Populer

Minggu, 21 Oktober 2018

SYARAH HPT MUHAMMADIYAH Bag 1




Oleh Zulkarnain El Madhuri

.SYARAH HPT MUHAMMADIYAH.

Terminologi Bahasa Kata Syarah:

شَرَحَ يشرح شرحا

Dalam Kamus Besar indonesia terdiri dari tiga arti:
1. Nafsu yang kuat terutama makanan, keinginan
2. Keterangan, ulasan, uraian dan penjelasan. Bisa juga pidato dan ceramah.
3. Penerbitan (syarahan)  koran dan majalah.

Istilah Islam:  _*Syarh, Syarah, atau Syarhu adalah istilah dalam literatur Islam, digunakan secara umum sebagai bagian dari judul buku. Secara harafiah artinya "penjelasan", umumnya nama ini digunakan dalam buku-buku komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal non-Alquran, yaitu kitab-kitab Hadis atau kitab karangan ulama. Sedangkan kitab Syarh untuk Al-Qur'an disebut Kitab Tafsir.*_

Kalau dikaitkan dengan himpunan putusan Tarjih Muhammadiyah maksudnya adalah menjelaskan dan menerangkan maksud yang terkandung di dalam Kitab himpunan Tarjih Muhammadiyah.

_*Matan HPT PENDAHULUAN*_

بِسْمِ الله الرَّحْمَنِ الرَّحيْمِ

*Dengan nama Allah, Maha Penyayang, Maha Pengasih.*
==========
Syarah:
Sudah menjadi kebiasaan di dalam Islam Setiap memulai sesuatu biasanya selalu dimulai dengan basmalah, semuanya berdasarkan ketentuan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

1- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ – أَوْ قَالَ : أَقْطَعُ –

“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka terputus berkahnya.” (HR. Ahmad, 2: 359. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)

2- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam tabaqathnya)
3- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ كَلاَمٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِ لْحَمْدُ لِلَّهِ فَهُوَ أَجْذَمُ

“Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.” (HR. Abu Daud, no. 4840; Ibnu Majah, no. 1894. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
4- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ أَمْرٍ ذِى بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ

“Setiap perkara penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.” (HR. Ibnu Majah, no. 1894; Abu Daud, no. 4840. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Begitu pula didha’ifkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly dalam Bahjah An-Nazhirin, 2: 434)

*Dalam kitab al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah (8/92) disebutkan,*

اتفق أكثر الفقهاء على أن التسمية مشروعة لكل أمر ذي بال ، عبادة أو غيرها

“Mayoritas fuqaha’ bersepakat bahwa tasmiyyah (membaca Basmalah,-pent) disyariatkan pada perkara yang penting; ibadah atau selainnya”.

Kesimpulan ini didasarkan kepada hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sebagaimana yang tersebut sebelumnya, meskipun hadits-haditsnya banyak yang menilai dhaif.

Para ulama berbeda pendapat tentang status hadits ini dan yang serupa dengannya. Sebagian ulama  melemahkannya, seperti Syaikh Al-Albani Rahimahullah. Sejumlah ulama lainnya menerima hadits ini dan menyatakan statutusnya hasan, seperti Imam Nawawi, Ibnu Hajar, Ibnu Daqiq Al-‘Ied, Ibnul Mulqin, Ibnu Shalah, dan selainnya.

Al-‘Allamah Ibnu Bazz Rahimahullah ditanya tentang hadits ini, beliau menjawab:

جاء هذا الحديث من طريقين أو أكثر عند ابن حبان وغيره ، وقد ضعفه بعض أهل العلم ، والأقرب أنه من باب الحسن لغيره

“Oleh Ibnu Hibban dan selainnya, hadits ini mempunyai dua jalur periwayatan atau lebih. Sebagian ulama mendhaifkannya. Dan yang lebih tepat adalah derajatnya hasan lighairihi.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Bazz: 25/135)

Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad Al-Utsaimin juga pernah ditanya tentang hadits ini, beliau berkata: ”Para ulama telah berbeda pendapat tentang keshahihan hadits ini. Diantara mereka ada yang menshohihkannya dan menjadikan sebagai hujjah, seperti Imam An-Nawawi dan sebagian lain melemahkannya. Namun para ulama secara umum dapat menerima hadits ini. Dan (keputusan mereka) mencantumkan hadits ini dalam kitab kitab yang mereka tulis menunjukan bahwa hadits ini ada asalnya. (Kitabul Ilmi, Syaikh Al-Utsaimin)
Makna hadits ini benar, bisa diterima, dan isinya diamalkan. Allah Ta’ala telah memulai Kitab-Nya dengan Basmalah. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam juga memulai suratnya kepada ratu Bilqis dengan Basmalah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi) nya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Naml: 30).

