Populer

Minggu, 05 Mei 2019

Formasi Shalat Tarawih 443 Bukan Barang Baru Dalam Islam*

*
 *Zulkarnain elmadury

Ribut masalah tarawih formasi 443 memang menarik perhatian banyak orang dan kalangan yaitu kelompok-kelompok tertentu yang dengan sengaja mengeluarkan pernyataan batilnya 443 dengan satu salam. Tetapi bagaimana sebenarnya.

Emang hadistnya hanya satu dari Aisyah namun menjadi Mashur karena dikutip oleh kalangan tabiin menjadi sajian khusus di dalam kitab-kitab nya, dalam potongan hadis tersebut terdapat kalimat

يُصَلِّى أَرْبَعًا ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً

 “Beliau salat empat rakaat, kemudian beliau salat (lagi) empat rakaat, kemudian beliau salat tiga rakaat.”

Dalam mengomentari lafadz hadits tersebut tidak sedikit dari kalangan ulama dari dahulu sampai sekarang bagaimana sih formasi 443 yang sebenarnya itu. Apakah sesuatu yang aneh atau bukan, kalau misalnya diartikan sebagai formasi shalat tarawih 443 tanpa tahiyat awal dengan satu salam.

Untuk menerangkan ini memang perlu dibedah dan dibuka keunikan dan maksud dari lafadz hadits tersebut secara tuntas. Meskipun muncul kontra produktif terhadap paham yang berbeda, yang menyebut angka 4 4 3 dengan satu salam adalah batil. Tentu saja kalau disebut kata batil Artinya bahwa salat tarawih dengan formasi 443 tidak sah dijalankan atau dilaksanakan di dalam tarawih, dari kalangan Syafi'iyah beranggapan batil dan dari kalangan malikiyah juga beranggapan batin zama halnya dengan dari kalangan hambaliyah.

Itulah akhirnya muncul pendapat-pendapatmu otot karena menjadikan para ulama-ulama mereka sebagai hukum harga mati dan dengan mudah menjatuhkan vonis terhadap 443 sebagai bentuk pelaksanaan tarawih yang batil hukumnya.

Ibnu Abd al-Barr (w. 463 H) berkata:

وأما قوله يصلي أربعا ثم يصلي أربعا ثم يصلي ثلاثا فذهب قوم إلى أن الأربع لم يكن بينها سلام وقال بعضهم ولا جلوس إلا في آخرها وذهب فقهاء الحجاز وجماعة من أهل العراق إلى أن الجلوس كان منها في كل مثنى والتسليم أيضا ومن ذهب هذا المذهب كان معنى قوله في هذا الحديث عنده أربعا يعني في الطول والحسن وترتيب القراءة ونحو ذلك ودليلهم على ذلك قوله صلى الله عليه وسلم " صلاة الليل مثنى مثنى" لأنه محال أن يأمر بشيء ويفعل خلافه صلى الله عليه وسلم  

“Dan adapun perkataannya yushalli ‘arba’an (beliau salat 4 rakaat), tsumma yushalli ‘arba’an,tsumma yushalli tsalaatsan, maka suatu kaum berpendapat bahwa 4 rakaat itu tanpa salam di antaranya, dan sebagian mereka berpendapat, ‘Tidak duduk (tahiyat) kecuali di akhir rakaat keempat.’ Sementara ahli fiqh Hijaz dan sekelompok ulama Irak berpendapat bahwa duduk (tahiyat) di antara  4 rakaat itu pada setiap 2 rakaat, demikian pula salam. Dan orang yang berpendapat demikian memaknai kata empat pada hadis itu dalam hal panjang (lama rakaat), keelokan (tata cara), tertib bacaan, dan lain-lain. Dan dalil mereka atas pendapat itu sabda Nabi saw. ‘Salat malam itu dua rakaat, dua rakaat’, karena mustahil beliau memerintah terhadap sesuatu dan beliau berbuat sebaliknya.” (Lihat, At-Tamhid limaa fii al-Muwatha min al-Ma’ani wa al-Asaanid, XXI:70)

Jika diperhatikan perkataan Syekh Ibnu Abdul barr yang wafat tahun 463 Hijriyah menyebutkan bahwa 4 rakaat dengan satu salam itu memang sudah dahulu kala dikerjakan oleh para ulama, bahkan tidak diikuti dengan tahiyat kecuali di akhir rakaat ke-4. Nyata sekali apa yang disampaikan oleh Beliau kepada kita sebagai pembaca bahwa formasi 443 sudah pernah dikerjakan oleh ulama-ulama dahulu kala tidak termasuk kepada pola baru, apalagi kalau berbicara teks hadits nya makin menunjukkan kalau a443 itu memang dikerjakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, meskipun lafadz Aisyah ini seolah berhenti tangan dengan ucapan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang menyebut sholat malam itu 2 rakaat 2 rakaat. Juga dengan perkataan Aisyah lainnya yang mengatakan setiap 2 rakaat salam. Namun jika dihayati lebih jauh riwayat Aisyah yang menggunakan kata bulan Ramadhan itu cuma hadis yang 443 yang lainnya tidak. Meskipun Syekh Ibnu Abdil barr juga mengutip pendapat ulama ulama Hijaz yang membenarkan 2 rakaat 2 rakaat salam tetapi disisi lain beliau mengutarakan ulama-ulama yang tetap konsisten memegang 4 rakaat tanpa tahiyat awal dengan satu salam.

Seorang ulama besar Al-Qadhi Iyadh yang wafat tahun 55 Hijriah berkata:

قولها : (يصلى أربعأ أربعا) الحديث : فذهب قوم إلى أنه لم يكن بين الأربع سلام ، وكذلك الأربع الأخر ، وقال اخرون : لم يجلس إلا فى اخر كل أربع ، وذهب معظم الفقهاء الحجازيين وبعض العراقين إلى التسليم بين كل اثنتين من الأربع ، وهو مذهب مالك ، وتأويل معنى ذكر أربع هنا عند بعضهم أنها كانت فى التلاوة  والتحسن على هيئة واحدة لم يختلف الركعتان الأوليان من الاخرتين ، ثم الأربع بعدها أيضا مشتبهة فى الصفة من الترتيل والتحسين وإن لم تبلغ فى طولها قدر الأول كما قال فى الحديث الاَخر : (يصلى ركعتين طويلتن ثم يصلى ركعتين هما دون اللتن قبلهما)

“perkataannya yushalli ‘arba’an ‘arba’an (beliau salat 4 rakaat, 4 rakaat), maka suatu kaum berpendapat bahwa tanpa salam di antara 4 rakaat itu, dan demikian pula 4 rakaat kedua, dan sebagian mereka berpendapat, ‘Tidak duduk (tahiyat) kecuali di akhir tiap rakaat keempat.’ Sementara sebagian besar ahli fiqh Hijaz dan sebagian ulama Irak berpendapat bahwa terdapat salam pada setiap 2 rakaat di antara  4 rakaat itu, dan ini pendapat Malik. Dan orang yang berpendapat demikian mentakwil kata empat pada hadis itu dalam hal tilawah dan pengelokan atas satu cara yang tidak berbeda antara dua rakaat pertama dengan dua rakaat akhir, demikian pula 4 rakaat setelahnya serupa dalam sifat tartil dan tahsin meskipun ukuran panjangnya tidak sama antara satu rakaat dengan rakaat sebelumnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis lain semisalnya, ‘Beliau salat dua rakaat yang panjang, lalu salat dua rakaat yang kurang dari ukuran sebelumnya’.” (Lihat, Ikmal al-Mu’lim Syarh Shahih Muslim, III:49)

Sama halnya dengan perkataan Ibnu Abdul barr yang menyebutkan 443 dengan 1 salam telah dilaksanakan oleh ulama-ulama sebelumnya, meskipun. AlQadhy juga menyebutkan sebagaimana yang disebutkan oleh Syekh Ibnu Abdil barr bahwa formasi 443 itu memang dilaksanakan oleh para ulama-ulama sebelumnya. Baik perkataan beliau Ibnu Abdul barr dan AlQadhy intinya adalah sama-sama membenarkan adanya 443 dilaksanakan Jauh sebelum lahirnya Muhammadiyah. Sudah ratusan tahun yang silam perkataan tersebut dilaksanakan oleh ulama-ulama besar juga. Bukan baru sekarang.

Seorang ulama yang meninggal pada tahun 855 Hijriyah Imam Al Aini menyebutkan juga bahwa perkataan 443 dalam hadits Aisyah itu harus ditarik secara zahirnya juga, untuk memenuhi pengertian yang lebih lengkap di dalam menunjukkan maksud dari hadits Aisyah tersebut. Perkataan Abu Hanifah yang dikutip oleh Imam Al Aini adalah yang paling utama pada salat sunat waktu malam itu 4 rakaat dengan 1 salam, memberikan makna bahwa 443 itu memang telah mentradisi di zaman itu.

Sama halnya dengan almulla Ali Al Qori yang wafat pada tahun 1014 Hijriyah berkata

( ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا لَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ) ظَاهِرُ الْحَدِيثِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ كُلًّا مِنَ الْأَرْبَعِ بِسَلَامٍ وَاحِدٍ ، وَهُوَ أَفْضَلُ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ فِي الْمَلَوَيْنِ ، وَعِنْدَ صَاحِبَيْهِ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى ، فَيَنْبَغِي أَنْ يُصَلِّيَ السَّالِكُ أَرْبَعًا بِسَلَامٍ مَرَّةً وَسَلَامَيْنِ أُخْرَى جَمْعًا بَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ ، وَرِعَايَةً لِلْمَذْهَبَيْنِ ( ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا ) ، وَهَذَا أَيْضًا يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ صَلَّاهَا بِسَلَامٍ وَاحِدٍ ، وَيُؤَيِّدُهُ قَوْلُ مُسْلِمٍ بَعْدَ إِيرَادِ صَلَاةِ اللَّيْلِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلَاثٍ

“Kalimat ‘Kemudian Beliau salat empat rakaat, maka engkau jangan bertanya tentang baik dan panjangnya.’ Zhahir hadis menunjukkan bahwa setiap 4 rakaat dengan satu salam, dan cara ini lebih utama menurut Abu Hanifah dalam al-Malawain, sementara menurut kedua sahabatnya salat malam itu dua rakaat, dua rakaat. Maka layak bagi salik (murid, pengikut) untuk salat 4 rakaat dengan satu salam pada satu waktu dan dengan dua salam pada waktu lain sebagai upaya kompromi di antara dua riwayat dan memelihara kedua madzhab. Kalimat ‘Kemudian Beliau salat tiga rakaat,’ dan ini pun menunjukkan bahwa beliau melaksanakan 3 rakaat dengan satu salam, dan hal itu diperkuat oleh pendapat Muslim setelah menyebutkan salat malam kemudian beliau witir dengan 3 rakaat.” (Lihat, Jam’ al-Wasa’il fii Syarh as-Syama’il tanpa jilid dan halaman)

 dari pendapat yang dijelaskan di dalamnya terdapat kalimat arti Zahir itu harus memang ditampilkan dengan tetap melaksanakan 443 dengan satu salam. Meskipun beliau almulla Ali Al Qori tidak menepis dua rakaat salam

Imam Ash-Shan"any yang wafat tahun 1182 Hijriah berkata


 يُصَلِّي أَرْبَعًا ) يُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُتَّصِلَاتٌ وَهُوَ الظَّاهِرُ وَيُحْتَمَلُ أَنَّهَا مُنْفَصِلَاتٌ وَهُوَ بَعِيدٌ إلَّا أَنَّهُ يُوَافِقُ حَدِيثَ صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى 

“Kalimat Yushalli arba’an (Beliau salat empat rakaat).  Kata arba’an (empat rakaat) mengandung dua kemungkinan makna: Pertama, makna zhahir, yaitu menunjukkan bersambung (empat rakaat sekaligus). Kedua, makna jauh, yaitu menunjukkan dipisah (empat rakaat tidak sekaligus). Namun makna jauh ini sejalan dengan hadis:

صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى

“Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat.” (Lihat, Subul as-Salam Syarh Bulugh al-Maram, II:275)

Di sini beliau tidak menepis makna 2 rakaat dengan satu salam tetapi juga beliau memungkinkan 443 memang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang diakhiri dengan salam di akhirnya tanpa tahiyat awal. Juga sebagaimana yang dikuatkan oleh seorang ulama yang meninggal pada tahun 13 29 Hijriyah, beliau Muhammad Samsul haq Abadi. Yang lebih memerinci maksud hadits Aisyah kalau harus diartikan 443 adalah 4 rakaat dengan satu salam.

Semoga keterangan ini semakin meyakinkan kita yang melaksanakan 4 4 3 dan tidak perlu lagi karena banyaknya orang-orang yang menggugat salat tarawih dengan formasi 443. Dan makin menambah Khazanah ilmu pengetahuan kita terhadap perbendaraan maksud hadis rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mengisahkan perdebatan di kalangan umat nya. Allahu A'lam Bishawab Semoga Allah bersama kita

Tidak ada komentar: