fardhu kifayah , sebagaimana firman Allah : Hendaknya ada diantara kalian segolongan umat yang mengajak pada kebaikan , surat al Imran ayat 104. Mukadimmah Tarjih , Menyebut Muhammadiyah sebagai Firqatun Najiyah

اَمَّا بَعْدُ فَاِنَّ الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ  مِنَ السَّلَفِ اَجْمَعُوا عَلَى الإِعْتِقَادِ بِأَنَّ العَالَمَ آُلَّهُ حَادِثٌ خَلَقَهُ اللهُ مِنَ العَدَمِ وَهُوَ اَىِ العَالَمُ) قَابِلٌ لِلفَنَاءِ

Kemudian dari pada itu, maka kalangan ummat yang terdahulu, yakni
mereka yang terjamin keselamatannya
[Firqatun Najiyah], mereka telah sependapat atas keyakinan bahwa seluruh ‘alam seluruhnya mengalami masa permulaan, dijadikan oleh Allah dari ketidak-adaan dan mempunyai sifat akan punah




Putusan Mukmatar Muhammadiyah Tentang "Qunut"

Bagaimana Proses Peniadaan Qunut Subuh Di Muhammadiyah?
QUNUT

اْلقُنُوْتُ

يَرَى اْلمَجْلِسُ اَنَّ الْقُنُوْتَ بِمَعْنَى طُوْلُ الْقِيَامِ لِلْقِرَاءَةِ وَالدُّعَاءِ فِي الصَّلاَةِ مَشْرُوْعٌ.

MAJELIS TARJIH MEMANDANG :

Bahwa qunut dengan arti berdiri lama untuk membaca dan berdo’a di dalam shalat, itu masyru’ (ada tuntutannya).

لاَ يَرَى الْمَجْلِسِ تَخْصِيْصَ تَسْمِيَةِ ذَلِكَ اْلِقيَامِ بِقُنُوْتِ اْلفَجْرِ الْمُتَعَارَفُ الْمُخْتَلَفُ فِي حُكْمِهِ.

MAJELIS TARJIHTIDAK MEMBENARKAN adanya pengertian qiyam di atas dikhususkan untuk qunut Shubuh yang sudah dikenal dan diperselisihkan hukumnya.

قَنَتَ النَّبِيُّ صلعم لِلنَّازِلَةِ حَتَّى اَنْزَلَ اللهُ (لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ(

Nabi s.a.w. menjalankan qunut nazilah sampai Allah menurunkan ayat :

(لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ(
“Kamu tidak berhak dalam hal perkara itu “

تَوَقَّفَ الْمَجْلِسُ فِي اعْتِبَارِ حَدِيْثِ قُنُوْتِ الْوِتْرِ حُجَّةً فِي ثُبُوْتِهِ.

Belum Majelis Tarjih belum  dapat [ tawaquf ]  mengambil keputusan tentang menilai hadits witir yang dipakai hujjah alasan bagi adanya qunut witir.

DALIL-DALIL

قَالَ اْلبُخَارِىُّ قَالَ مُحَمَّدٌ عَجْلاَنَ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَدْعُوْ عَلَى رِجَالٍ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ يُسَمِّيْهِمْ بِاَسْمَائِهِمْ حَتىَّ اَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى (لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ) الآية – (آل عمران : 169) تَفْسِيْرُ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ ِلابْنِ كَثِيْرٍ.

Berkata Bukhari : Berkata Muhammad bin ‘Ajlan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, katanya: “Pernah rasulullah mengutuk orang-orang musrik dengan menyebut nama-nama mereka sampai Allah menurunkan :
 )لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْئٌ) الآية
Tafsir Al- Qur’an Ibnu Katsir juz : 1 hal. 403.

 PENJELASAN MASALAH QUNUT

(Keputusan Muktamar Tarjih)

QUNUT SHUBUH

Disamping makna asli dari perkataan “qunut” yang berarti “tunduk kepada Allah dengan penuh kebaktian”. Muktamar dalam keputusannya menggunakan makna Qunut yang berarti “berdiri (lama) dalam shalat dengan membaca ayat Al-Qur’an dan berdo’a sekehendak hati”, sebagaimana dapat diambil pengertian tersebut, dari hadits :

اَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُوْلُ الْقُنُوْتِ
Pada perkembangan sejarah Fiqh, di masa lampau orang telah cenderung untuk memberi arti khusus pada apa yang dinamakan qunut, yakni : “BERDIRI SEMENTARA” pada shalat Shubuh sesudah ruku’ pada raka’at kedua dengan membaca do’a: Alla-hummahdini- fi-man hadai-t….. dan seterusnya.
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ

Mu’tamar Tarjih tidak sependapat dengan pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran bahwa :
a)     Setelah diteliti kumpulan macam-macam hadits tentang qunut, maka Mu’tamar berpendapat bahwa QUNUT sebagai bagian daripada shalat, tidak khusus hanya diutamakan pada shalat Shubuh.

b)    Bacaan do’a :

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ
dalam shalat Shubuh itu, haditsnya tidak shah.

c)     Pengetrapan hadits riwayat Hasan tentang do’a :

اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ الخ

untuk khusus dalam QUNUT SHUBUH, tidak dibenarkan.

QUNUT NAZILAH

Bunyi keputusan yang dirumuskan mengarah pada penampungan adanya pemahaman yang berbeda dan belum dapat  dipertemukan, disebabkan pemahaman yang berlainan mengenai hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w tidak mengerjakan QUNUT NAZILAH setelah diturunkan ayat :

لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ  (ال عمران 128{

Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu; Apakah Allah menerima taubat mereka, atau mengadzab mereka; karena seseungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim. (Q.S. Ali Imran : 127). Jelasnya ialah bahwa Rasulullah s.a.w pada beberapa kesempatan telah mengerjakan QUNUT NAZILAH dalam hubungan penganiayaan orang kafir terhadap kelompok orang Islam. Dalam do’a itu Rasulullah mohon dikutukkan mereka yang telah melakukan kejahatan dan dimohonkan pembalasan Allah terhadap mereka. Kemudian turunlah ayat :

لَيْسَ لَكَ مِنَ اْلأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (ال عمران:128(

Pemahaman yang timbul dari riwayat tersebut ialah :

Bahwa QUNUT NAZILAH tidak boleh diamalkan.
Boleh dikerjakan dengan tidak lagi menggunakan kata kutukan dan permohonan pembalasan terhadap perorangan.

QUNUT WITIR


Hadits yang dijadikan alasan bagi QUNUT WITIR diperselisihkan oleh ahli-ahli hadits. Mu’tamar masih merasa memerlukan penelitian dan mempertimbangkan dasar perbedaan penilaian ahli-ahli hadits tersebut. Maka diambil keputusan TAWAQQUF untuk membahas pada lain kesempatan....

dari Penyusun : kalau tawakkuf boleh dikerjakan atau tidak ...........