===========

*Matan HPT Pendahuluan*

لاَاِله الاّ الله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَبِهِ الحَوْلُ وَالقُوَّةُ. الحَمْدُللهِ المُبْدِئِ لِلعَوَالِمِ وَالمُعِيْدِ الاَرْوَحَ اِلَى الأَجْسَامِ يَوْمَ القِيَامَةِ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَاَفْضَلِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Tiada tuhan selain Allah sendiri, tiada bersekutu dan dengan-Nyalah adanya daya-kekuatan. Segala puji untuk Allah yang menciptakan semua ‘alam dan yang mengembalikan ruh kepada jasadnya di hari Kiamat. Rahmat dan Salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad s.a.w. penutup para Nabi dan seutama-utamanya Utusan, serta pada sekalian keluarganya.

Syarah

Allah yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam rububiyah dan uluhiyah-Nya. Sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam akan kebenaran uluhiyah-Nya.


مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ عِيسَى عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ عَلَى مَا كَانَ مِنْ الْعَمَلِ

"Barangsiapa bersyahadat (bersaksi) bahwa tiada Ilah (Tuhan) yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersyahadat) bahwa Isa adalah hamba Allah dan utusan-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh daripada-Nya; dan (bersyahadat) pula bahwa surga benar adanya dan neraka benar adanya; pasti Allah memasukkannya ke dalam surga betapapun amal yang telah diperbuatnya." (Muttafaq 'Alaih)

Dalan Shahih Muslim dan lainnya, hadits marfu' dari Utsman Radliyallah 'Anhu,

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga." (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Saya bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga." (HR. Muslim)

Dari 'Ubadah bin al Shamit Radliyallah 'Anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atasnya." (HR. Muslim)

Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mencukupkan dua kalimat syahadat untuk para sahabat. Yaitu untuk mengucapkannya, mengamalkan arahannya, lalu melaksanakan konsekuensinya berupa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan melaksanakan segala macam ibadah, selalu mentauhidkan Allah 'Azza wa Jalla, dan menjauhi berbagai tradisi? syirik. Inilah makna ucapannya, Laa Ilaaha Illallaah. Sedangkan ikrarnya "Muhammad Rasulullah" mengharuskannya taat kepada utusan Allah ini Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan mengikutinya.

Makna di atas dipahami oleh orang yang mengerti bahasa Arab, termasuk kandungannya yaitu nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Kalimat ini tidak cukup hanya dilisankan saja, namun harus dipahami maknanya, diamalkan tuntutannya secara dzahir dan batin. Allah Ta'ala berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)

وَلَا يَمْلِكُ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ الشَّفَاعَةَ إِلَّا مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

"Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)." (QS. Al Zukhruf: 86) dan ayat semisal yang menjelaskan ilmu (memahami makna) menjadi syarat kalimat syahadatain.

===========
وَبِهِ الحَوْلُ وَالقُوَّةُ.

( *dengan-Nyalah adanya daya-kekuatan.* )

Tiada daya dan kekuatan melainkan milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat ‘Abdullah bin Qois,

يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ

“Wahai ‘Abdullah bin Qois, _ucapkanlah ‘Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah’, karena ia adalah satu diantara simpanan-simpanan surga.”_ (HR. Bukhari)

Dalam lain hadits disebutkan dari Rasulullah shallalahu ’alaihi wa sallam berkata kepada Abu Musa radhiallahu ‘anhu,

ألا أدلك على باب من أبواب الجنة ؟ قلت بلى ، قال: لا حول ولا قوة إلا بالله ، رواه الترمذي وأحمد

“Maukah engkau aku tunjukkan satu diantara pintu-pintu surga? Aku berkata, ‘Tentu saja’. Beliau bersabda, ‘Laa haula walaa quwwata illaa bil-laah’.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Jami’ no. 2610)

Pengertian.
Seorang sahabat Nabi, yaitu Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata tentang makna “Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah”,


لاَ حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ

_Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk taat kepada Allah selain dengan pertolongan Allah.”_

معنى لا حول ولا قوة إلا بالله؟ السؤال: ما معنى لا حول ولا قوة إلا بالله؟ الجواب: الشيخ: معنى لا حول ولا قوة إلا بالله، لا تحول من حال إلى حال، الحول بمعنى التحول؛ يعني: لا أحد يملك أن يتحول من حال إلى حال، ولا أحد يقوى على ذلك إلا بالله عزَّ وجلَّ؛ يعني إلا بتذكير الله، والاستعانة به، ولهذا نجد الإنسان يريد الشيء، ثم يحاول أن يحصل عليه، ولا يحصل؛ لأن الله لم يرد ذلك، ونرى أيضاً كثيراً من الناس إذا أراد الشيء واستعان بالله، وفوض الأمر إليه فإن الله تعالى يعينه وييسر له الأمر، ومن ثم كان ينبغي للإنسان إذا أجاب المؤذن أن يقول عند قول المؤذن: حي على الصلاة حي على الفلاح لا حول ولا قوة إلا بالله؛ يعني لا أستطيع أن أتحول من حالي التي أنا عليها إلى الصلاة، ولا أقوى على ذلك إلا بالله عزَّ وجلَّ، فهي كلمة استعانة يستعين بها الإنسان على
مراده


Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ditanya, “Apa arti Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah?”


Beliau -semoga Allah merahmatinya- menjawab,
Makna Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah adalah:
Bahwa tidak ada perubahan dari suatu keadaan menuju keadaan lainnya (al-Haul pada kalimat Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah maksudnya adalah perubahan atau peralihan dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain); yaitu tidak ada seorangpun yang mampu untuk berubah dari suatu keadaan menuju keadaan yang lainnya, dan tidak pula seorangpun yang memiliki kekuatan untuk melakukannya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Agung. Dan pertolongan Allah itu dapat kita peroleh dengan kita berdzikir dan meminta pertolongan kepada Allah. Oleh karena itu, kita jumpai seseorang yang menginginkan sesuatu, dan dia berupaya untuk memperoleh apa yang dia inginkan, akan tetapi dia tetap gagal memperolehnya. Ini dikarenakan Allah tidak mengizinkan orang tersebut memperoleh apa yang dia inginkan.

Di sisi yang lainnya, kita juga menjumpai banyak orang yang apabila mereka menginginkan sesuatu maka mereka berdoa meminta pertolongan Allah. Mereka menyerahkan urusan mereka sepenuhnya hanya kepada Allah. Kemudian Allah menolong dan memudahkan urusan mereka.

Oleh sebab itu, kita semestinya mengucapkan “Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah” tatkala kita mendengar seruan adzan “Hayya ‘alash sholaah” dan “Hayya ‘alal falaah.”; yaitu pengakuan bahwa kita tidak mampu dan tidak memiliki kekuatan untuk mengerjakan sholat tanpa pertolongan dan izin dari Allah yang Maha Agung.

Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah ini adalah ucapan dzikir untuk memohon pertolongan Allah. Dengan mengucapkan dzikir Laa hawla wa laa quwwata illa bil-laah ini seseorang memohon pertolongan Allah agar Allah memudahkan urusannya. (Silsilah Fatawa Nur Ala Darb, Kaset No. 224)



الحَمْدُللهِ المُبْدِئِ لِلعَوَالِمِ وَالمُعِيْدِ الاَرْوَحَ اِلَى الأَجْسَامِ يَوْمَ القِيَامَةِ

(Segala puji untuk Allah yang menciptakan semua ‘alam dan yang mengembalikan ruh kepada jasadnya di hari Kiamat.)

Segala puji bagi Allah Tuhan pencipta alam semesta dan segala isinya. Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan dan kelak akan mengembalikan roh kepada jasadnya di hari kiamat. Pujian hanya untuk Allah saja sebagaimana yang dikandung dalam ayat ayatnya, yang menetapkan bahwa pujian hanya milik-Nya Semata.

Allah SWT berfirman:


اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ  

"Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."
(QS. Al-Fatihah 1: Ayat 2)


Allah SWT berfirman:

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمٰتِ وَالنُّوْرَ   ۗ  ثُمَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُوْنَ

"Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 1)

Allah SWT berfirman:

اَ لْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْۤ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا    ٚ

"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok;"
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 1)

Allah SWT berfirman:

وَهُوَ اللّٰهُ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۗ  لَـهُ الْحَمْدُ فِى الْاُوْلٰى وَالْاٰخِرَةِ ۖ  وَلَـهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

"Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, segala puji bagi-Nya di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nya segala penentuan dan kepada-Nya kamu dikembalikan."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 70)


Allah SWT berfirman:

هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ

"Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan."
(QS. Yunus 10: Ayat 56)

Bagi Allah Tidak ada yang mustahil semuanya bisa terjadi apapun yang menjadi kehendak Allah Subhanahu Wa Ta'ala demikian dalam sifat-sifatnya terdapat keterangan yang sangat jelas Allah Maha berkehendak atas segala sesuatu. Hamba-nya tidak berhak dipuji, sebagai seorang beriman dari seorang hamba adalah menjaga hati jangan sampai ternodai oleh keinginan keinginan yang bisa merusak keikhlasannya seperti ingin dipuji. Itulah sebabnya Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam melarang menerima pujian yang bisa mengakibatkan seseorang hilang imannya. 

Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً

Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.” -Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi sebenarnya adalah Allah dan  janganlah mensucikan seorang di hadapan Allah.”  (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]

Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur. Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب

“Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (Shahih) Ash Shahihah (912), [Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 68]

Dari Atha’ ibnu Abi Rabah bahwa ada seorang pria memuji orang lain di hadapan Ibnu Umar. Ibnu Umar lalu menyiramkan pasir pada mulutnya dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا رأيتم المداحين، فاحثوا في وجوههم التراب

“Jika kalian melihat orang-orang yang doyan memuji maka siramkanlah pasir ke wajahnya .”(Shahih) Ash Shahihah (912)
=======
Matan



وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ وَاَفْضَلِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Rahmat dan Salam semoga terlimpah pada junjungan Nabi Muhammad s.a.w. penutup para Nabi dan seutama-utamanya Utusan, serta pada sekalian keluarganya.

Pada sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyisipkan salawat sesudah syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala adalah bagian dari disiplin awal pembicaraan yang disunnahkan baik dalam bentuk ucapan ataupun dalam bentuk tulisan. Di dalam salat banyak diajarkan bermacam-macam sholawat Menurut sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, jika di luar salat masih bisa dibenarkan menggunakan kata " Sayyidina", hal itu tidak berlaku di dalam salat, menurut sunnah bacaan Shalawat di dalam salat harus sesuai dengan cara-cara Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagaimana yang banyak diriwayatkan dari beberapa ulama hadis.


عن أنس بن مالك قال:قال رسول الله : «مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ» رواه النسائي وأحمد وغيرهما وهو حديث صحيح


Dari Anas bin malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”

[SHAHIH. Hadits Riwayat An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim (no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah, al-Hakim rahimahullah dan disepakati oleh adz-Dzahabi, rahimahullah juga oleh Ibnu hajar rahimahullah dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani rahimahullah dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643). ].


Makna shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk

[Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156)].

● Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya [Lihat kitab “Zaadul masiir” (6/398).]. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:

{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}

“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).

Lafazh bacaan sholawat yang paling ringkas yang sesuai dalil2 yang shahih adalah :

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ

Allahumma shallii wa sallim ‘alaa nabiyyinaa Muhammad.

“Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad) .

[SHAHIH. HR. At-Thabrani melalui dua isnad, keduanya baik. Lihat Majma’ Az-Zawaid 10/120 dan Shahih At- Targhib wat Tarhib 1/273]. Setidak-tidaknya itulah shalawat yang diajarkan Rasulullah bagi seorang yang mencintai sunnahnya' Selain itu banyak sekali sholawat yang terdapat di dalam ketentuan-ketentuan sunnah nabinya.

Bab Hadits Jibril
وَرَدَ فِىالْحَدِيْثِ عَنْ عُمَرَ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ الله (صلعم) ذَاتَ يَومٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لاَيُرَى عَلَيهِ اَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِىِّ (صلعم) فَاَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِى عَنِ الإِسْلاَمِ. قَالَ رَسُوْلُ الله (صلعم): الإِسْلاَمُ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِىَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ: صَدَقْتَ فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ: فَاَخْبِرْنِى عَنِ الإِيْمَانِ. قَالَ: اَنْ تُؤْمِنَ بِا للهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرَسُلِهِ وَالْيَومَ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. (الحديث رواه مسلم).

Tersebut dalam hadist, dari shahabat ‘Umar r.a: “ Saat kami duduk pada suatu hari bersama-sama Rasulullah s.a.w. datanglah seorang laki-laki, putih bersih pakaiannya hitam bersih rambutnya, tak terkesan padanya tanda orang yang sedang bepergian dan tiada seorangpun diantara kami yang mengenalnya; kemudian ia bersimpuh dihadapan Nabi dengan merapatkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya pada paha Nabi. Lalu ia berkata: ”Hai Muhammad, terangkanlah padaku tentang Islam!”. Nabi menjawab: ”Islam ialah engkau mempersaksikan: tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan pergi Haji bila kamu mampu melakukannya”. Kata orang itu:  ”Benar engkau”. Maka kami terheran, kenapa ia bertanya lalu ia membenarkan. Orang itu bertanya lagi: terangkanlah padaku tentang Iman!” Nabi menjawab: “Iman ialah bahwa engkau percaya akan Allah, malaikatnya, kitab-kitab-nya, Rasul-rasulnya, hari kemudian dan percaya akan takdir baik dan takdir buruk”. Orang itu berkata :” Benar engkau!”.(Hadist riwayat Muslim).

Hadis tersebut merupakan sendi-sendi penting dalam keimanan dan keislaman, keduanya disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Salam ketika mendatangi majelis nya. Pada saat yang sama para sahabatnya ikut menyaksikan kehadiran Jibril sedangkan mereka tidak tahu kalau yang bertanya itu Jibril. Selain hadits ini memiliki berapa syahid dari hadits-hadits lainnya yang saling menguatkan antara satu dan lainnya, terbilang Hadits mutawatir

عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضاً قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِسْلاَمِ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اْلإِسِلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً قَالَ : صَدَقْتَ، فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقْتَ، قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ أَنْ تَلِدَ اْلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي الْبُنْيَانِ، ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتـَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ .

Dari Umar radhiyallahu anhu, ia berkata, “Suatu hari ketika kami duduk-duduk di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menempelkan kedua lututnya kepada lutut Beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya di paha Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sambil berkata, “Wahai Muhammad, beritahukanlah kepadaku tentang Islam?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, kamu mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji jika kamu mampu,“ kemudian dia berkata, “Engkau benar.“ Kami semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang Iman?“ Beliau bersabda, “Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk.” Dia berkata, “Engkau benar.” Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan.” Beliau menjawab, “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak merasa begitu, (ketahuilah) bahwa Dia melihatmu.” Kemudian dia berkata, “Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan terjadinya).” Beliau menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih mengetahui dari yang bertanya.” Dia berkata, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya?“ Beliau menjawab, “Jika seorang budak melahirkan tuannya dan jika kamu melihat orang yang sebelumnya tidak beralas kaki dan tidak berpakaian, miskin dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunan,” Orang itu pun pergi dan aku berdiam lama, kemudian Beliau bertanya, “Tahukah kamu siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepadamu dengan maksud mengajarkan agamamu.” (HR. Muslim)

Hadits ini bagian dari hadits tentang rukun Islam sebagaimana yang terkandung di dalam hadits Jibril

عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما قال : سمعت النبي صلَّى الله عليه وسلَّم يقول : بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَ إِقَامِ الصَّلَاةِ ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ .رواه البخاري و مسلم .

Dari Abu ‘Abdirrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhuma-, katanya, “Aku mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
‘Islam dibangun di atas lima: persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, naik haji, dan puasa Ramadhan’”.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.


Keterangan hadits 

Binaan Islam diibaratkan sebagai penyelamat manusia yang mengeluarkannya dari daerah kekufuran, menjauhkannya dari neraka dan melayakkannya masuk ke dalam syurga. Struktur binaan yang kemas dan kukuh memerlukan asas, rukun atau paksi yang kuat.Bagi rukun-rukun Islam tersebut:Orang yang sempurna imannya wajib menerima sepenuhnya kesemua rukun Islam.Orang yang menolak semuanya, atau menolak salah satu daripada rukun-rukun tersebut, akan menyebabkan ia terkeluar daripada Islam (kafir).Orang yang menerimanya tapi malas mengamalkannya (kecuali syahadah), maka ia termasuk ke dalam golongan orang yang fasiq.Orang yang melakukan dan beriqrar secara pura-pura, maka ia termasuk dalam golongan munafiq.Penerangan rukun-rukun Islam:Syahadah adalah syarat paling utama agar semua amalan dan ibadah diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.Syahadah mengandungi dua bahagian: أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ Bahawa tiada ilah melainkan Allah. Bermakna, satu-satu ilah yang diperhambakan diri, dita’ati dan dipatuhi ialah Allah Subhanahuwata’ala أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ Bahawa Muhammad itu utusan Allah. Bermakna, membenarkan kenabian Muhammad Sallallahu’alaihiwasallam dan menerima keseluruhan risalah atau ajarannya.Di akhirat, solat adalah ibadah pertama yang akan dihisab oleh Allah Subhanahuwata’ala. Di dunia, solat adalah penghubung antara hamba dengan Rabnya.Zakat adalah ibadah yang akan menyucikan diri seorang hamba, dan menyubur serta membawa keberkatan kepada hartanya.Ibadah haji yang mabrur adalah sebaik-baik jihad. Tidak harus bagi seseorang yang berkemampuan untuk melewatkan pemergian menunaikan haji, bahkan wajib baginya untuk disegerakan.Dengan ibadah puasa, syahwat akan dikekang dan maksiat akan terhindar. Puasa akan membawa seseorang hamba kepada ketinggian darjah di sisi Allah Subhanahuwata’ala.

Binaan Islam diibaratkan sebagai penyelamat manusia yang mengeluarkannya dari daerah kekufuran, menjauhkannya dari neraka dan melayakkannya masuk ke dalam syurga.

Struktur binaan yang kemas dan kukuh memerlukan asas, rukun atau paksi yang kuat.

Bagi rukun-rukun Islam tersebut:Orang yang sempurna imannya wajib menerima sepenuhnya kesemua rukun Islam.

Orang yang menolak semuanya, atau menolak salah satu daripada rukun-rukun tersebut, akan menyebabkan ia terkeluar daripada Islam (kafir).

Orang yang menerimanya tapi malas mengamalkannya (kecuali syahadah), maka ia termasuk ke dalam golongan orang yang fasiq.

Orang yang melakukan dan beriqrar secara pura-pura, maka ia termasuk dalam golongan munafiq.Penerangan rukun-rukun Islam:

Syahadah adalah syarat paling utama agar semua amalan dan ibadah diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.Syahadah mengandungi dua bahagian: أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ Bahawa tiada ilah melainkan Allah. Bermakna, satu-satu ilah yang diperhambakan diri, dita’ati dan dipatuhi ialah Allah Subhanahuwata’ala أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ Bahawa Muhammad itu utusan Allah.

Bermakna, membenarkan kenabian Muhammad Sallallahu’alaihiwasallam dan menerima keseluruhan risalah atau ajarannya.

Di akhirat, solat adalah ibadah pertama yang akan dihisab oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Di dunia, solat adalah penghubung antara hamba dengan Rabnya.

Zakat adalah ibadah yang akan menyucikan diri seorang hamba, dan menyubur serta membawa keberkatan kepada hartanya.

Ibadah haji yang mabrur adalah sebaik-baik jihad. Tidak harus bagi seseorang yang berkemampuan untuk melewatkan pemergian menunaikan haji, bahkan wajib baginya untuk disegerakan.

Dengan ibadah puasa, syahwat akan dikekang dan maksiat akan terhindar. Puasa akan membawa seseorang hamba kepada ketinggian darjah di sisi Allah Subhanahuwata’ala.

Selain kandungan rukun Islam ini terdapat juga dalam hadits Jibril adalah rukun iman, 

Rukun Iman

Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam, yaitu:

Iman kepada Allah, patuh dan taat kepada Ajaran Allah dan Hukum-hukum-Nya.

Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta.

Iman kepada Kitab-kitab Allah, Melaksanakan ajaran Allah dalam kitab-kitabNya secara hanif. Salah satu yaitu Al-Qur'an. Al-Qur'an memuat tiga kitab Allah sebelumnya, yaitu kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil.Iman kepada Rasul-rasul Allah,

 Mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran.

Iman kepada hari Kiamat, Paham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan

Iman kepada Qadha dan Qadar.

o    Paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta

Itulah kandungan hadits Jibril yang mencapai tingkat Mutawatir di dalam periwayatannya sebagaimana takhrij hadits berikut


TAKHRIJ HADITS


Hadits ini secara lengkap diriwayatkan oleh Imam Muslim no. 8, dan diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (I/27,28,51,52), Abu Dawud (no. 4695), at Tirmidzi (no.2610), an Nasaa-i (VIII/97), Ibnu Majah (no. 63), Ibnu Mandah dalam al Iman (1,14), ath Thoyalisi (no. 21), Ibnu Hibban (168,173), al Aajurri dalam asy Syari’ah (II/no.205, 206, 207, 208), Abu Ya’la (242), al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no.2), al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalat (no.363-367), ‘Abdullah bin Ahmad dalam as Sunnah (no.901,908), al Bukhari dalam Khalqu Af’aalil ‘Ibaad (190), Ibnu Khuzaimah (no.2504) dari sahabat Ibnu ‘Umar dari bapaknya ‘Umar bin Khaththab.

Hadits ini mempunyai syawahid (penguat) dari lima orang sahabat. Mereka disebutkan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani dalam Fathul Baari (I/115-116), yaitu :
– Abu Dzar al Ghifari (HR Abu Dawud dan Nasaa-i).
– Ibnu ‘Umar (HR Ahmad, Thabrani, Abu Nu’aim).
– Anas (HR Bukhari dalam kitab Khalqu Af’aalil Ibaad).
– Jarir bin ‘Abdullah al Bajali (HR Abu ‘Awanah).
– Ibnu ‘Abbas dan Abu Amir al ‘Asy’ari (HR Ahmad, sanadnya hasan)

URGENSI HADITS

Qadhi ‘Iyaadh (wafat th. 544 H) berkata : “Hadits ini mencakup penjelasan semua amal ibadah yang zhahir maupun bathin, di antaranya ikatan iman, perbuatan anggota badan, keikhlasan, menjaga diri dari perusak-perusak amal. Bahkan ilmu-ilmu syari’at, semuanya kembali kepada hadits ini dan merupakan pecahannya”.

Beliau melanjutkan: “Atas dasar hadits ini dan ketiga macamnya, aku menulis kitab yang aku namakan al Maqooshid al Hisaan fii ma Yalzamul Insaan. Karena tidak menyimpang dari yang wajib, sunnah, anjuran, peringatan, makruh dari ketiga macamnya. Wallahu a’lam. [Syarah Shahih Muslim I/158].

Imam Nawawi (wafat th. 676 H) berkata,”Ketahuilah, bahwa hadits ini menghimpun berbagai macam ilmu, pengetahuan, adab, dan kelemah-lembutan. Bahkan hadits ini merupakan pokok Islam, seperti yang kami riwayatkan dari Qadhi ‘Iyaadh. [Ibid. I/160].

Imam al Qurthubi (wafat th. 671 H) berkata,”Hadits ini layak disebut sebagai Ummus Sunnah (induk hadits), karena mengandung ilmu hadits.” [Fathul Baari I/125].

Ibnu Daqiq al ‘Id (wafat th. 702 H) berkata,”Hadits ini seakan menjadi induk bagi sunnah, sebagaimana al Fatihah dinamakan Ummul Qur`an, karena ia mencakup seluruh nilai-nilai yang ada dalam al Qur`an.” [Syarah Arba’in an Nawawiyyah, hlm. 31, oleh Ibnu Daqiq al ‘Id].

Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) berkata,”Ini merupakan hadits yang agung, mencakup semua penjelasan agama. Karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di akhir hadits ‘ia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan tentang agama kalian’ setelah menjelaskan kedudukan Islam, kedudukan iman, kedudukan ihsan. Dan menjadikan semua itu agama.” [Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam I/97].


Bersambung...


Tidak ada komentar: